Angkatan Laut dan Udara Amerika Serikat (AS) telah menyatukan upaya dan, kemungkinan, anggaran mereka untuk mengembangkan jaringan baru yang akan menghubungkan semua unit yang tersedia untuk dua cabang militer itu. Demikian yang diungkapkan Kepala Operasi Angkatan Laut AS Michael Gilday dalam pidatonya pada 5 Desember lalu.
![]() |
E-2D Hawkeye Angkatan Laut Amerika Serikat |
Teknologi ini akan memungkinkan unit-unit ini untuk saling berkomunikasi, berbagi data sensor, yaitu pada posisi, pergerakan, dan tindakan musuh potensial. Keandalan koneksi antara setiap unit terpisah akan dipastikan oleh platform tak berawak, seperti drone, pesawat E-2D Hawkeye, dan bahkan kapal-kapal prospektif, seperti yang disebut proyek Future Frigate.
"Saya pikir tantangan terbesar bagi kami adalah untuk bergabung dengan semua komando dan kontrol utama. Kami sedang membangun jaringan senjata, jaringan platform, dan jaringan node (perintah dan kontrol), tetapi kami tidak memiliki jaringan yang memadai, dan itu adalah bagian penting," kata Gilday seperti dikutip dari Sputnik, Minggu (8/12/2019).
Teknologi baru ini diharapkan memungkinkan AS untuk menyebar pasukannya sambil membuat pekerjaan intelijen dan pengintaian musuh lebih sulit. Terhubung melalui jaringan baru ini, bahkan pasukan AS yang tersebar akan dapat menanggapi serangan terhadap mereka dengan menggunakan persenjataan jarak jauh dan penargetan yang diaktifkan oleh jaringan ini.
Menurut Gilday, kebutuhan akan jaringan muncul karena perkembangan baru-baru ini pada militer China dan Rusia serta cara mereka beroperasi. Ia mencatat, arsitektur saat ini di militer AS tetap terkena kemampuan perang elektronik kedua negara.
Gilday menyamakan usaha baru itu dengan Proyek Manhattan yang terkenal yang memberi militer AS bom atom, menekankan urgensi proyek baru tersebut.
"Kami akan bekerja sama dengan pasukan kami dan, mungkin, garis anggaran kami bersama-sama, serta mulai bekerja menuju solusi bersama yang ditetapkan dengan cepat, dalam jenis 'Proyek Manhattan'. Karena kami membutuhkannya, ada celah serius yang harus ditutup," ujarnya.
Kepala Operasi Angkatan Laut AS itu mengatakan bahwa teknologi baru ini diharapkan siap antara 2033 dan 2035, tetapi mencatat bahwa akan lebih baik jika itu terjadi lebih awal.
AS telah menyebut baik Rusia dan China sebagai musuh "dekat" dalam konflik bersenjata di masa depan dan telah menyesuaikan upaya militernya, termasuk dalam hal mengembangkan persenjataan baru, sejak saat itu.
Selain mengembangkan senjata baru, AS telah secara aktif berpatroli di daerah dekat China, khususnya Laut Cina Selatan, dengan kedok misi navigasi, dan melakukan latihan militer di dekat perbatasan Rusia dengan sekutu NATO-nya. (Berlianto)
Sumber : https://www.sindonews.com/