Tank Leopard Revolution |
Sadar sesadar-sadarnya, Jerman tentu tidak tinggal diam melihat Rusia muncul dengan Main Battle Tank generasi terbarunya, T-14 Armata dan T-90MS. Sejumlah rencana sudah disiapkan untuk menjegal teknologi terbaru dari Blok Timur tersebut.
Dalam jangka panjang, Jerman sesungguhnya sudah bermaksud mengembangkan suatu teknologi MBT (Main Battle Tank) generasi baru untuk menggantikan armada Leopard 2A6/2A6M yang saat ini tulang punggung lapis baja Jerman. Bekerjasama dengan Perancis, Jerman meluncurkan program Main Ground Combat System (MGCS) untuk menggantikan Leopard 2 dan AMX-56 Leclerc. Kerjasama Jerman-Perancis dalam rancang bangun tank bukan yang pertama, karena MBT Leopard 1 dan AMX-30 adalah hasil kolaborasi (yang gagal) di antara keduanya.
Nah, permasalahannya, MGCS sendiri didapuk untuk jangka panjang, diperkirakan mulai diproduksi pada 2030. Pengembangannya pun akan dibagi dalam beberapa fase. Permasalahannya, Rusia sudah bangga memamerkan generasi ranpur barunya dalam dua tahun terakhir. Kalau mengikuti cetak biru MGCS, bisa-bisa Eropa Barat tidak punya jawaban atas teknologi Rusia, apalagi akhir-akhir ini Rusia cenderung agresif dalam mengkonter setiap kebijakan NATO.
Akhirnya pada fase pertama diputuskan bahwa fokus untuk pengembangan MGCS akan dipusatkan pada dua riset: meriam baru tanpa ulir (smoothbore) kaliber 130mm untuk menggantikan 120mm, dan meriam 120mm baru untuk diretrofit ke sejumlah Leopard 2A4 milik AD Jerman yang tersisa, menggantikan meriam L/44.
Keputusan mengadopsi meriam 130mm boleh dikata cukup mengejutkan, mengingat negara Eropa Barat seperti Jerman, Swiss, bahkan Amerika Serikat getol menguji meriam 140mm berkode NPzK pada pertengahan 1980-an. Namun dibatalkan karena bobot meriam yang terlalu berat untuk tank dan sulitnya mengisi ulang meriam dengan sistem manual.
Dalam pameran bergengsi Eurosatory 2016, yang sedang berlangsung saat ini, Rheinmetall Waffe & Munition akhirnya membuka selubung meriam penjagal Armata. Meriam tersebut masih kinyis-kinyis, karena demonstrator pertama baru selesai pada Mei 2016 dan langsung diboyong untuk pameran.
Meriam 130mm ini memiliki kaliber L/51 dengan bobot laras mencapai 1.400 kg. Bandingkan dengan meriam L/44 pada Leopard 2A4 yang bobotnya 1.190 kg, atau L/55 yang mencapai 1.374 kg. Bobot dengan breech dan mantlet serta sistem peredam kejutnya mencapai 3.000 kg. Fitur yang dipastikan ada adalah peningkatan pada volume kamar peluru dan lapisan krom di dalam laras serta di chamber.
Metode penutupan kamar peluru masih menggunakan slide vertikal ke atas untuk menghemat tempat. Uniknya, Rheinmetall masih percaya diri untuk tidak memasang peredam hentakan (muzzle brake) pada meriam 130mm ini.
Sistem pengisian peluru untuk meriam 130mm L/51 masih menggunakan metode manual, artinya tidak banyak ubahan untuk awak dari MBT Leopard 2. Yang jelas, tekanan dan daya penetrasi amunisi 130mm bisa meningkat sampai 50% dibandingkan amunisi 120mm. Dari sisi dimensi panjang amunisi 130mm hanya 15% lebih panjang dari amunisi 120mm, jadi tidak banyak kapasitas penyimpanan amunisi yang harus dikorbankan.
Rheinmetall sejauh ini sudah menyiapkan amunisi ABM (Air Bursting Munition) untuk menangani sasaran infanteri dan kendaraan berkulit lunak, serta amunisi APFSDS (Armor Piercing Fin Stabilised Discarding Sabot) yang dengan daya penetrasi dan mesiu baru diperkirakan cukup untuk berlaga menandingi T-14, setidaknya sampai MGCS bisa direalisasikan.
Rheinmetall menargetkan bahwa akan ada pasar yang cukup untuk program retrofit Leopard 2 milik AD Jerman ataupun negara lain sesama pengguna seperti Polandia, Singapura, dan tentu saja Indonesia. Penulis memperkirakan pekerjaan yang dibutuhkan untuk melakukan upgunning dari 120mm ke 130mm akan membutuhkan sistem turret drive baru untuk mengakomodasi bobot meriam yang naik. Sementara ubahan internal diusahakan seminimal mungkin karena dimensi amunisi yang hanya sedikit berubah. (Aryo Nugroho)
Sumber : http://angkasa.co.id/info/militer/angkatan-darat/ini-dia-meriam-penjagal-mbt-armata/