A400M |
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno membenarkan bahwa Indonesia mendapatkan tawaran dari Airbus terkait pesawat angkut berat militer A400M Atlas. Namun ia mengungkapkan, bahwa penawaran tersebut masih sangat dini sekali.
Sebelumnya, pasca perhelatan Singapore Airshow 2018 terdengar desas-desus bahwa pemerintah Indonesia berminat untuk membeli dua unit pesawat angkut tersebut dari Airbus. Rini pun telah beberapa kali meninjau pesawat tersebut.
Namun Rini menegaskan bahwa pemerintah Indonesia belum menyatakan minat untuk membeli pesawat tersebut. Hal tersebut dikatakan Rini usai meninjau pesawat Airbus A400M milik Angkatan Udara Perancis (Armée de l’Air) yang tengah bersandar di Apron Terminal Selatan Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Selasa (21/8/2018).
Menurutnya, pemerintah masih terus melakukan sejumlah pembicaraan lagi dengan Airbus terkait komitmen apa yang dapat diberikan pabrikan pesawat tersebut terhadap Indonesia.
“Kita sedang membicarakan dengan pihak Airbus, dengan PT Dirgantara Indonesia (PTDI), dengan Garuda Indonesia, dengan Angkatan Udara,” ungkap Rini.
Dibandingkan pesawat angkut militer yang dimiliki TNI Angkatan Udara (AU) saat ini, kapasitas muatan di dalam lambung (kabin) A400M jauh lebih besar, yakni 4 meter x 4 meter x 18 meter. Membawa muatan seberat 35 ton, pesawat ini mampu take off - landing di landasan hanya sepanjang 1000 meter dan lebar 45 meter. Bahkan, A400M sanggup beroperasi di landasan tak beraspal.
Spesifikasi pesawat ini sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pemerintah yang ingin memperpendek dan mempercepat jalur distribusi barang-barang kebutuhan pokok masyarakat yang ada di plosok-plosok Tanah Air, khususnya di wilayah timur Indonesia.
Karakteristik pesawat dengan kapasitas muatan yang besar seperti A400M, sejumlah BUMN (Pertamina, PLN, Bulog dan Semen Indonesia) dapat memanfaatkan pesawat ini untuk meningkatkan kapabilitas pengiriman logistik mereka secara cepat, tepat dan merata, karena dapat menjadi jembatan udara ke daerah yang terisolir secara langsung.
Dengan adanya pesawat angkut berat, Rini menyebutkan bahwa pihaknya akan merombak sistem distribusi yang selama ini menggunakan kapal. Ia menilai, sistem ini cukup menyulitkan dan membutuhkan waktu yang lama untuk mengantar logistik ke wilayah plosok Tanah Air. Menurutnya, hal ini menyebabkan terjadinya instabilitas perdagangan barang, fluktuasi harga dan bahkan inflasi.
Meski demikian, seorang pengamat penerbangan, Dudi Soedibyo mengatakan, jika pemerintah ingin mengakuisisi pesawat angkut berat militer besutan Airbus tersebut, tentu akan membutuhkan rentan waktu yang panjang. Sebab menurutnya pesawat ini belum memiliki versi sipil. Proses sertifikasi akan memakan waktu dan akan berdampak pada waktu pengirimannya ke Tanah Air.
Menurutnya lebih baik pemerintah mencoba untuk melirik pesawat C-130J Super Hercules pabrikan Lockheed Martin, karena jenis ini telah memiliki sertifikasi versi sipil. Dengan adanya minat dari TNI AU terhadap beberapa unit C-130J, akan ada keuntungan yang didapat pemerintah. Selain proses pengirimannya bisa lebih cepat, perawatannya pun akan lebih ringan dan murah ketimbang hanya membeli 1 atau 2 unit. 400M. (Ery)
Sumber : http://angkasareview.com