![]() |
Sukhoi TNI AU |
Sebagai negara produsen pesawat, Rusia dan AS punya perbedaan yang mencolok, terutama dalam cara menjual jet-jet tempur produksinya.
Dalam menjual jet-jet tempurnya, Rusia biasanya tidak menjual secara paket dan tidak memberi pesan khusus terhadap negara-negara yang telah membeli jet-jet tempurnya.
Sedangkan AS ketika menjual jet-jet tempurnya selalu satu paket dengan persenjataan dan suku cadang sekaligus menyertakan pesan (perjanjian) khusus bagi negara pembeli.
Sanksi atau embargo biasanya akan dilakukan AS jika negara bersangkutan yang telah membeli jet-jet tempurnya menggunakannya tidak sesuai dengan perjanjian awal atau malah untuk menyerang negara sekutu AS.
Tapi cara menjual jet-jet tempur yang dilakukan Rusia bisa merugikan negara pembeli jika tidak memahami trik dagang ala Rusia yang sebenarnya penuh "akal-akalan" itu.
Pasalnya Rusia tidak menjual jet tempurnya secara paket, yakni tidak beserta suku cadang dan persenjataannya sekaligus.
Jadi pada tahap pertama, Rusia hanya akan menjual jet tempur tanpa suku cadang dan persenjataan.
Sedangkan untuk persenjataan bisa dibeli pada tahap kedua dan suku cadang dibeli pada tahap ketiga oleh negara konsumen.
Cara bisnis Rusia dalam menjual jet tempur, persenjataan, dan suku cadang sengaja dilakukan secara bertahap itu memang bertujuan khusus.
Yakni, agar masing-masing komponen mendapat keuntungan yang jelas pada setiap tahap penjualan.
Selain itu, Rusia kadang belum siap dengan persenjataan atau suku cadang yang harus disertakan dalam pembelian jet tempur.
Tapi negara pembeli sudah sangat ngotot untuk membawanya pulang.
Akibatnya negara pembeli hanya bisa membawa jet-jet tempur Rusia tanpa persenjataan dan suku cadang.
Jika sudah tiba pada tahap pembelian kedua atau ketiga untuk membeli persenjataan jet tempur Rusia tapi persediaan persenjataan tidak ada, negara pembeli rela menunggu atau bisa juga mengatasi dengan membuat persenjataan sendiri seperti bom yang dibuat oleh Indonesia yang sukses diuji coba.
Tapi jika tahap pembelian yang dilakukan untuk suku cadang dan persediaan suku cadang jet tempur bersangkutan sedang kosong, jet-jet tempur yang dibeli dari Rusia menjadi tidak bisa terbang alias untuk sementara harus di-grounded.
Tahap menghentikan sementara operasional jet-jet tempur yang dibeli dari Rusia sebenarnya bisa dilakukan tidak untuk semua jet tempur.
Pasalnya sebagian kecil jet tempur masih bisa terbang karena menggunakan penggantian komponen secara kanibal antara sesama jet tempur yang masih satu jenis.
Kasus ketiadaan suku cadang jet-jet tempur Rusia yang sedang kosong dan membuat negara pengguna menjadi seperti macan ompong yang saat ini sedang menimpa AU Malaysia (TUDM) dengan Sukhoi Su-30 MKM-nya.
Pasalnya pada 31 Juli 2018, seperti dikutip oleh media The Star Online, Menteri Pertahanan Malysia, Mohamad Sabu, menyatakan, sebanyak 28 jet tempur yang dibeli dari Rusia, hanya ada empat unit yang bisa terbang karena ketiadaan suku cadang.
Hingga saat ini AU Malaysia memiliki 18 jet tempur Sukhoi Su-30 MKM dan 10 jet tempur Mikoyan MiG-29.
Pengalaman buruk yang sedang dialami AU Malaysia ini jelas menjadi pelajaran berharga bagi TNI AU karena masih memiliki 16 jet tempur Sukhoi (Su-27/Su-30).
Artinya TNI AU harus sedia payung sebelum hujan, agar tidak jerjebak oleh trik dagang cara penjualan jet-jet tempur Rusia.
Yakni bisa melakukan pembeliaan persenjataan dan suku cadang Sukhoi dari Rusia tanpa menunggu jet-jet tempur mengalami masalah baik dari sisi persenjataan maupun suku cadangnya. (AW)
Sumber : http://intisari.grid.id