Sukhoi Su-35 Super Flanker |
Demam Sukhoi Su-35 Super Flanker ibarat mencapai anti klimaks, setelah beberapa kali mengalami penundaan penandatanganan kontrak, publik pendukung Su-35 di Tanah Air lantas berharap banyak pada kunjungan Kenegaraan Presiden Jokowi ke Rusia (18-20 Mei 2016). Dalam pertemuan dengan Presiden Vladimir Putin, memang disinggung mengenai kerjasama militer dan pertahanan, tapi sayangnya tidak ada pembicaraan secara khusus terkait pembelian paket Su-35.
Hal tersebut dinyatakan oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi,“Presiden Joko Widodo bersama Presiden Vladimir Putin tidak melakukan pembicaraan khusus tentang rencana pembelian jet tempur Sukhoi Su-35.Kemarin kita bicara mengenai masalah kerja sama pertahanan dalam konteks lebih luas, tidak hanya mengenai masalah pembelian alutsista, tapi hal-hal lain terkait ToT, pengembangan sumber daya manusia dan lain-lain,” ujar Retno saat ditemui usai pertemuan bisnis di Radisson Blu Hotel, Sochi, dikutip dari Antarajatim.com(19/5/2016).
Kabar yang berhebus sebelumnya menyebut Presiden Jokowi akan menyaksikan penandatanganan pembelian 8 – 10 unit Su-35 saat berada di Rusia. Sejak September 2015, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu telah memutuskan untuk membeli Su-35 sebagai pengganti jet tempur F-5 E/F Tiger II Skadron 14 TNI AU. Berlanjut pada Februari 2016, Menhan Ryamizard menyebut lebih detail bahwa yang dibeli sejumlah 10 unit Su-35. Awalnya jadwal penandatanganan (MoU) pembelian Su-35 dijawalkan pada bulan Maret 2016, lalu bergeser ke bulan April 2016.
ada akhir April lalu bahkan Menhan Ryamizard telah bertandang ke Moskow. Dalam kunjungan tersebut, pihak Kementerian Pertahanan Rusia mengklaim bahwa Menhan Indonesia dan Menhan Rusia Jenderal Sergei Shoigu sepakat, kedua negara bakal menandatangani perjanjian pengadaan Su-35 bulan Mei mendatang. Pemerintah Indonesia bakal mengikutsertakan industri utama dalam negeri ke Moskow untuk merundingkan soal kontrak pemesanan Su-35 ini.
Dan setelah telah terendus sebelum keberangkatan Presiden Jokowi ke Rusia, muncul kabar bahwa belum tentu ada pengumuman tentang pembelian Sukhoi Su-35. Seperti dilihat pada kabar terkini, nyatanya memang belum terjadi penadatanganan terkait Su-35 untuk Indonesia.
Maju mundurnya kesepakatan pembelian Su-35 disinyalir disebabkan beberapa faktor, diantaranya belum ada deal terkait detail ToT (Transfer of Technology) dan adopsi perangkat datalink untuk interoperability Su-35 dengan standar alutsista TNI yang mengacu ke NATO. Spesifikasi kustom dari Indonesia dipastikan juga akan menambah biaya dan waktu delivery time yang lebih lama. Seandainya terjadi MoU pada bulan lalu, pesanan dua unit perdana Su-35 untuk Indonesia baru dapat dipenuhi pada tahun 2018. Ini terkait pabrikan KnAAPO yang kebanjiran order Su-35 untuk pesanan AU Rusia dan AU China.
Untuk memperlancar kerjasama pertahanan antara Indonesia dan Rusia, pada September 2015, Kremlin telah menguncurkan pinjaman luar negeri senilai US$3 miliar untuk membantu pembelian alutsista dari Rusia. Sebagian dari paket pinjamana tersebut telah digunakan untuk proses pengadaan IFV (Infantry Fighting Vehicle) BMP-3F Korps Marinir TNI AL, helikopter Mil Mi-17 V5 dan helikopter tempur Mi-35P.
Lantas yang jadi pertanyaan, bagaimana dengan kelanjutan pengadaan Su-35 yang telah diputuskan Menhan? Apakah bakal berlanjut, atau masih butuh waktu untuk negosiasi? Jawabannya tentu berpulang pada keputusan Menhan dan Presiden. Disaat yang bersamaan, Saab dengan Gripen NG (E) dan Lockheed Martin dengan F-16 Viper juga tak kalah bersemangat untuk mengajukan penawaran ke pemerintah Indonesia. Bahkan, saat kunjungan Presiden Jokowi ke Rusia kemarin, di belahan Eropa yang lain, Saab justru tampil percaya diri dengan melakukan rollout jet multirole Gripen NG (Next Generation) atau Gripen E dari kota Linköping, Swedia.
Dengan belum berlangsungnya penandatanganan kontrak pembelian Su-35, apakah Pemerintah RI bakal membuka tender pengadaan jet tempur pengganti F-5 E/F secara terbuka? Ataukah tetap pada skema penunjukkan langsung seperti pada Su-35? Mari kita lihat perkembangan selanjutnya, kita semua berharap Indonesia dapat memperoleh jet tempur yang tepat dan terbaik, tidak hanya mengandalkan daya letalitas, tapi juga harus mampu dioperasikan secara maksimal.
Sumber : TSM/IM