radarmiliter.com - Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Brigjen TNI Dadang Hendrayudha menyebut Indonesia telah ketinggalan jauh dengan negara lain terkait Komponen Cadangan (Komcad) untuk memperkuat pertahanan negara.
Di banding negara lain, kata dia, Indonesia yang sudah 75 tahun merdeka justru hingga saat ini belum memiliki komponen cadangan yang dia sebut sangat diperlukan.
"Jadi Komponen Cadangan itu kita sudah ketinggalan. 75 tahun kita merdeka kita tidak punya," kata Dadang Dalam Acara Rembug Nasional, Ngopi Daring Bela Negara yang disiarkan secara daring, Rabu (24/3).
Dia pun merinci negara-negara lain yang telah lebih dulu menyiapkan komponen cadangan. Bahkan kata dia, negara-negara besar seperti Amerika Serikat hingga China justru telah lebih dulu melatih komponen cadangan.
Mereka juga bahkan mengurangi Komponen Utama dalam hal ini prajurit negara demi menghemat anggaran. Hal itulah kata dia yang mestinya juga dilakukan Indonesia.
"Kita harus menyiapkan SDM, SDA, sebagai potensi pertahanan. Kita lihat perbandingannya," kata dia.
Misalnya, kata dia, China saat ini memiliki jumlah penduduk hingga hampir 1,5 miliar hanya memiliki sekitar 2 juta tentara aktif. Namun, sambungnya, China juga memiliki 800.00 orang tentara cadangan.
"Amerika Serikat yang jumlah penduduknya 334 (juta) tentara aktif itu 2.580.255. Tentara cadangannya hampir sama, 2.458.500 orang. Ini kira-kira perbandingan. Jadi kita sudah sangat ketinggalan," katanya.
"Singapura, tetangga kita, yang luas teritorialnya tidak lebih dari Jakarta, jumlah penduduknya hanya 6 juta, dia itu tentaranya hanya 60 ribu. Tetapi komponen cadangannya itu hampir seluruh masyarakat Singapura. Tujuannya apa? Kalau ada ancaman mereka sudah terorganisir, sudah terlatih," imbuhnya.
Kemenhan diketahui mulai melakukan perekrutan Komponen Cadangan yang pendaftarannya dilakukan di koramil-koramil setempat di Indonesia. Tak semua warga negara Indonesia bisa mengikuti program Komponen Cadangan (Komcad) yang dipastikan akan dibuka tahun ini. Program itu baru diperuntukkan bagi warga negara Indonesia dengan rentang usia 18 hingga 35 tahun.
Rekrutmen bakal dilakukan oleh negara dalam hal ini Kementerian Pertahanan, sementara pelatihan akan dilakukan oleh Mabes TNI.
Di satu sisi, keberadaan Komcad yang diatur lewat Perpres 8/2021 itu mendapat kritik dari kelompok sipil dan pemerhati HAM.
Direktur Imparsial, Al Araf meminta Kementerian Pertahanan yang kini dipimpin Prabowo Subianto fokus memberi pelatihan Komponen Cadangan untuk para Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Aparatur Sipil Negara (ASN). Pemerintah, lanjut dia, tidak perlu melibatkan masyarakat sipil dalam pelatihan militeristik berupa komponen cadangan itu.
Sementara itu, Komisioner Komnas HAM Bidang Pengkajian dan Penelitian, Sandrayati Moniaga menilai ada potensi pelanggaran HAM terkait pemberlakuan hukum militer terhadap masyarakat sipil yang mengikuti Komponen Cadangan TNI. Ketidakteraturan itu tercantum dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PSDN).
Salah satunya, kata Sandra, berkaitan dengan pemberlakuan hukum militer bagi masyarakat sipil yang tergabung dalam Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung. Menurutnya, meski telah bergabung dengan komponen cadangan, masyarakat tetap menyandang titel warga sipil, bukan bagian dari militer.
"Pidana bagi Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung Pertahanan Negara Pasal 46 UU PSDN menentukan bahwa terhadap komponen cadangan diberlakukan hukum militer, seharusnya tidak dapat diberlakukan demikian," kata Sandra saat menjadi pembicara dalam diskusi yang digelar Komnas HAM, Jumat (19/3).
Sumber : cnnindonesia.com