Opini : Sudah Perlukah Indonesia Memiliki Sistem Pertahanan Udara Jarak Jauh Sekelas S-400 Triumf? - Radar Militer

30 Mei 2018

Opini : Sudah Perlukah Indonesia Memiliki Sistem Pertahanan Udara Jarak Jauh Sekelas S-400 Triumf?

S-400 Triumf
S-400 Triumf 

Ketika Perang Teluk (1991) berkobar, pasukan koalisi pimpinan AS berhasil melumpuhkan kekuatan militer Irak melalui gempuran rudal-rudal jelajah BGM-109 Tomahawk yang diluncurkan dari kapal-kapal perang.
Demikian pula ketika pasukan Koalisi AS, Inggris, dan Perancis menggempur Suriah pada 14 April 2018 lalu.
Rudal-rudal jelajah jarak jauh yang ditembakkan dari kapal perang dan pesawat tempur berjatuhan di berbagai sasaran yang dituju.
Lepas dari itu, setiap peperangan yang berlangsung di berbagai negara seperti di Irak dan Suriah, sebenarnya selalu dianalisis oleh para pakar strategi TNI.
Hasil analisis itu kemudian dibahas dalam Rapat Pimpinan TNI (Rapim TNI) yang berlangsung setiap tahun.
Dalam Rapim itu, selain membahas peperangan terkini yang baru saja terjadi, juga selalu dibuat skenario, bagaimana seandainya Indonesia diserang dari negara lain.
Tak sekadar membuat skenario, anggota rapat juga membat simulasi berupa strategi dan taktik militer apa yang harusnya dilakukan.
Biasanya jawaban dari skenario hasil simulasi itu adalah, jika Indonesia harus berperang maka ‘jawabannya’ diwujudkan dalam bentuk latihan-latihan perang yang digelar TNI sepanjang tahun sesuai anggaran yang tersedia.
Pola latihan perang pasukan TNI biasanya selalu mengandaikan jika salah satu wilayah atau pulau Indonesia direbut musuh.
Sesuai skenario, pasukan TNI akan segera "diturunkan" untuk melancarkan serangan balik demi merebut kembali wilayah itu dan dipastikan menang.
Tapi bisa disimpulkan dalam setiap Rapim TNI, Indonesia jarang sekali mengandaikan jika salah satu wilayahnya suatu saat mendapat gempuran rudal jelajah musuh dan cara apa yang harus dilakukan untuk melawannya.
Pasalnya hingga kini Indonesia memang belum memiliki persenjataan perisai anti-rudal seperti yang dimiliki oleh Singapura, semacam MBDA Aster-30 buatan Prancis, Barak 1, dan Iron Dome buatan Israel. Indonesia memang baru-baru ini telah mengakusisi rudal pertahanan udara kelas menengah yakni NASAMS II untuk melindungi Ibu Kota Jakarta.
Pelajaran di Perang Teluk, Perang Suriah, dan juga peperangan di Afganistan menunjukkan bahwa negara yang tidak memiliki rudal sistem pertahanan udara untuk melawan rudal jelajah lawan pasti akan kewalahan ketika mendapat gempuran rudal apalagi dalam jumlah besar.
Pasalnya serangan menggunakan rudal merupakan penerapan peperangan modern, di mana pihak penyerang melakukan serangan dari jarak jauh ke target musuh dan tanpa terdektesi keberadaannya.
Jika pihak yang diserang tidak memiliki rudal untuk penangkal atau rudal sejenisnya, maka persenjataan dan pasukan yang terlatih di negara yang menjadi target gempuran rudal hanya akan menjadi korban tanpa bisa melakukan serangan balasan.
Oleh karena itu, seandainya saja Indonesia sampai digempur rudal jelajah oleh musuh, akan menjadi negara yang benar-benar tidak berdaya karena sama sekali tidak memiliki pertahanan anti-rudal.
Ketika Presiden Joko Widodo berkunjung ke Rusia pada bulan Mei 2016 dan bertemu dengan Presiden Vladimir Putin, ketertarikan Indonesia untuk memiliki persenjataan anti-rudal buatan Rusia sebenarnya sudah disampaikan.
Rudal yang ‘ditaksir’ Presiden Jokowi bahkan dari jenis yang tergolong mumpuni yakni S-300 dan S-400.
Khusus S-400 bahkan merupakan rudal pertahanan udara yang bisa digunakan untuk menghantam sasaran baik pesawat tempur maupun rudal jelajah lawan hingga jarak 400 km.
Apalagi jika jumlah peluncur dan rudalnya banyak, S-400 bahkan bisa digunakan untuk menghantam 40 sasaran sekaligus.
Hingga kini rudal S-400 juga merupakan rudal pertahanan udara yang paling disegani oleh AS dan sekutunya karena mampu merontokkan jet tempur musuh dengan mudah.
Oleh karena itu ketika Turki memutuskan untuk membeli rudal S-400 Triumf Rusia, AS yang selama ini sebenarnya enggan menjual jet tempur siluman F-35 ke Turki jadi kelabakan.
Pasalnya bila rudal pertahanan udara S-400 dimiliki Turki dikhawatirkan bisa merontokkan pesawat tempur siluman F-35 Israel.
Seandainya saja dalam Rapim TNI ancaman serangan rudal jelajah asing menjadi tantangan yang harus dijawab maka kepemilikan rudal pertahanan udara jarak jauh bagi Indonesia memang tidak bisa dielakkan untuk menjadi prioritas.
Apalagi Indonesia memiliki banyak pulau yang bisa digunakan untuk menjadi pangkalan rudal.
Jadi selain untuk kepentingan mempertahankan diri dalam upaya mengantisipasi peperangan modern, kepemilikan rudal pertahanan udara jarak jauh, detterent effeck Indonesia juga meningkat sekaligus. Pemikiran ini memang bertolak belakang dengan pernyataan Menhan di media yang berkata bahwa kita tidak punya musuh. "Kita Mau Perang dengan Siapa" bukankah lebih baik sedia payung sebelum hujan? Kita berdoa semoga anggaran pembeliannya tersedia. (Agustinus Winardi)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

- Berkomentarlah yang sopan dan bijak sesuai isi artikel/ berita;
- Dilarang berkomentar SPAM, SARA, Politik, Provokasi dsb

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)