![]() |
KRI Matjan Tutul (650) |
Ukuran memang terbilang kecil dilihat dari replikanya yang teronggok di Museum Satria Mandala, Jakarta. Tapi jangan sangka “nyali” kapal legendaris bernama KRI Matjan Tutul (650) itu sekecil ukuran standar-nya sebagai kapal patroli cepat.
Setidaknya dari replika di museum yang terletak di bilangan Jalan Gatot Subroto itu, khalayak sedikitnya juga akan mengingat heroisme Komodor Yosaphat “Yos” Sudarso, lebih dari setengah abad silam.
Ya, 54 tahun lalu atau tepatnya 15 Januari 1962, Komodor Sudarso menantang maut bersama 73 anak buahnya di Pertempuran Laut Aru, untuk mengonfrontir tiga kapal perang Belanda, Hr.Ms. Evertsen, Hr.Ms. Kortenaer dan Hr.Ms.Utrecht yang dibantu pesawat patroli maritim Lockheed P-2 Neptune.
Pada beberapa versi kisah sejarah, KRI Matjan Tutul 650 bersama dua kapal patroli cepat lainnya, KRI Matjan Kumbang 653 dan KRI Harimau 654 dikatakan tengah melindungi konvoi kapal pendaratan di Irian Barat. Sementara pada beberapa buku lain, disebutkan kapal itu hanya berpatroli.
Pertempuran Aru : Tuduhan Belanda & Bantahan Jenderal Ahmad Yani
Insiden (Laut) Aru. Begitu pihak Koninklijke Marine (Angkatan Laut Belanda) menyebut pertempuran malam di Laut Arafuru 15 Januari 54 tahun silam. Belanda menuduh insiden itu merupakan buntut dari upaya Indonesia untuk menginvasi Irian Barat yang saat itu masih dalam genggaman Belanda.
Ya, tahun 1962 saat itu Indonesia dan Belanda tengah “panas-panasnya” berseteru soal status Irian Barat. Disebutkan buku ‘Between the Tides’, Belanda kala itu masih punya sekira 7.500 personel pasukan. Indonesia pun merancang wacana untuk mendaratkan sejumlah personel dan relawan.
Upaya itu mendapat penghadangan dari sedikitnya tiga kapal perang Belanda, “Evertsen”, “Kortenaer”, dan “Utrecht” yang dibantu pesawat patroli Maritim Lockheed P-2 Neptune dalam peristiwa Pertempuran Laut Aru itu.
Jelas tiga kapal torpedo cepat macam KRI Matjan Tutul, KRI Matjan Kumbang dan KRI Harimau bukan lawan yang terbilang sebanding. Alhasil, pertempuran tak berimbang terjadi pada Senin malam, 15 Januari 1962, di mana dua kapal Indonesia berhasil meloloskan diri.
Sementara satu kapal lainnya, KRI Matjan Tutul yang membawa Wakil Panglima I ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia), Komodor Yosaphat “Yos” Sudarso, tewas tenggelam bersama 20 anak buahnya.
Terkait kabar itu, Kepala Staf KOTI (Komando Tertinggi) kala itu, Mayjen Ahmad Yani di Jakarta disebutkan sangat mencemaskan laporan yang belum diterimanya dengan lengkap tersebut.
Dalam buku ‘Profil Seorang Prajurit TNI’, Jenderal Yani tak bisa tidur semalaman, keluar-masuk kamar tidur, hingga akhirnya sebuah telefon berdering.
Dari laporan telefon itu, Jenderal Yani pun mengetahui dengan lengkap insiden yang menewaskan Komodor Yos Sudarso. Sidang tertutup pun digelar selama sekira satu seperempat jam.
Sementara satu kapal lainnya, KRI Matjan Tutul yang membawa Wakil Panglima I ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia), Komodor Yosaphat “Yos” Sudarso, tewas tenggelam bersama 20 anak buahnya.
