![]() |
Jet Tempur Lockheed Martin Corp F-22 |
Sebuah komite kongres AS berencana untuk meminta Angkatan Udara AS untuk menilai biaya dan kelayakan untuk memulai kembali produksi jet tempur Lockheed Martin Corp F-22 dalam menghadapi ancaman keamanan yang lebih besar di seluruh dunia.
Jet siluman tersebut secara resmi mulai beroperasi pada Desember 2005, tapi Menteri Pertahanan Robert Gates membatalkan program pada tahun 2009 di tengah upaya untuk mengontrol pengeluaran Pentagon dan mengarahkan departemen pertahanan AS menuju perang yang kemudian dijalani oleh pesawat tersebut.
Hanya 187 jet tempur berteknologi tinggi siluman tersebut diproduksi, sekitar seperempat dari 749 yang semula direncanakan. Pesawat terakhir diserahkan kepada Angkatan Udara Amerika Serikat pada tahun 2012.
Pada porsinya dari Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional (National Defense Authorization Act - NDAA), House Armed Services Subcommittee on Tactical Air and Land Forces memasukkan ketentuan untuk memerintahkan menteri Angkatan Udara AS untuk melakukan studi komprehensif mengenai biaya melanjutkan produksi F-22.
Anggota Kongres Mike Turner, ketua subkomite, mengatakan pemulaian kembali produksi harus dipertimbangkan karena adanya ancaman terhadap superioritas udara AS.
"Karena musuh kita mulai mampu mengurangi kesenjangan teknologi, dan meningkatnya permintaan dari sekutu dan mitra terhadap pesawat multirole berkinerja tinggi,untuk menghadapi ancaman keamanan global yang berkembang dan semakin memburuk, komite percaya bahwa prospek pemulaian kembali production line F-22 layak untuk dieksplorasi lebih lanjut," kata Turner dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu (20/04).
Komite meminta laporan pada 1 Januari 2017. Pertimbangan NDAA, undang0undang kebijakan pertahanan tahunan, masih dalam tahap awal. RUU pertahanan harus disetujui oleh House Armed Services Committee, DPR dan Senat AS sebelum ditandatangani oleh presiden.
Keputusan Gates untuk menghentikan produkasi jet tempur F-22 memicu kritik dari beberapa anggota parlemen, tapi akhirnya didukung oleh Kongres. Anggota parlemen berpendapat bahwa studi oleh Angkatan Udara AS telah menunjukkan bahwa militer AS membutuhkan lebih banyak pesawat tempur high-end untuk siap menghadapi konflik dengan negara-negara besar lainnya.
Empat pesawat F-22 terakhir yang diproduksi harganya masing-masing sekitar $ 150 juta.
Pada bulan Agustus tahun lalu, Amerika Serikat mengatakan akan mengerahkan pesawat tempur F-22 ke Eropa sebagai bagian dari upaya yang lebih luas untuk mendukung negara Eropa timur anggota aliansi NATO yang khawatir setelah kejadian intervensi Rusia di Ukraina.
Angkatan Udara AS juga telah menggunakan pesawat tersebut untuk melakukan serangan terhadap IS.
Sumber : http://reuters.com/