Hankam : Mengapa Generasi Muda Papua Semakin Terbuka Tuntut Merdeka? - Radar Militer

11 Januari 2016

Hankam : Mengapa Generasi Muda Papua Semakin Terbuka Tuntut Merdeka?

Separatis
Separatis

Sekretariat Komite Nasional Papua Barat (KNPB) berada di dalam kompleks Perumnas 3 Asrama Putera Universitas Cenderawasih unit 6,Jayapura, Papua. Untuk mencapai sekretariat KNPB, harus naik tangga dua kali karena lahannya berbukit-bukti. Posisinya di pojok. "Vietnam Field" satu grafiti di tembok yang menjadi pembatas dengan rumah-rumah lainnya.
Pintu dicat dengan Bintang Kejora dan peta Papua. Sejumlah pria berusia sekitar 25-35 tahun duduk di teras sekretariat. "Biasanya jurnalis tidak mau datang ke sini kalau mau wawancara, mereka minta di tempat lain. Mereka takut distigma pendukung Papua Merdeka,"kata juru bicara KNPB, Bozoka Logo, 15 Desember 2015.
Bozoka merupakan generasi muda Papua yang lahir pada tahun 90-an. Bersama anak-anak muda yang tergabung dalam KNPB, mereka menyakini masuknya Papua ke Indonesia adalah hasil ketidakjujuran yang dilakukan Indonesia, Belanda, dan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada saat pelaksanaan penentuan pendapat rakyat (Pepera) 1969 yang diawali dengan operasi Trikora tahun 1961.
Untuk itu, kata Bozoka, satu-satunya jalan untuk memberikan keadilan bagi orang Papua adalah melakukan referendum. Apapun hasilnya, KNPB akan menerimanya sebagai hasil demokrasi yang bersifat final. "Intinya secara demokrasi itu yang legal," tegasnya.
Ketegasan sikap Bozoka ini merupakan salah satu indikator generasi muda Papua semakin kritis dan berani. Bozoka mengklaim KNPB punya perwakilan hampir di semua daerah di Papua. Mereka secara aktif melakukan pendidikan politik kepada anggotanya. Struktur organisasinya hingga ke unit terkecil yakni anggota keluarga asli Papua.
Menurut Koordinator Jaringan Damai Papua, Neles Tebay, rasa percaya diri generasi muda Papua untuk menuntut kemerdekaan Papua semakin menguat setelah diplomasi intens yang dilakukan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) membuahkan pengakuan dari pemimpin negara-negara Pasifik (Melanesian Spearhead Group-MSG).
ULMWP diterima secara resmi sebagai anggota MSG dengan status pengamat tahun lalu. MSG beranggotakan antara lain Papua Nugini, Vanuatu, Kepulauan Solomon, dan Fiji.
ULMWP merupakan organisasi payung yang lahir lewat pertemuan yang dihadiri para pemimpin organisasi perjuangan di antaranya Negara Federal Republik Papua Barat, West Papua National Coalition for Liberation dan Parliament National West Papua di Saralana, Port Vila, Vanuatu, pada 30 November hingga 6 Desember 2014. Pertemuan yang difasilitasi oleh pemerintah Vanuatu, menghasilkan satu deklarasi yang disebut Deklarasi Saralana.
Para motor penggerak lahirnya ULMWP adalah generasi kelahiran 1970-80an yang merasakan sendiri berbagai peristiwa kekerasan selama puluhan tahun yang dilakukan oleh aparat keamanan untuk memberangus gerakan separatis di Papua. Mereka juga mengecap pendidikan yang baik sehingga muncul kesadaran untuk menggali sejarah masuknya Papua di Indonesia.
Neles Tebay menjelaskan, ketika ULMWP mendapat pengakuan dari MSG organisasi ini mirip seperti ASEAN aksi demonstrasi besar-besaran digelar di semua wilayah Papua. "Demo satu hari penuh," kata Neles kepada Tempo 19 Desember 2015.
Bahkan demonstrasi ini menjalar ke luar Papua seperti Yogyakarta, Manado, Makassar, dan Bali. Mereka yang berdemo mayoritas anak-anak Papua yang lahir di tahun 1990-an. Ini fakta yang menunjukkan generasi muda Papua bangkit kesadarannya atas sejarah masa lalunya. Setelah itu semakin menurun rasa tidak percaya mereka kepada niat baik pemerintah Indonesia untuk mengatasi akar masalah Papua yang sudah 54 tahun lamanya tanpa penyelesaian.