Terkait kabar itu, Kepala Staf KOTI (Komando Tertinggi) kala itu, Mayjen Ahmad Yani di Jakarta disebutkan sangat mencemaskan laporan yang belum diterimanya dengan lengkap tersebut.
Dalam buku ‘Profil Seorang Prajurit TNI’, Jenderal Yani tak bisa tidur semalaman, keluar-masuk kamar tidur, hingga akhirnya sebuah telefon berdering.
Dari laporan telefon itu, Jenderal Yani pun mengetahui dengan lengkap insiden yang menewaskan Komodor Yos Sudarso. Sidang tertutup pun digelar selama sekira satu seperempat jam.
Pertempuran Aru : Reaksi PBB & Media Internasional
Semenjak Perang Dunia II usai, perseteruan Belanda-Indonesia jadi salah satu isu yang paling disoroti dunia. Kendati revolusi fisik (1945-1949) telah rampung pasca pengakuan kedaulatan Belanda pada 27 Desember 1949, friksi dua negara ini tak serta-merta menemui titik akhir.
Persoalannya terletak pada keras hatinya Presiden RI, Ir. Soekarno terkait status Irian Barat yang sejak 1949 sampai 1962, masih di tangan Belanda. Pertempuran laut di Arafuru (Aru) pun sempat terjadi.
Wakil Panglima Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI, kini TNI AL), Komodor Yosaphat “Yos” Sudarso turut jadi korban, tatkala Kapal Perusak “Evertsen” Belanda menenggelamkan KRI Matjan Tutul pada 15 Januari 54 tahun silam (1962).
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Media-media asing pun tak ketinggalan menyoriti insiden tersebut yang sempat mencuatkan tuduhan dari Belanda, disusul bantahan Kepala Staf KOTI (Komando Tertinggi) Mayjen Ahmad Yani, soal tudingan Indonesia ingin menginvasi Irian Barat.
Sebagaimana dinukil dari buku ‘Sukarno, Tentara, PKI: Segitiga Kekuasaan Sebelum Praharat Politik: 1961-1965’, Sekjen PBB saat itu, U Thant, kembali menyerukan pada Indonesia dan Belanda soal pencarian solusi damai soal sengketa Irian Barat.
“Saya mencemaskan soal kabar-kabar pers, soal insiden pertempuran kapal-kapal Angkatan Laut Belanda dan Indonesia di sekitar perairan Irian Barat,” ungkap U Thant.
Sementara, sejumlah media internasional juga tak kalah gencar memberitakan insiden tersebut. Radio Australia pada sehari pasca-insiden, memberitakan soal Kapal Perusak Belanda, “Evertsen” yang menawan 50 awak kapal KRI Matjan Tutul yang sempat berusaha menyelamatkan diri.
Radio dari “Negeri Kanguru” itu juga menyoroti soal siapa yang pertama melepaskan tembakan. Adapun media asing lainnya, AFP, menuliskan: “Kapal-kapal perang Belanda mulai menembaki formasi kapal-kapal perusak Indonesia di perairan teritorial Belanda yang beregerak ke arah pantai Selatan Irian Barat.
Sedangkan media internasional lainnya, Reutersdan DPA, “meng-cover” pernyataan Den Haag, di mana mereka menuding bahwa kapal-kapal Indonesia yang pertama kali melepas tembakan ke kapal perang Belanda.
Amerika Serikat (AS) sebagai salah satu kutub adi daya pada saat itu, turut mengkhawatirkan, bahwa jika negara-negara barat terus menekan Indonesia, negara yang dahulunya bernama Hindia-Belanda itu malah akan kian erat dengan blok timur – Uni Soviet.
Seperti dikutip dari buku ‘Between the Tides’, Presiden AS saat itu, John Fitzgerald Kennedy pun mengutus adiknya, Robert F. Kennedy ke Jakarta, untuk bertemu Presiden Soekarno, demi mencari solusi perseteruan Indonesia-Belanda.
Sumber : http://news.okezone.com/read/2016/01/15/18/1289055/pertempuran-aru-mengadu-nyali-di-kegelapan-malam