![]() |
Su-35 |
Seperti diberitakan oleh VOA News (21/6), versi NDAA (National Defence Authorisation Act) milik Senat AS akhirnya disahkan hari ini. NDAA 2019 sendiri mengatur mengenai kebijakan pertahanan Amerika Serikat, tidak hanya bagi dirinya tapi juga ke negara lainnya.
Yang parah, versi NDAA 2019 milik Senat ini tidak memasukkan waiver atau "syarat dan ketentuan berlaku" yang bisa mengecualikan sebuah negara dari ancaman sanksi CAATSA (Countering America’s Adversaries Through Sanction Act).
Ini artinya, AS dalam berjualan alutsista ke negara lain mewajibkan bahwa negara itu haruslah setia kepada Amerika Serikat saja. Ini akan jadi masalah bagi Indonesia, India, Turki, dan negara-negara lain yang kebijakan pertahanannya menetapkan pengadaan berimbang dari Blok Barat maupun Timur.
Jika NDAA versi Senat ini yang akan dipakai, artinya Negara-negara itu tak punya pilihan selain memensiunkan alutsista made in Rusia jika ingin terus berhubungan dengan AS. Artinya selamat tinggal Su-30, Su-35, rudal S-400, dan alutsista canggih Rusia lainnya.
Situasinya sama seperti judul tulisan ini, AS itu sekedar salesman atau produsen alutsista, tapi kenapa jadi bisa mengatur-atur dengan siapa TNI dan Republik Indonesia boleh memilih alutsistanya, dan bahkan melarang-larang seperti seorang pacar posesif?
Apapun itu, Indonesia perlu mempertajam ujung tombak diplomasinya. Amerika Serikat-lah yang butuh Indonesia dan India, bukan sebaliknya. Artinya jika ikatan Negara-negara besar di Asia Pasifik kuat, kita bisa berbalik menyetir Amerika Serikat. Masalahnya, maukah Republik ini bersusah payah adu siasat diplomatik? (Aryo Nugroho)
Sumber : c.uctalks.ucweb.com/