radarmiliter.com - Pengembangan pesawat R80 yang dirintis oleh Presiden ke-3 BJ Habibie melalui bendera swasta PT Regio Aviasi Industri (RAI) menyimpan mimpi besar di masa depan. Betapa tidak, proyek ini merupakan karya anak bangsa.
Direktur Utama PT Regio Aviasi Industri (RAI) Agung Nugroho, menjelaskan bahwa melalui R80, pihaknya ingin menciptakan iklim industri kedirgantaraan di Indonesia yang lebih baik. Keberlangsungan industri otomotif yang lebih dulu bergeliat, jadi contoh berharga.
![]() |
Pesawat R80 |
"Kalau untuk mobil kan (industrinya) relatif sudah ada, untuk airmotive kan belum. Dan kita tidak ingin airmotive itu jatuh ke masalah yang sama dengan industri otomotif," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (3/6/20).
Masalah yang ia maksud adalah minimnya merek-merek asli Indonesia. Menurutnya, industri otomotif terlalu mengedepankan produk produk asing.
Selama ini, Indonesia memang sudah mampu mengekspor kendaraan baik mobil maupun motor. Pabrik-pabrik bahan baku otomotif sampai perakitan banyak terbangun, namun masih didominasi merk asing.
"Tidak ada produk Indonesia meskipun secara manufaktur dibuat di Indonesia. Tapi bukan produk Indonesia. Kita kebagian sedikit rezekinya. Kalau aerospace nggak boleh begitu, rezekinya harus semaksimal mungkin yang untuk orang Indonesia, perusahaan Indonesia," tegasnya.
Mimpi itu bisa terwujud jika proyek R80 sudah mampu berproduksi. Kendati begitu, dia mengakui bahwa tidak mudah menjadikan industri dirgantara dalam negeri langsung melejit.
"Untuk membangun itu tidak mudah, butuh dukungan pemerintah. ibarat mau menanam padi harus ditanam dulu bibitnya, harus diselesaikan sampai kemudian tumbuh jadi padi, pindah masuk ke dalam penanaman padinya baru nanti bisa diakses, bisa dipanen," katanya.
Drone Tempur Vs R80 BJ Habibie, Mana Lebih Strategis?
Pengembangan drone canggih oleh pemerintah menggeser rencana pengembangan proyek pesawat 80 penumpang (R80) dalam proyek strategis nasional (PSN) 2020-2024. Drone tersebut yakni Medium Altitude Long Endurance (MALE) yang dikembangkan dengan kombatan atau tempur.
Sebelum mendapat slot tempat menjadi proyek strategis nasional (PSN), drone hanya dalam proyek riset nasional (PRN). Namun, setelah mengajukan kepada pemerintah, akhirnya drone yang lebih dipilih ketimbang pesawat R80.
Direktur Utama PT Regio Aviasi Industri (RAI) Agung Nugroho buka suara perihal pergeseran prioritas pemerintah itu. Menurutnya, pesawat berbasis angkutan transportasi lebih memiliki prospek jangka panjang.
"Industri pesawat transport itu adalah penyumbang terbesar untuk revenue-nya adalah lebih besar dari manapun. Makanya orang berlomba-lomba membangun kemampuan di dalam industri pesawat transport bukan fighter," katanya kepada CNBC Indonesia, Rabu (3/6/20).
Adapun drone MALE yang masuk kategori pesawat kombatan, dari sisi ekonomi punya nilai lebih rendah. Biaya pengadaannya pun tak bisa dibilang murah.
"Kalau fighter itu tidak punya nilai ekonominya. Itu nilai pertahanan tapi negara bayar itu lebih mahal. Tidak semua mampu untuk can afford (mampu menjangkau)," katanya.
Ia bisa menjelaskan bahwa R80 dibuat bukan untuk mengisi interest pribadi, meski proyek ini diinisiasi oleh Habibie. Pertimbangan utamanya adalah demi menggairahkan industri pesawat dalam negeri.
"Itu adalah ajakan dari Pak Habibie untuk membangun industri pesawat terbang di mana ujung tombaknya adalah R80. Ini dibuat karena industri pesawat terbang yang ada tidak bisa melakukan pengembangan sebesar itu. Jadi mumpung Pak Habibie waktu itu masih sugeng itu mendorong adanya dukungan swasta," katanya. (Muhammad Choirul Anwar)
Sumber : cnbcindonesia.com