Sempurnanya .300 Blackout, Standar Peluru Baru Pasukan Khusus Negara Barat - Radar Militer

21 Oktober 2017

Sempurnanya .300 Blackout, Standar Peluru Baru Pasukan Khusus Negara Barat

 .300 Blackout
 .300 Blackout 

‘Pertentangan’ besar antara SBR dan submachinegun yang berlangsung selama bertahun-tahun nampaknya akan berakhir dengan munculnya peluru .300BLK atau Blackout. Akurat, daya hancurnya besar, tapi mampu berbisik lembut saat diredam.
Tidak ada perdebatan yang lebih menarik dalam dunia senjata ringan dibandingkan dengan perdebatan mana yang lebih baik: Short Barelled Rifle (SBR) atau submachinegun? Tipikal perkembangan medan pertempuran militer memang masih didominasi oleh pertempuran jarak dekat, dalam ruang sempit, di bangunan dengan banyak titik buta, dan perlu taktik sendiri untuk menanganinya.
Sementara di dunia sipil-kepolisian, ternyata menemukan hal yang serupa. Penjahat semakin canggih dan sistematik, mampu membeli rompi anti peluru dengan level tinggi yang dengan mudah menangkis peluru berkecepatan rendah seperti peluru pistol, dan bahkan peluru senapan serbu. Dalam pendekatan tradisional, submachinegun seperti HK MP5, UMP, Uzi atau Colt M653 dengan peluru 9mm merupakan pilihan untuk tipikal operasi semacam ini.
Ketika ancamannya meningkat, banyak kesatuan khusus dan kepolisian yang kemudian beralih ke SBR, yaitu senapan serbu yang dipangkas larasnya menjadi tinggal 10,5-11.5 inci sehingga sangat ringkas, namun masih melontarkan proyektil kecepatan tinggi 5,56x45mm. HK G36C, Colt Commando, Mk18 Mod 0, SCAR-L short jatuh pada kelas ini.
Permasalahannya, peluru 5,56x45mm tidak didesain untuk dilontarkan oleh laras sependek itu. Sesuai riset Dr. Martin Fackler, Peluru 5,56x45mm adalah proyektil yang didesain untuk menyerpih sempurna di tubuh sasaran saat dilontarkan dari laras sepanjang 18 inci, pada jarak 100-300 meter dari sasaran.
Saat menggunakan peluru 5,56x45mm di SBR, timbul beberapa permasalahan, seperti sistem gas atau piston yang bekerja kurang optimal, akurasi yang melorot drastis, dan jarak efektif proyektil yang sangat berkurang. Yang paling berbahaya, terminal velocity dari proyektil ikut terjun bebas, dan saat menghantam sasaran yang sedang dipacu adrenalin tinggi, akan butuh beberapa butir peluru untuk menjatuhkannya.
Kelemahan lainnya, untuk tipikal operasi khusus dan klandestin, SBR terhitung sulit untuk diredam secara efektif untuk dapat mencapai tingkat kesenyapan seperti HK MP5SD (SchnellDampfer - berperedam). Untuk urusan yang satu ini, MP5SD memang harus diakui menjadi standar emas untuk sistem senjata yang berperedam, sehingga terus dipertahankan berbagai kesatuan khusus di dunia.
Nah, untuk mengatasi persoalan ini, bukan berarti pabrikan dan pengguna berdiam diri. Selama beberapa tahun, berbagai kesatuan khusus yang bekerjasama dan memberi masukan ke pabrik senjata meminta untuk dibuatkan peluru dan senjata khusus. Selama 10 tahun terakhir ada beberapa proyektil yang diperkenalkan.
Ada munisi 6,8mm SPC (Special Purpose Cartridge) buatan Remington yang bekerjasama dengan AMU (Army Marksman Unit) AD AS dalam program ERC (Enhanced Rifle Cartridge). Munisi 6.8 SPC khusus didesain untuk SBR yang digadang sempurna dan bahkan mampu mengalahkan daya penetrasi proyektil 7,62x39mm ComBloc. Pabrikan senjata Barrett mengeluarkan senapan serbu REC7 untuk mengakomodasi peluru baru tersebut, yang ternyata tidak disambut dengan hangat di pasaran.
