Sikap Indonesia Atas China Sesuai Hukum Laut Internasional - Radar Militer

24 Maret 2016

Sikap Indonesia Atas China Sesuai Hukum Laut Internasional

Peta Perairan Natuna
Peta Perairan Natuna

Sikap Indonesia atas pelanggaran kapal China Kway Fee 10078 yang diduga mencuri ikan (illegal fishing) di kawasan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan di landas kontinen sudah sesuai ketentuan hukum laut Internasional.
"Karena berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) negara Indonesia memiliki hak berdaulat atas laut teritorial dan ZEE," kata analis hukum internasional Universitas Airlangga, Intan I Soeparna, Kamis (24/3).
Saat diminta tanggapan atas insiden kapal penangkap ikan KM Kway Fey 10078 dan kapal coastguard atau keamanan laut milik China di kawasan perairan Natuna, Provinsi Kepualuan Riau, ia merinci alasan sikap tepat pemerintah Indonesia.
Menurut dia, berdasarkan pasal 73 UNCLOS Indonesia sebagai coastal state memiliki hak untuk mengekplorasi, ekploitasi, konservasi dan mengkontrol sumber daya alam pada wilayah ZEE.
Indonesia juga berhak untuk melakukan tindakan seperti boarding, inspeksi, penahanan dan melakukan proses hukum untuk menegakkan hukum penangkapan ikan yang sesuai dengan UNCLOS.
"Jadi, negara China seharusnya menghormati hukum yang berlaku, karena berdasarkan Pasal 58 UNCLOS, negara-negara lain harus menghormati dan melaksanakan aturan yang ditetapkan oleh Indonesia sebagai 'coastal state'," kata doktor lulusan Vrije Universiteit Brussel, Belgia itu.
Oleh karena itu, katanya menegaskan, tindakan yang dilakukan oleh kapal keamanan laut China yang berusaha menghalangi pihak Indonesia untuk mengamankan kapal Kway Fee adalah melanggar Pasal 58 dan 73 UNCLOS.
Ia juga menilai kapal keamanan laut China juga telah melakukan intervensi terhadap usaha Indonesia untuk melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan UNCLOS.
Sedangkan Indonesia, kata dia, dapat melakukan tindakan pengamanan dan penangkapan pada awak buah kapal (ABK) Kway Fee sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh Pasal 73 UNCLOS.
Yakni, para awak tersebut diamankan tetapi tidak untuk dipenjarakan atau dihukum, dan para awak Kway Fee harus dilepaskan dengan jaminan dari negara asal.
Dalam hal mengamankan ABK kapal Kway Fee, kata dia, Indonesia juga harus memberitahu negara China melalui atase atau kuasa usaha China di Indonesia.
Mengenai penabrakan yang dilakukan oleh kapal keamanan laut China, ia menyebut sebagai "termasuk tindakan yang dapat menimbulkan kesan bahwa China tidak memiliki itikad baik dalam menghormati UNCLOS".
"Sehingga protes keras yang dilayangkan oleh pemerintah Indonesia dapat dibenarkan," katanya.
Karena, kata dia, menurut hukum Internasional, itikad baik merupakan landasan utama dalam melaksanakan hukum internasional dan menghormati hukum dari negara-negara lain, termasuk "coastal state".
Intan melihat bahwa konflik Laut China Selatan memang menimbulkan hal yang sangat sensitif dalam hubungan internasional di wilayah laut.
"Sehingga Indonesia meskipun bukan negara pengklaim (claimant state) di Laut China Selatan, tetap harus berhati-hati dalam melaksanakan hak dan kewajibannya atas ZEE, agar kemudian tidak menimbulkan preseden buruk dalam upaya ikut menyelesaikan konflik Laut China Selatan," katanya.
Pemerintah RI Diminta Tegas Sikapi Intimidasi Kapal China
Anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Rofi Munawar mengatakan, China seharusnya mendukung usaha Indonesia yang sedang memerangi illegal fishing atau pencurian ikan.
Negara Tirai Bambu itu bukan justru sebaliknya mengintimidasi kapal pengawas perikanan Indonesia. Hal tersebut diungkapkan Rofi menanggapi aksi kapal penjaga pantai China di Laut Natuna belum lama ini.
"Ini menunjukkan China telah sering melanggar yuridiksi perairan Indonesia, pemerintah harus lebih tegas mengambil sikap atas hal ini," kata Rofi yang juga Ketua Bidang Industri dan Pembangunan (Inbang) Fraksi PKS ini dalam keterangan tertulisnya, Kamis (24/3/2016).
Menurut Anggota Komisi IV Bidang Perikanan dan Kelautan DPR ini, Pemerintah Indonesia memiliki landasan hukum yang kuat dengan adanya undang-undang perlindungan dan pemberdayaan nelayan, maupun hukum international United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) untuk menyampaikan keberatan atas kapal dari Negara China ini.
Menurut dia, pelanggaran China terhadap yuridiksi wilayah laut Indonesia tertuang dalam UNCLOS Pasal 19 ayat 1 terkait ancaman penggunaan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik negara pantai.
Selain itu, kata dia, kapal China juga telah melanggar Pasal 19 ayat 8 tentang Kegiatan Perikanan di Wilayah Negara Pantai Tanpa Izin. "Sehingga dalam hal ini China telah terbukti secara sengaja melakukan pengawalan terhadap aktivitas pencurian ikan di wilayah hukum Indonesia," ucapnya.
Dia menambahkan, sebagai sebuah negara berdaulat, Indonesia yang memiliki batas teritori dan pijakan yuridis sudah melakukan langkah yang tepat dengan menangkap kapal China karena melakukan kegiatan illegal fishing.
Diketahui, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Kapal Pengawas Hiu 001 telah mengamankan delapan Anak Buah Kapal (ABK) KM Kway Fey yang memasuki wilayah Perairan Natuna, Minggu 20 Maret 2016.
Namun, upaya penegakan hukum itu gagal karena tiba-tiba kapal coastguard China mendekat dan menabrak KM Kway Fey serta menarik kapal tersebut menjauh dari wilayah Indonesia.

Sumber : http://nasional.sindonews.com/read/1095395/14/pemerintah-ri-diminta-tegas-sikapi-intimidasi-kapal-china-1458785288

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

- Berkomentarlah yang sopan dan bijak sesuai isi artikel/ berita;
- Dilarang berkomentar SPAM, SARA, Politik, Provokasi dsb

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)