CATM AIM-132 ASRAAM Rudal |
Dalam latihan pertempuran udara, situasinya tentu saja harus dibuat dengan serealistik mungkin untuk dapat mencerminkan kondisi riil dan mendorong kemampuan pilot dan pesawatnya sampai ke titik maksimal. Namun beda dengan kondisi di darat yang bisa menggunakan peluru simulasi atau alat bidik laser dan sensor penangkapnya, pada jet tempur yang dipersenjatai rudal sehingga bisa menembak di luar sumbu pandang (non line of sight) sudah tentu dibutuhkan alat khusus.
Nah, dalam latihan bareng TNI AU dan AU Australia (RAAF) bersandi Elang Ausindo 2017, AU Australia menggunakan rudal CATM (Captive Air Training Missile) yang merupakan versi latih dari rudal AIM-132 ASRAAM (Advanced Short Range Air to Air Missile) buatan Matra Perancis dan British Aerospace Inggris, untuk coba menembak F-16 TNI AU sesuai dengan skenario dan program latihan yang telah disepakati bersama antar kedua belah pihak.
Rudal ASRAAM ini tak memiliki hulu ledak ataupun motor roket, akan tetapi masih memiliki sensor pemandu infra merah (IR) yang dapat digunakan untuk menjejak dan mengunci, dan menembak sasaran, dalam hal ini F-16 TNI AU, layaknya menggunakan AIM-132 ASRAAM yang sesungguhnya.
Dengan rudal simulasi semacam ini, simulasi dapat dilangsungkan dengan aman tanpa perlu beresiko minta korban jiwa dan pesawat tempur yang mahal harganya. Tembak-tembakan rudal pun bisa dilakukan dengan murah, tanpa perlu melepaskan rudal betulan yang harganya jutaan dolar.
Nah, kemudian tinggal kepiawaian pilot-pilot AU Australia dan TNI AU untuk saling beradu lincah dalam manuver di berbagai ketinggian, adu ilmu untuk menempatkan pesawat lawan di tengah-tengah HUD (Head Up Display) cukup lama agar bunyi kuncian positif terdengar yang menandakan pesawat lawan telah (disimulasikan) dihancurkan. Sudah tentu, hasil latihan semacam ini hanya akan jadi konsumsi terbatas dan hasilnya tidak akan diumumkan kepada publik.
Nah, mengenai AIM-132 ASRAAM sendiri merupakan rudal WVR (Within Visual Range) yang cukup langka, karena di kawasan hanya AU Australia yang mengoperasikannya. AIM-132 sebenarnya didesain sebagai program pengganti rudal AIM-9 Sidewinder dengan perjanjian AS akan membeli ASRAAM untuk rudal jarak dekat, dan gantinya negara Eropa Barat akan memborong AIM-120 Sidewinder yang dikembangkan oleh Amerika Serikat. Pada kenyataannya, ASRAAM hanya digunakan secara terbatas oleh Inggris, Australia, dan India
AIM-132 ASRAAM didesain sebagai rudal jarak pendek dengan kemampuan manuverabilitas sangat tinggi, termasuk berbelok dalam radius kecil dan berbalik arah menuju pesawat yang mengejar dari belakang. Proyek pengembangannya diwarnai drama keluarnya Jerman dari konsorsium sehingga Inggris jalan sendiri.
AIM-132 ASRAAM sendiri bentuknya sangat sederhana, seperti kelongsong roket yang panjang tanpa sirip-sirip kendali di kepala maupun di tengah badan rudal. Namun pada lubang pancar gasnya dipasang sejumlah nosel aktif yang bisa membelok-belokkan rudal dan bermanuver ekstrim. Penguncian sasaran pun bisa dilakukan secara off boresight, selama terhubung dengan helm pintar HMS (Helmet Mounted Sight).
Penguncian bisa dilakukan sampai jarak 90 derajat dari posisi pesawat peluncur, atau persis di sisi kiri atau kanan pesawat yang berguna kalau pesawat sasaran head on dengan pesawat tempur pembawa ASRAAM. Peluncuran bisa dilakukan setelah penguncian sasaran dilakukan, atau dilakukan sebelum sasaran terkunci. Jadi rudal meluncur duluan, kunci sasaran saat rudal melesat, dan hancurkan. Penguncian pasif dengan sensor IRS-T (Infra Red Scan and Track) seperti Pirate pada Eurofighter juga bisa dilakukan.
Hululedak fragmentasi pada AIM-132 ASRAAM akan dipantik oleh sumbu jarak (proximity) buatan Thorn-EMI yang jaraknya dibacakan oleh laser rangefinder. Hululedaknya akan menciptakan pecahan-pecahan logam berkecepatan tinggi yang bisa merusak kulit alumunium pesawat tempur. Dengan jarak efektif mencapai 50 kilometer, AIM-132 ASRAAM adalah rudal mematikan yang memberikan keunggulan jarak pada armada F/A-18 Hornet RAAF. (Aryo Nugroho)