Kemudian ada 6.5 Grendel yang didesain justru dari munisi Rusia 7,62x39mm yang dipadukan dengan proyektil baru berdiameter 6,5mm. Hasilnya adalah proyektil yang akurat, rendah hentakannya, tetapi membutuhkan banyak modifikasi dengan penggantian laras, kepala bolt, sistem gas, dan harus menggunakan magasen khusus yang berbeda dengan desain STANAG. Para pendukungnya mengatakan bahwa 6,5 Grendel sempurna dan mampu menjembatani antara peluru 5,56x45mm dan 7,62x51mm NATO dalam hal akurasi dan energi untuk menghantam sasaran.
Dari sejumlah alternatif yang ditawarkan tersebut, masing-masing kubu pendukung memang dapat menawarkan sisi kelebihan yang tidak dimiliki yang lain. Kompleksitas jadi bertambah ketika isunya melebar tidak hanya membahas soal SBR dan submachinegun. Kunci kesuksesan adopsi munisi tidak terletak pada pilihan di pasar sipil yang dalam industri senjata di AS memang menguntungkan, tetapi akan sangat tergantung pada pasar militer.
Kenapa? Karena banyak pemilik senjata di AS biasa menggunakan amunisi surplus militer yang murah, dan bahkan kalau perlu, melakukan isi ulang sendiri (reloading). Seberapapun canggihnya peluru dan proyektil, kalau harganya mahal dan jadi eksotis, maka jangan harap tingkat adopsinya akan tinggi. Pasar tentu akan selalu didorong oleh tingkat permintaan yang tersedia.
Persoalannya, satu peluru akan jadi sempurna, kalau dapat mendorong pihak Angkatan Bersenjata untuk mengadopsinya dan ini merupakan satu masalah besar. Tidak perlu bicara standarisasi NATO dulu, persoalannya adalah bagaimana meyakinkan militer AS untuk dapat pindah ke peluru baru. Buat militer, yang jadi persoalan utama justru bukan peluru, tetapi biaya yang harus mereka keluarkan untuk bermigrasi.
Tengok saja AD AS. Walaupun M16 dan M4 dituduh sebagai senjata yang tidak sempurna, AD AS pede saja memakainya. Program penggantian senapan tersebut yang sudah diinisiasi lebih dari tiga kali selama dua dekade tak kunjung membuahkan hasil. Selain biayanya mahal, tak terbayang logistik yang harus disiapkan bila AD AS harus menyiapkan senapan serbu baru dan peluru yang baru pula. Kunci keberhasilan dari peluru yang hendak digadang sebagai standar baru, adalah modifikasi yang dilakukan untuk senapan serbu yang akan menggunakan peluru baru tersebut harus seminimal mungkin.
Akhirnya, pada tahun 2012, pabrikan AAC (Advanced Armament Corporation) merilis hasil riset mereka dalam bentuk peluru 7,62x35mm, yang kemudian secara resmi didaftarkan ke SAAMI sebagai peluru .300 BLK (Blackout). Oleh AAC, .300BLK digadang memiliki energi setara dengan peluru 7,62x39mm, mampu menggunakan magasen STANAG NATO tanpa modifikasi dan tanpa mengurangi kapasitasnya yang sebanyak 30 butir peluru, mampu menggunakan bolt standar M16/M4/AR-15, bekerja baik dalam sistem direct gas impingement ataupun piston, dan sesenyap HK MP5SD saat diredam dengan peredam suara.