"Ketidakpercayaan masyarakat Papua terhadap Indonesia sudah di titik nadir," kata Rektor STFT Fajar Timur Abepura.
Penggiat HAM Pegunungan Tengah Papua, Theo Hesegem mengatakan, persentase keinginan rakyat asli Papua untuk berpisah dari Indonesia mencapai 70-80 persen. Pemicu utama munculnya sikap ini adalah praktek pelanggaran HAM yang terjadi selama 54 tahun terakhir, tepatnya sejak Papua berintegrasi ke wilayah Indonesia.
Adapun soal ULMWP yang dianggap pendorong meningkatnya rasa percaya diri warga Papua, Theo sambil tersenyum mengatakan, selama ini pemerintah Indonesia menganggap ULMWP biasa saja. Tak ada dampak besar."Sewaktu-waktu hal biasa bisa jadi hal luar biasa," kata Theo.
Setelah begitu banyak upaya yang dilakukan pemerintah agar Papua tetap dalam wilayah Indonesia, menurut Neles Tebay, cara yang dianggap efektif adalah menggelar dialog dengan melibatkan semua pihak yang mendukung gerakan pembebasan Papua. Sehingga semua pihak dapat mendengarkan langsung dari mereka yang pro-kemerdekaan Papua termasuk tuntutan mereka. Setelah itu, melakukan negosiasi untuk menemukan solusi terbaik.
Jangan Terkecoh, Ini Tentara OPM Murni, Binaan dan Pesanan
Aksi kekerasan di Papua kerap dikaitkan dengan Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM). Aparat TNI terus berupaya mendekati TPN-OPM agar mengakhiri perjuangannya dengan menggunakan senjata untuk melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ada yang bersedia turun gunung dan mendukung NKRI, ada pula yang menolaknya dan menutup diri rapat-rapat. Ada juga yang dijuluki TPN- OPM warna-warni yang tidak jelas wujudnya namun dipakai untuk menguras uang negara.
Bagaimana pemetaan TPN-OPM sebenarnya saat ini? Seberapa besar sebenarnya kekuatan TPN-OPM?
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas) HAM wilayah Papua, Fritz Ramande kepada penulis pada 24 Desember 2015 menjelaskan, struktur TPN-OPM ada dua :
1. TPN-OPM berdasarkan letak wilayah yakni pegunungan dan pantai.
2. TPN-OPM yang berafiliasi dengan negara federasi (Tentara Nasional Papua Barat)
Untuk wilayah pegunungan, menurut Fritz, saat ini TPN-OPM dipimpin oleh Goliath Tabuni. Goliath mengambilalih kepemimpinan Kelik Kwalik yang tewas dibunuh pada 16 Desember 2009. Di wilayah ini, begitu banyak sel yang tidak bisa dikendalikan oleh Goliath. “Siapa yang punya senjata, dia langsung klaim panglima dan lakukan operasi sendiri-sendiri,” kata Fritz yang melakukan penelitian khusus tentang pemetaan TPN-OPM di Papua.
Tujuan operasi oleh sel-sel TPN-OPM ini, adalah motif ekonomi dan balas dendam terhadap aparat TNI dan polisi. Sedangkan untuk motif ekonomi, misalnya mengerjakan proyek-proyek pembangunan jalan dan angkutan.
Struktur organisasi TPN-OPM terbaik , kata Fritz, dilakukan oleh panglima TPN-OPM wilayah pantai sampai dengan pegunungan, Richard Yoweni. “Wilayah Richard lebih luas dari Goliath yang hanya di pegunungan, dari Jayapura, kota-kota di pantai-pantai hingga pegunungan, ” ujarnya.
Struktur organisasi TPN-OPM Richard Yoweni rapi, tertib, dan gerakannya lebih pada diplomasi politik. Penggunaan senjata jarangan dilakukan. Namun, akhir tahun 2015, Richard meninggal karena usia tua dan sakit. Meski sudah meninggal, kata Fritz, penggantinya sudah dipersiapkan sehingga organisasinya tetap solid. Anggota TPN-OPM pimpinan Richard sekitar 1.000 orang.
Adapun TPN-OPM yang berafiliasi dengan Tentara Nasional Papua Barat di bawah komando Ferdinando Worabai. TPN-OPM Ferdinando berkedudukan di Teluk Cenderawasih. Jumlah anggotanya jauh lebih kecil dibandingkan TPN-OPM Gholiat Tabuni dan Richard Yoweni.
