Berpikir Dengan Kepala Dingin : Adu Spek Calon Heli VVIP AW101 vs EC725 - Radar Militer

25 Juni 2016

Berpikir Dengan Kepala Dingin : Adu Spek Calon Heli VVIP AW101 vs EC725

Agusta Westland AW101
Agusta Westland AW101

Tentu masih segar dalam ingatan pembaca, saga kisah ‘pertempuran’ hebat dalam rangka memperebutkan tahta helikopter Kepresidenan RI. Hasil akhirnya masih belum diputuskan, tetapi publik sudah larut dalam euforia mengenai kebanggaan produk dalam negeri, sentimen nasionalisme, dan pokoknya cinta produksi Indonesia. Ditambah dengan kipasan opini tertentu, jadilah TNI AU sebagai pihak yang mengajukan AW101 sebagai bulan-bulanan pencitraan negatif. Padahal kalau hanya soal siapa mewakili siapa, Agusta Westland di Indonesia sendiri sudah memiliki fasilitas perakitan helikopter melalui kerjasama dengan PT Indopelita Aircraft Services, anak perusahaan Pelita Air Service yang merupakan anak perusahaan yang dimiliki oleh Pertamina dengan kata lain, sebenarnya juga menjadi bagian dari Badan Usaha Milik Negara, dengan kekayaan perusahaan yang dipisahkan.
PT Indopelita sudah diberikan kepercayaan untuk merakit AW139 yang digunakan oleh Basarnas, sekaligus menjadi perwakilan Finmeccanica untuk melakukan perawatan berkala atas AW139 tersebut. Dari skala produksi, PT IAS memang baru menjalankan jasa MRO (Maintenance, Repair, Overhaul), tetapi tentu saja rencana bisnis perusahaan bisa berkembang sesuai prospek bisnis, tak menutup kemungkinan bisa membesar sampai ke skala pabrikasi komponen, dan selanjutnya lagi. Dan justru dengan hanya dengan menghadirkan pesaing, sebuah bisnis dan industri dapat berjalan dengan sehat dalam iklim kompetisi. Toh apabila perusahaan sehat dan untung, pemerintah sebagai pemilik akhir yang akan diuntungkan bukan?
Nah, soal kemampuan, proyek AW101 diawali dengan proyek berkode WG.34, helikopter baru ini diproyeksikan akan menggunakan tiga mesin, satu hal yang diluar kebiasaan untuk helikopter yang bermain di kelas angkut sedang. Dengan lebih banyak tenaga yang disediakan, helikopter ini mampu terbang lebih jauh dan lebih lama. Proyek WG.34 kemudian ditangani oleh konsorsium EH Industries Limited, yang sahamnya dimiliki oleh kedua perusahaan tersebut. Mock up desain pertama ditampilkan pada pameran Paris Air Show 1985, namun proses desain sampai purwarupa membutuhkan waktu yang amat lama.
Sebagai helikopter yang didesain dari nol, AW101 mengaplikasikan banyak sekali material baru untuk materi pembuatannya. Bahan-bahan ringan namun kuat seperti campuran antara alumunium dan lithium dipergunakan untuk menyusun fuselage, termasuk didalamnya pelapisan serat karbon dengan kevlar dan nomex yang tahan api dan tahan hantaman peluru. AW101 juga menawarkan fleksibilitas penggunaan mesin, entah mau memilih Rolls Royce/ Turbomeca RTM322 atau mesin yang sudah teruji di medan tempur seperti General Electric CT7. Tiga mesin tersebut pada gilirannya memutar lima bilah baling-baling berbahan komposit dari bahan nomex dan rohacell yang disusun dengan bentuk honeycomb dan memiliki pangkal dan ujung dari bahan titanium untuk mencegahnya hancur karena impak tembakan. Desain bilah baru ini meningkatkan efisiensi sampai 30% dibandingkan dengan bilah konvensional berukuran serupa. Pabrikan menjamin setiap bilah baling-baling minimal akan memiliki batasan umur 10.000 jam terbang.
