Rudal Tua S-200 Dubna, Adopsi Peluncur Jadul Fixed Erector yang Masih Bikin Israel Penasaran - Radar Militer

22 September 2018

Rudal Tua S-200 Dubna, Adopsi Peluncur Jadul Fixed Erector yang Masih Bikin Israel Penasaran

Rudal Tua S-200 Dubna
Rudal Tua S-200 Dubna 

Nama rudal hanud S-200 milik Suriah dalam satu tahun ini telah mendapat dua kali sorotan, pertama pada Februari 2018, diwartakan sebuah jet tempur F-16I Soufa milik Israel berhasil dirontokkan oleh rudal hanud jarak jauh peninggalan era Perang Dingin tersebut, kemudian yang terbaru, S-200 melakukan friendy fire pada pesawat angkut Ilysuhin Il-20 milik Rusia, 15 awaknya dilaporkan gugur dalam insiden tersebut.
Dalam peristiwa kedua, sebenarnya yang disasar adalah F-16 Israel yang tengah dalam manuver melakukan serangan darat di wilayah Suriah. Lepas dari ‘prestasinya,’ rudal tua yang dirilis perdana tahun 1967 ini memang menarik untuk disimak. Bagi kebanyakan orang tampilan dan sistem operasi S-200 mengingatkan pada rudal hanud SA-2, yang dahulu di dekade 60-an pernah jadi kebanggaan Kohanudnas untuk melindungi obyek vital di Jakarta.
Serupa dengan SA-2, dimensi dan bobot S-200 terbilang bongsor. Untuk memobilisasi satu rudal saja diperlukan satu unit rangkaian truk trailer khusus. Persisnya bobot S-200 yang disebut NATO sebagai SA-5 Gammon mencapai 7,1 ton. Semenetra SA-2 atau dalam kode Rusia disebut S-75 Dvina, bobotnya ‘hanya’ 2,3 ton. Dari dimensi S-200 punya panjang 10, 8 meter, sedangkan SA-2 yang dapat Anda lihat sosoknya di Museum Satria Mandala panjangnya 10,6 meter.
Dengan bobot yang masif karena mengejar aspek kecepatan dan jarak jangkau spektakuler, baik S-200 dan SA-2 tak seperti rudal hanud zaman kini, jangan bandingkan kedua rudal tua ini dengan desain peluncur S-300/S-400 dan rudal Patriot. S-200 dan SA-2 masih mengedepankan peluncur model jadul dengan fixed erector. Artinya bila sudah dipasang pada satu titik, maka relatif akan permanen di area tersebut, alias tidak mobile. Meski begitu, model rudal gambot ini bisa dipindahkan ke wilayah operasi lain dengan waktu penggelaran kurang lebih 7 sampai 24 jam.
Sekilas kisah tentang S-200 yang namanya mampu menyalip kondangnya S-400, mulai diterima Suriah pada Januari 1983. Menurut Wikipedia.org, Suriah mendapatkan dua baterai dengan komposisi 24 peluncur dari Rusia (Uni Soviet).
Fire control radar 5N62 yang mendukung satuan tembak rudal S-200.
Dengan bobot yang aduhai, untuk meluncurkan rudal ini dengan kecepatan awal yang memadai diperkukan booster. Persisnya S-200 dilengkapi empat booster dengan bahan bakar padat. Dengan sokongan utama dari dual-thrust liquid-fueled rocket motor, S-200 memang dapat melesat sampai kecepatan Mach 4 atau sekitar 2.500 meter per detik. Dengan membawa hulu ledak frag-HE seberat 217 kg, S-200 mampu mengejar sasaran sejauh 300 km.
Pola penghancuran pada sasaran menganut proximity and command fusing, sementara sistem kendali rudal mengadopsi semi-active radar homing seeker head. Karena dirancang untuk menghancurkan pesawat mata-mata yang terbang tinggi, S-200 dapat melesat sampai ketinggian 40.000 meter.
Lantaran sudah tergolong uzur, Rusia sejak lama sudah tak mengoperasikan S-200, dan menggantinya dengan S-300 dan S-400. Selain Suriah, S-200 saat ini masih dioperasikan oleh Myanmar, Polandia, Turkmenistan, Uzbekistan, India, Azerbaijan, Bulgaria, Algeria, Kazakhstan dan Korea Utara. Pamor S-200 di tahun 2017 juga sempat naik daun, setelah diberitakan berhasil ‘menyenggol’ F-35 Israel dan menjadikan jet tempur siluman tersebut rusak berat. Meski tentu saja klaim itu ditolak Israel dengan mengatakan F-35 mereka rusak karena menabrak burung. (Gilang Perdana)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

- Berkomentarlah yang sopan dan bijak sesuai isi artikel/ berita;
- Dilarang berkomentar SPAM, SARA, Politik, Provokasi dsb