Nah, ada satu lagi TPN-OPM binaan aparat keamanan. Mereka tidak lagi bergerilya di hutan. Mereka kelompok kepentingan yang digunakan untuk melakukan pengkondisian untuk kepentingan politik tertentu, suksesi kepala daerah, dan untuk kepentingan aparat keamanan.
Bagaimana dengan Panglima TPN-OPM Lambert Pekikir yang tinggal di Kabupaten Keerom? Lambert, ujar Fritz, mendeklarasikan diri sebagai koordinator TPN-OPM wilayah perbatasan. Pada tahun 2010, digelar pertemuan antara Lambert dengan Komnas HAM, gereja, dan pemerintah daerah , sehingga Lambert mengubah perjuangannya dari perjuangan bersenjata dengan bergerilya di hutan menjadi perjuangan damai. Pertemuan ini menghasilkan Deklarasi Keerom Damai untuk mengakhiri konflik di wilayah perbatasan.
“Belakangan, memang harus diakui ada satuan Kopassus yang melakukan komunikasi dengan Pak Lambert. Saya tahu dia berkomunikasi dengan Kopassus pada tahun 2012. Dia kemudian dibawa ke Jakarta,” ujarnya.
Semua TPN-OPM melakukan pendidikan dan pelatihan militer kepada anggotanya. Untuk TPN-OPM Richard Yoweni, pelatihan terakhir kali dilakukan pada tahun 2009 . Latihan militer dilakukan di sekitar Teluk Cenderawasih, Jayapura, dan pegunungan di Manokwari, Papua Barat.
Setelah mengikuti pelatihan, Fritz menjelaskan, mereka kembali ke masyarakat. Mereka juga mendapat kartu anggota.
Bagaimana mereka mendanai pelatihan? Dari penelitian yang dilakukan Fritz, sejumlah pejabat dan pengusaha. “Dukungan mereka tidak besar tapi langgeng,” katanya. Seorang staf pemerintah daerahd Kabupaten Tolikara mengaku, pernah dimintai dana untuk membantu kegiatan TPN-OPM wilayah pegunungan. “Mereka datang ke rumah saya. Saya bantu Rp 1 juta,” ujarnya kepada penulis. Ia memberikan bantuan dana ke TPN-OPM sebagai dukungan atas perjuangan mereka. Meski saat ini, ia mengaku tidak lagi aktif menjadi donator.
Penggiat Hak Asasi Manusia (HAM) Pegunungan Tengah Papua, Theo Hesegem, ada tiga jenis TPN-OPM yang eksis saat ini di Papua. Pertama, TPN-OPM yang berjuang secara murni untuk memerdekakan Papua, yakni TPN-OPM Goliath Tabuni , Richard Yoweni, dan Mathias Wenda.
Jenis kedua, TPN-OPM yang menyerahkan diri kepada aparat TNI dan polisi dan kemudian mendukung Negara Kesatuan Indonesia. Setelah menyerahkan diri, mereka biasanya diberi uang, proyek. “Ini TPN-OPM yang merusak negara ini,” kata Theo kepada penulis di Wamena, 10 Desember 2015.
Penyerahan diri sejumlah anggota TPN-OPM yang mengklaim anak buah Goliath Tabuni di Kabupaten Puncak Jaya, pada November 2015, kata Theo adalah contoh dari TPN-OPM jenis kedua. Menurut Theo, pemerintah menipu masyarakat dan negara karena membuat pernyataan “anak buah Goliath turun. Padahal, mereka bukan anak buah Goliath.
“Goliath orangnya keras. Tidak mungkin menyerahkan diri. Kok orang seperti itu gampang menyerahkan diri. Itu gila,” kata Theo tertawa.
Jenis terakhir, TPN-OPM warna-warni. Anggotanya tidak jelas, tidak jelas wilayah operasinya. Mereka beroperasi sesuai pesanan dan memiliki kerja sama yang baik dengan intelijen Indonesia. Sejauh ini Theo belum tahu pasti apa saja yang mereka kerja samakan dengan intelijen.
Ada Simbol Kopassus di Rumah Panglima TPN-OPM Lambert Pekikir
Suara seorang wanita berbicara di telepon. “Ibu sudah sampai mana. Jadi siang ini ke rumah , tahu jalannya?” kata wanita itu kepada penulis, Rabu, 16 Desember 2015. Butuh waktu sedikitnya 2 jam dari Jayapura menuju distrik Arso, Kabupaten Keerom, Provinsi Papua.
Keerom merupakan kabupaten yang berbatasan langsung dengan wilayah Papua Nugini. Di kawasan ini tinggal satu panglima Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM) Lambert Pekikir, usianya berkisar 60 tahun.