Bagaimana AAC melakukannya? Kesuksesan AAC tersebut ternyata berangkat dari hal yang sederhana: AAC menggunakan kelongsong standar 5,56mm dan memodifikasinya. Bagian sisi atas dari kelongsong 5,56mm dipotong sepanjang sepertiganya, yang artinya menghilangkan ‘leher’ kelongsong 5,56x45mm yang menyempit dan menjepit proyektil. Kemudian bagian atas dari kelongsong yang sudah dipotong tersebut dijepit dan ditekan lagi sehingga membentuk leher baru yang kemudian tinggal dikawinkan dengan proyektil 7,62mm.
Penggunaan kelongsong yang berangkat dari peluru 5,56x45mm ini tentu saja tidak akan membutuhkan bolt dan ekstraktor baru, karena diameter dan primer yang digunakan sama. Pengguna tinggal mengganti larasnya saja ke laras yang memiliki dimensi yang cocok untuk melontarkan peluru .300BLK ini. Untuk militer, inilah perubahan paling minim yang bisa dilakukan apabila AD AS memang ingin mencari senapan serbu yang lebih letal dibandingkan M16/M4, hanya butuh biaya untuk mengadakan laras dan peluru baru, tidak perlu sampai harus mengganti keseluruhan senjata.
Performa .300BLK, menurut orang yang mencoba, daya hentaknya relatif tidak berbeda dengan MP5SD. Dan saat diredam, suara yang dihasilkan tidak berbeda jauh walaupun menggunakan peluru .300BLK non subsonik. Kecepatan lesat yang dihasilkan mencapai 300 m/detik untuk peluru tipe 220grain. Untuk akurasi, dengan menggunakan senapan yang memiliki laras sepanjang 16 inci, proyektil .300BLK mampu mencatatkan grouping sebesar 0,8MOA, dari laras yang relatif tipis.
Bayangkan bila menggunakan laras Heavy Barrel dan bahkan Bull Barrel untuk senapan runduk, seperti apa potensi akurasi .300BLK dalam jarak pendek dan menengah. Energi yang dihasilkan pun optimal. Saat dites dengan blok gelatin, proyektil .300BLK yang dilontarkan dari laras 9 inci menyamai energi proyektil 5,56x45mm yang dilesatkan dari laras M4 sepanjang 14,5 inci.
Pabrikan pun Mengadopsi
Upaya AAC untuk menciptakan peluru .300BLK disambut dengan sangat antusias oleh berbagai pabrikan. Walaupun sejatinya .300BLK dapat digunakan di senapan otomatis standar 5,56x45mm dengan mengganti laras, pabrikan tetap menawarkan lini baru produknya dalam .300BLK. Lewis Machine & Tool (LM&T) menawarkan CQB103-300, AAC menawarkan MPW, Bushmaster menjual AAC 300 Blackout, Daniel Defense merilis DDM4ISR 300, semua produk tersebut berjenis senapan otomatis. Yang tampil beda adalah Remington, yang menawarkan senapan bolt action dari lini keluarga Remington 700 dengan model 700 SPS Tactical AAC-SD yang khusus mengadopsi peluru .300BLK dan menyasar kaum pria dan wanita yang gemar berburu.
Nah, terakhir yang beda sendiri adalah pabrikan SIG SAUER yang merilis platform MCX, senapan serbu dengan pattern M4/ AR-15 yang didesain bersifat modular dan dikembangkan untuk satu kesatuan khusus yang belum terungkap. MCX didesain untuk dapat diganti-ganti komponennya seperti laras, popor, sistem rel handguard, gagang, dalam waktu yang sangat singkat, dan didesain untuk dapat mengadopsi peredam suara integral. Jenis peluru yang ditawarkan adalah proyektil 5,56x45mm dan .300BLK- cukup dengan ganti laras saja. Senapan serbu canggih ini sudah dibeli oleh Korps Brimob Kepolisian Republik Indonesia. (Aryo Nugroho)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

- Berkomentarlah yang sopan dan bijak sesuai isi artikel/ berita;
- Dilarang berkomentar SPAM, SARA, Politik, Provokasi dsb