Opini: Dipersimpangan Jalan - Radar Militer

04 April 2020

Opini: Dipersimpangan Jalan

radarmiliter.com - Belum lagi reda dan lega soal diguntingnya proses pengadaan jet tempur Sukhoi Su-35 karena tekanan Paman Sam, muncul lagi berita soal rencana pembatalan order 3 kapal selam Nagapasa Class batch 2. Lho kok bisa. Padahal sudah dievaluasi secara komprehensif sebelum dilanjut ke jilid dua.
Kali ini yang mengambil inisiatif untuk meninjau ulang proyek prestisius ini adalah kita sendiri. Seperti kita ketahui Indonesia sembilan tahun yang lalu melakukan pola kerjasama pembuatan 3 kapal selam U209-1400 dengan Korea Selatan melalui transfer teknologi.
KRI Alugoro - 405 (Nagapasa Class)
KRI Alugoro - 405 (Nagapasa Class) 
Seri asli U209-1200 adalah kapal selam buatan Jerman. Turki dan Korea Selatan sukses mendapatkan ilmu transfer teknologi dari Jerman. Kapal selam lawas kita KRI Cakra-401 dan KRI Nanggala-402 adalah jenis U209-1200 asli buatan Jerman tahun 1980.
Nah ketiga kapal selam Nagapasa Class itu sudah selesai pembuatannya. Dan April 2019 kembali dilakukan sign kerjasama pembuatan 3 kapal selam batch 2 bernilai US$ 1,2 milyar. Sekaligus melanjutkan program transfer teknologi. Lalu muncul berita dari media militer luar negeri dari Jane's.
Apa pasal. Cerita yang berkembang proyek yang juga dikenal dengan Changbogo Class ini tidak memuaskan User dari sisi performance dan endurance. Salah satu keandalan kapal selam adalah sunyi dan senyap. Nah tingkat senyap ini yang menjadi soal besar Nagapasa Class. Kapal selam kok berisik sih, begitulah bunyi keluhannya. Mudah terdeteksi.
Proyek pembangunan 3 kapal selam tahap I itu bernilai US$ 1 milyar. Indonesia mengirim seratusan insinyur ke Korea Selatan. Kita buat infrastruktur galangan kapal selam modern di PT PAL Surabaya. KRI Nagapasa-403 dan KRI Ardadedali-404 dibuat di Korsel. Kapal selam ketiga KRI Alugoro-405 dibangun di PT PAL. Selesai.
Semua berjalan dengan baik. Lalu mengapa tiba-tiba muncul kontroversi. Pertanyaannya kalau memang bermasalah di jilid I mengapa proyek jilid dua dilanjut. Dua Menhan sebelumnya yaitu Purnomo Yusgiantoro dan Ryamizard Ryacudu seirama jalannya dan melanjutkan proyek bergengsi ini. Lalu mengapa saat ini muncul evaluasi. Bagaimana dengan kualitas evaluasi sebelum ditandatangani kontrak batch 2.
Pembatalan kontrak tentu berimplikasi luas. Mulai dari soal denda, ilmu transfer teknologi belum selesai, investasi infrastruktur kapal selam sia-sia. Belum lagi ketersinggungan diplomatik. Juga kekecewaan sang guru yang sudah bertahun-tahun berinteraksi dengan muridnya. Murid pun pasti kecewa.
Pandangan kita mari cermati dulu secara seksama dan bijaksana. Ajak semua pemangku kepentingan bicara termasuk tim evaluasi terdahulu. Pihak Korea Selatan juga diajak bicara. Dan Korea Selatan juga punya hak publikasi untuk menjelaskan duduk perkaranya. Semua untuk obyektivitas penilaian.
Catatan kita ada tiga proyek strategis industri pertahanan kita yang bekerjasama dengan pihak luar. Dan ketiganya bermasalah. Proyek pengembangan jet tempur KFX/IFX dengan Korea Selatan macet di dua pertiga perjalanan. Proyek kapal perang PKR 10514 kerjasama alih teknologi dengan Belanda tersendat hanya sampai produksi dua kapal saja. Lalu Nagapasa jilid 2 tiba-tiba disapu mendung pekat.
Sesungguhnya jika ketiga proyek industri pertahanan (Inhan) yang bergengsi ini bisa diselesaikan, dalam lima tahun kedepan kita sudah menguasai teknologinya. Pertanyaannya mungkinkah Korsel berkhianat alias tidak mengajarkan transfer teknologi yang berkualitas. Atau Belanda yang setengah hati menuangkan ilmu PKR nya untuk ilmuwan kita.
Atau ada pihak-pihak yang tidak senang dengan program strategis ini. Jika kita sukses dengan tahapan transfer teknologi di ketiga proyek besar ini, luar biasa dampaknya. Kita sudah bisa mensuplai kebutuhan alutsista strategis meski komponen produksinya tetap harus kerjasama hitung-hitungan bisnis dengan pihak luar.
Solusi yang bisa disampaikan dalam pandangan kita teruskan saja Nagapasa jilid 2. Sejalan dengan itu buka lagi proyek kerjasama pembangunan kapal selam dengan Turki. Bukankah kita masih butuh minimal 12 kapal selam dalam program penguatan militer kita.
Sekarang sudah ada 5 kapal selam. Ditambah dengan kontrak 3 kapal selam Nagapasa Class batch 2. Baru ada 8 kapal selam. Kebutuhan 4 kapal selam bisa kerjasama dengan Turki yang juga satu perguruan U209. Jadi transfer teknologi dengan Korsel berlanjut dan dengan Turki dibuka lagi program yang sama. Bukankah materi kuliah dasarnya relatif sama, U209. (Arien Pan/Jagarin Pane) *
*) Penulis adalah pemerhati pertahanan dan alutsista TNI
Sumber : FP TSM

Bagikan artikel ini

1 komentar

  1. Sudahlah, mas.
    Saya kok kasian ya sama Njenengan yg nulis. Sy setuju dengan yg sampean tukis, dalam hati sy berucap : "kenapa kok harus batal ? Se-gawat itukah kesalahan mereka (Korsel), sampai harus dibatalkan ?".

    Tp,
    Kalau melihat proyek2 strategis dimasa lalu...
    Ah, pesimis aku, mas. pasti gagal juga tuh proyek. Dan apa yg sampean tulis, ngk akan didengarkan (alias sia-sia ae mas).
    Kecewa...

    BalasHapus

- Berkomentarlah yang sopan dan bijak sesuai isi artikel/ berita;
- Dilarang berkomentar SPAM, SARA, Politik, Provokasi dsb