Drone Copter Penghancur Tank |
Ada yang berdeda dari peran drone copter ini, wujudnya memang sebuah hexa copter biasa dengan enam unit vertical propeller. Namun rancangan drone berwarna hijau tua ini cukup mengerikan, pasalnya wahana yang disebut Rotary Wing UAV ini digadang mampu menghancurkan kendaraan tempur lapis baja ringan.
Persisnya alutsista yang masih berupa prototipe ini dirancang Politeknik Kodiklatad TNI AD guna membawa dan meluncurkan roket anti tank C90-CR buatan Instalaza SA, Spanyol. Dengan bobot 4,8 - 5 kg, roket anti tank yang juga diandalkan sebagai senjata anti perkubuan ini dapat dilepaskan dari ketinggian lewat panduan remote control. Dalam Bursa Litbang Pertahanan di Gedung Balitbang Kementerian Pertahanan, Pondok Labu, Jakarta Selata (28-29 Agustus 2018), pihak Kodiklatad menyebut bahwa gagasan dari drone ini untuk kebutuhan pasukan infanteri di masa depan. Roket C90-CR diketahui sebagai senjata anti tank sekali buang yang telah lama digunakan satuan elite TNI AD.
Persisnya drone copter ini berperan untuk menambah daya jangkau roket terhadap sasaran yang berada di luar daya jangkau kemampuan roket. Secara umum dengan hulu ledak tandem HE (High Explosive), C90-CR kaliber 90 mm punya jangkauan tembak hingga 300 meter untuk target bergerak. Sementara drone copter Kodiklatad ini dalam pengujian mampu terbang sampai jarak kendali seribu meter.
Untuk menunjang operasinya, drone copter ini dilengkapi stabilizer, GPS neo GLONASS, dan mision planner. Sementara bekal kameranya adalah jenis infra red wireless realtime. Untuk frekuensi pada receiver mengadopsi sky encrypt data dan flight control pix hawk 64 bit. Oleh pihak Kodiklatad disebut bahwa drone ini murni buatan sendiri, artinya dirakit sendiri dari beberapa komponen yang tersedia di pasar.
Namun untuk saat ini, pencapaian uji prototipe ini baru sebatas uji dinamis, seperti terbang manuver dengan membawa payload berupa dummy roket C90-CR. Menurut pihak Politeknik Kodiklatad, tahapan uji coba memang baru dibatasi pada performa drone saat membawa muatan yang menyerupai peluncur roket. Sementara untuk rencana uji daya tembak dengan roket yang sebenarnya, pihak Kodiklatad masih menunggu uji sertifikasi dari Dislitbang TNI AD.
Beberapa poin yang menjadi tantangan dalam pengembangan prototipe drone copter adalah pada kemampuan baterai, keamanan frekuensi, dan efek saat peluncuran roket itu sendiri. Dari aspek baterai, dengan kapasitas yang ada, drone copter maksimal dapat terbang selama 10 - 15 menit. Sementara dari frekuensi, yang digunakaan saat ini masih mengadopsi frekuensi standar, padahal dalam operasinya drone harus mampu terbang dengan bebas jamming. Yang terakhir, peluncuran roket kerap menimbulkan efek hentakan, selama belum ada uji coba penembakkan, maka belum diketahui akselerasi dari senjata hasil integrasi dua sistem ini. (Bayu Pamungkas)
Sumber : https://www.indomiliter.com/