Dari segi kemampuan, AW101 dengan tiga mesin mampu menempuh jarak terbang sampai 1.390km hanya dengan mengandalkan bahan bakar internalnya. Apabila diperlukan, AW101 dapat dipasangi aerial refuelling probe untuk membawanya terbang semakin jauh lagi. Diawaki oleh dua orang kru (atau plus orang ketiga sebagai juru tembak/ crew chief), AW101 mampu menampung bobot seberat 3 ton. Pilot dan kopilot dimanjakan dengan lima MFD yang tersusun sebaris, memudahkan untuk dilihat dan diamati. Ukuran kabinnya sebesar 28m3 yang lega membuatnya mampu menampung kendaraan seperti Land Cruiser, atau sampai 40 penumpang tanpa perlengkapan, atau 27 prajurit dengan perlengkapan tempur. Untuk konfigurasi VIP, jelas sangat nyaman sekali, penumpangnya dapat berdiri tegak di dalam kabin helikopter laksana berada di dalam pesawat terbang. Bandingkan dengan EC725 dimana penumpangnya harus membungkuk, dan kabinnya makin belakang makin sempit.
Yang menyenangkan, walaupun dimensinya gambot, tetapi desainer AW101 sudah memikirkan agar helikopter ini dapat dikirimkan dengan pesawat angkut sekelas C-17 Globemaster III. Baling-baling AW101 dan tail boomnya dapat dilipat untuk memberikan ruang seringkas mungkin dalam pengirimannya. AW101 ditawarkan dalam berbagai paket konfigurasi, mulai dari CSAR/ pasukan khusus, Anti Surface Warfare (ASuW) dengan konsol misi dan radar permukaan yang mampu mencari dengan cakupan 360O, dan perangkat FLIR untuk mencari sasaran di kegelapan malam. Sebagai penggebuk tersedia wiring dan cantelan untuk rudal anti kapal permukaan seperti Penguin. Sementara untuk operasi anti kapal selam, AW101 mampu melakukannya dengan tambahan bekal penabur sonobuoys dan sonar tarik. Untuk fungsi pengamatan atas medan pertempuran, AW101 mampu melakukannya dengan paket ASAC (Airborne Surveillance & Control) yang menambahkan kemampuan datalink standar NATO dan pengoperasian dengan dua mesin. Inggris mengadopsi AW101 dengan kode Merlin.
Soal fasilitas dalam keadaan darurat, apa yang ada di EC725 juga sebenarnya ada di AW101. Kalau PTDI membanggakan pelampung untuk pendaratan di air, AW101 juga bisa dipasangi Emergency Flotation Device. Dalam kenyataannya, H225 (versi sipil dari EC725) justru kerap gagal melakukan pendaratan darurat, seperti ditemui dalam kasus kecelakaan helikopter jenis ini di Laut Utara yang telah menewaskan lebih dari 10 orang. Reuters bahkan memberitakan bahwa kontrak helikopter pengganti Super Puma RSAF sampai ditunda akibat kecelakaan terakhir H225 di Laut Utara yang menyebabkan otoritas penerbangan sipil Inggris, Norwegia, dan EASA melarang H225 terbang sampai investigasi selesai.
AW101 tak lepas dari kasus kecelakaan tentu saja, tetapi dari kasus celaka yang tercatat, seperti Merlin H3 milik RAF yang mendarat dengan keras di US Navy El Centro Training Facility, California, hanya menyebabkan cedera ringan pada 3 awak dari 12 penumpang di helikopter. Dari delapan kasus kecelakaan, tercatat hanya empat korban gugur. Penulis bukan bermaksud membandingkan, tetapi rekor keselamatan yang baik juga menentukan kualitas sebuah produk, termasuk di dalamnya helikopter, apalagi kalau menyangkut helikopter untuk VVIP. Soal kemampuan bertahan dengan satu mesin tidak berfungsi, AW101 jelas lebih baik karena mesinnya tiga. Nah, sekarang masalahnya, dengan tiga mesin, siapkah TNI AU mengoperasikan AW101? Selain konsumsi bahan bakar akan lebih tinggi dari Super Puma dan Caracal, sudah tentu biaya perawatannya juga akan relatif lebih besar. Jadi, anda pilih yang mana? (Aryo Nugroho)
Sumber : http://indomil.com/berpikir-dengan-kepala-dingin-adu-spek-calon-heli-vvip-aw101-vs-ec725/

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

- Berkomentarlah yang sopan dan bijak sesuai isi artikel/ berita;
- Dilarang berkomentar SPAM, SARA, Politik, Provokasi dsb