Jalan yang menghubungkan Jayapura - Keerom mulus, hampir tak ada kubangan lumpur atau aspal yang terkelupas. Sisi kanan dan kiri jalan nampak hutan belantara dan perkebunan sawit, dan semakin mendekati Arso dipenuhi tanaman pisang.
Sepanjang jalan hanya beberapa kendaraan yang melintas. Sepi. penulis menghitung sekitar enam pos penjagaan aparat TNI berada di sisi dan kanan jalan. Aparat TNI berjaga-jaga dari posnya yang dibangun di tempat yang lebih tinggi dari jalan. Beberapa aparat nampak duduk sambil menyeruput minuman.
Rumah Lambert Pekikir, tak jauh dari jalan lintas kabupaten. Tepatnya di Kampung Workwana, Distrik Arso. Beberapa pria tampak sibuk membangun rumah dan memperbaiki saluran air pemilik rumah. Sedikitnya empat rumah berdiri di atas tanah.
Seorang perempuan mengenakan daster batik Papua tanpa lengan muncul dari satu rumah. Dia tersenyum dan mengajak penulis masuk ke rumah yang disebutnya rumah anaknya. Di dalam seorang bocah perempuan sedang bermain.”Ini anak bungsu mama. Mama istri Pak Lambert. Mama tadi yang telepon,” ujar Rosalia Maniger, 40 tahun.
Dalam keseharian warga Papua menyapa perempuan dewasa sebagai “mama” sebagai sapaan hormat. Rosalia menjelaskan, suaminya sudah beberapa hari memilih masuk hutan. Lambert beralasan dirinya tak mau dimintai pendapat oleh siapapun terkait dengan hasil pemilihan kepala daerah serentak di Papua. “Bapak sering jadi tempat meminta pendapat oleh mereka yang mau pilkada, Bapak tidak mau lagi,” ujarnya.
Di dinding rumah , ada beberapa foto Lambert di ruang tamu . Satu di antaranya Lambert berfoto bersama sejumlah orang dengan dilatari gedung Sarwo Edhie di markas Kopassus, Cijantung, Jakarta Timur. Simbol Kopassus berupa pisau kecil dan simbol Pancasila dipajang di dinding rumah keluarga Lambert Pekikir. Rosalina hanya tersenyum ketika memperhatikan foto-foto tersebut.
Rosalia irit bicara tentang sepak terjang suaminya setelah berhasil didekati Kopassus untuk kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut seorang perwira intelijen Kopassus yang bertugas di Papua, Lambert dibawa berkunjung ke markas besar pasukan elit itu pada tahun 2013.
“Kita yakinkan dia untuk kembali ke NKRI. Lagipula usia sudah tua, , tentu tidak kuat lagi tinggal di dalam hutan. Kita bantulah asalkan dia dukung NKRI,” kata perwira intelijen Kopassus itu kepada wartawan.
Sejumlah pemimpin TPN-OPM yang bertahun-tahun menentang Indonesia, ujarnya, kini berbalik mendukung NKRI. TNI, ujarnya, mengubah pendekatan di Papua dari operasi militer ke pendekatan kesejahteraan seperti membangun rumah keluarga TPN-OPM, membangun infrastruktur, dan bantuan penyediaan sembako, dan kesehatan.
Namun pendekatan kesejahteraan, belum sepenuhnya mampu mengajak turun para panglima TPN-OPM yang bergerilya di hutan-hutan di Papua hingga perbatasan. Panglima TPN-OPM wilayah Puncak Jaya, Gholiat Tabuni sampai saat ini memilih menutup komunikasi dengan pemerintah Indonesia. Panglima TPN-OPM yang disegani oleh panglima TPN-OPM lainnya, Richard Joweni hingga akhir hayatnya menolak berkompromi dengan pemerintah Indonesia.
“Struktur komando TPN-OPM terbaik dibawa pimpinan Richard Joweni, “ kata Ketua Komnas HAM perwakilan Papua, Fritz Ramande kepada wartawan. Dan, pilihan Lambert , ujarnya, diduga lebih pada latar belakang faktor usia dan ekonomi . Dan, Lambert diyakini memilihnya dengan kesadaran penuh.

Sumber : http://nasional.tempo.co/read/news/2016/01/09/078734566/mengapa-generasi-muda-papua-semakin-terbuka-tuntut-merdeka

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

- Berkomentarlah yang sopan dan bijak sesuai isi artikel/ berita;
- Dilarang berkomentar SPAM, SARA, Politik, Provokasi dsb

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)