Nurdin bin Ismail alias Din Minimi |
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Sutiyoso, sempat dimata-matai oleh anak buah dari pimpinan kelompok bersenjata di Aceh, Nurdin bin Ismail alias Din Minimi saat akan melakukan pertemuan di hutan pedalaman Aceh Timur, Senin (28/12) kemarin.
Mantan Gubernur DKI itu menjelaskan pertemuannya dengan Din Minimin tidak mudah. Sebelum bertemu Din, dirinya hanya berkomunikasi melalui telepon yang didapat melalui jaringan BIN.
"Sebenarnya dalam operasi intelijen tidak bisa serta merta, ada proses. Sebulan terakhir saya intensif berkomunikasi dangan Din melalui telepon," ujar Sutiyoso dalam jumpa pers di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Selasa (29/12).
Setelah komunikasi berjalan mulus, Sutiyoso merencanakan untuk bertemu dengan Din. Itupun harus menempuh medan yang berat. Sepanjang perjalanannya, Sutiyoso mengaku diawasi oleh anggota kelompok tersebut.
"Ke tempatnya tiga sampai empat jam. Medannya sulit sekali, saya diawasi setiap titik, dan mereka membatasi orang yang ingin bertemu. Saya hanya membawa tiga anggota yang mengawal saya. Mendekati sasaran lebih ketat lagi," ujar mantan Pangdam Jaya ini.
Sutiyoso mengungkapkan bahwa pimpinan kelompok tersebut sudah empat tahun tidak bertemu dengan keluarganya. Hal ini juga yang membuat Din berinisiatif melanjutkan diskusi di rumah keluarga Din.
"Seluruh anggotanya ikut, kami konvoi, saya berbincang lagi sambil makan dan minum. Saya baca psikologis dia. Saya katakan perjuangan harus ada akhirnya, tidak bisa begini terus," kata Sutiyoso.
Dari hasil pertemuan tersebut, Sutiyoso menjelaskan kelompok tersebut bukanlah kelompok separatis yang ingin memisahkan Aceh dari NKRI. Mereka, lanjut Sutiyoso juga bukan perampok untuk mendanai kepentingannya.
Lebih lanjut, Sutiyoso mengatakan hasil dari diskusi panjang tersebut , Din menyampaikan beberapa tuntutan kepadanya untuk dapat dilaksanakan, di antaranya pemberian amnesti kepada anggotanya sebanyak 120 orang dan 30 orang yang sudah ditahan oleh pihak polisi.
Selanjutnya, menyantuni yatim piatu korban konflik, janda korban konflik, serta meminta kepada KPK untuk turun ke daerah-daerah tingkat II di Aceh, dan juga meminta supaya dalam pelaksanaan Pilkada di Aceh pada 2017 mendatang mesti menurunkan tim pengawas yang independen.
"Mereka kelompok kecewa pada elit GAM (Gerakan Aceh Merdeka) yang saat ini dapat posisi. Intinya itu. Saya bisa baca dari tuntutan dia," demikian Sutiyoso.
Penyerahan Senjata Kelompok Din Minimi Sempat Alot
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso menyatakan bahwa kelompok bersenjata Din Minimi di Nangroe Aceh Darussalam memiliki jaringan terstruktur. Kelompok tersebut memiliki badan intelijen serta penyuplai logistik.
"Dari 120 pasukan tempurnya, yang bisa menembak kurang lebih 40 orang, sepertiganya penyuplai logistik dari kampung-kampung. Dia juga punya intelijen yang disebar di kampung, jadi dia bisa baca pergerakan aparat," bebernya dalam jumpa pers di Bandara Halim Perdanakusumah, jakarta, Selasa (29/12).
Meski demikian, mantan panglima Komando Daerah Militer Jaya itu mengapresiasi keputusan Din Minimi dan anak buahnya yang berinisiatif menyerahkan senjata dan mengakhiri aksi gerilya.
"Saya katakan perjuangan harus ada akhirnya, tidak bisa begini terus. Tapi kalau tetap bawa senjata mereka akan dicari polisi. Kepatuhan anak buahnya luar biasa. Saya dapat dia (Din), anak buahnya juga. Tadi pagi, setelah apel saya minta dia jelaskan kepada anak buahnya apa yang dibicarakan semalam," jelas Sutiyoso.
Sebelumnya, Sutiyoso menemui kelompok Din Minimi untuk menyerahkan senjata dan kembali ke tengah masyarakat. Negosiasi membuahkan hasil dengan pengamanan sebanyak 15 pucuk senjata laras panjang dari kelompok tersebut.
"Saya hitung senjatanya ada 15. Saya akui ada yang alot menyerahkan senjata, ada yang sembunyi di balik pohon sampai akhirnya semua mau menyerahkan senjata. Semua sudah turun dari gunung, 120 orang plus 30 yang sudah ditahan," tutupnya.
Sumber : http://www.rmol.co/read/2015/12/30/229898/Kronologi-Pertemuan-Sutiyoso-Dengan-Din-Minimi-Di-Hutan-Aceh