radarmiliter.com - Pasukan pedukung pemerintah Libya yang diakui secara internasional merebut pangkalan udara strategis al-Watiya dari pasukan komandan timur Khalifa Haftar pada hari Senin (18/05), dalam apa yang bisa jadi perkembangan paling besar selama hampir setahun.
Pangkalan udara Al-Watiya, sekitar 125 km barat daya dari ibukota Tripoli, telah menjadi pijakan strategis yang penting bagi pasukan Haftar, yang melancarkan serangan untuk merebut Tripoli pada April 2019.
Rekaman yang diposting di media sosial menunjukkan pasukan Government of National Accord (GNA) mengemudi di landasan pacu tanpa hambatan.
![]() |
GNA Libya Hancurkan Pantsir |
Tidak ada komentar dari Libyan National Army (LNA) Haftar, meskipun sumber-sumber militer LNA mengkonfirmasi kepada Reuters bahwa mereka telah mundur setelah pangkalan itu dihujani dengan pemboman yang intensif.
Pasukan GNA juga memposting gambar yang mereka sebut sebagai sistem pertahanan udara Pantsir buatan Rusia di pangkalan tersebut, serta manual operasi dalam bahasa Arab.
Sementara itu, sebuah video terpisah yang beredar secara online dan di media Turki menunjukkan pesawat tak berawak Turki, yang mendukung GNA dari udara, menargetkan dan menghancurkan sistem pertahanan udara Pantsir saat sedang berada dijalan pada dini hari Senin.
Pasukan GNA mengatakan itu adalah Pantsir ketiga yang mereka hancurkan dalam dua hari terakhir. Video tidak dapat diverifikasi secara independen dan LNA dalam beberapa hari terakhir membantah setidaknya satu klaim GNA lain bahwa mereka telah menghancurkan Pantsir.
Claudia Gazzini, analis Libya untuk International Crisis Group, mengatakan bahwa kendali GNA terhadap al-Watiya akan secara efektif berarti "peningkatan penetrasi pengaruh Turki di Libya barat."
"Untuk GNA, tidak diragukan lagi memegang kendali atas al-Watiya akan menjadi sukses besar," katanya kepada Middle East Eye.
"Tapi kita juga bisa melihat ancaman atas potensi penggunaan Turki atas pangkalan seperti itu untuk konsolidasi otoritas jangka panjang. Hal ini adalah sesuatu yang mungkin membuat negara-negara tetangganya tidak nyaman."
"Itu juga berisiko memicu perang udara dengan para pendukung Haftar, yang tidak suka prospek Turki memegang kendali pangkalan itu," tambahnya, merujuk pada Uni Emirat Arab dan Mesir.
Gazzini menunjukkan bahwa setelah al-Watiya, benteng Haftar berikutnya yang berada di bawah ancaman dari GNA sekarang adalah Tarhouna dan Bani Walid.
Sejak digulingkannya penguasa lama Muammar Gaddafi pada 2011, Libya yang kaya minyak terperosok dalam konflik antara dua pemerintahan GNA yang bersaing di barat dan pemerintah yang didukung Haftar di timur.
LNA Hafar melancarkan serangan 13 bulan lalu untuk merebut Tripoli yang dikuasai GNA. Namun, hal itu terhenti meskipun ada dukungan dari Mesir, UEA dan Rusia.
GNA, sementara itu, secara material didukung oleh Turki. Pada bulan Januari, Ankara mengerahkan para penasihat (adviser), pejuang Suriah dan peralatan untuk membantu mempertahankan ibukota dan tampaknya telah membendung gelombang serangan Haftar.
Dukungan Turki dalam beberapa minggu terakhir menyebabkan GNA mampu memaksa LNA mundur, mendorongnya keluar dari serangkaian kota di barat Tripoli dan menempatkannya di bawah tekanan di benteng barat laut Tarhouna dan pangkalan udara al-Watiya.
Pasukan Haftar telah kehilangan Gharyan, pangkalan depan utama di selatan Tripoli, dalam pembalikan keadaan terbesarnya pada Juni 2019, tetapi masih terus mengendalikan Tarhouna, tenggara ibukota.
Pertempuran di dalam dan sekitar Tripoli telah menambah kondisi mengerikan bagi penduduk, yang telah mengalami pemadaman listrik dan pasokan air dalam waktu yang lama.
Menurut PBB, empat per lima korban sipil dalam tiga bulan pertama tahun 2020 disebabkan oleh LNA.(Angga Saja-TSM)
Sumber : middleeasteye.net