Ketegangan di Natuna, TNI AU Belum Kerahkan Alutsista - Radar Militer

26 Juni 2016

Ketegangan di Natuna, TNI AU Belum Kerahkan Alutsista

Pesawat Tempur TNI AU
Pesawat Tempur TNI AU

Saat ini Indonesia sedang mengalami ketegangan dengan China terkait batas wilayah perairan Natuna. Hal ini pun turut menjadi perhatian TNI Angkatan Udara (AU).
Menurut Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara, Marsma Wieko Sofyan, TNI AU akan selalu siap melakukan tindakan apabila telah diperintahkan oleh pemerintah.
Selain itu, dia juga menyampaikan, berdasarkan informasi yang didapatkan, saat ini China sudah mengakui bahwa Natuna merupakan wilayah NKRI.
"Ya semua itu kembali kepada pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertahanan. Setahu saya, saya ikuti perkembangan informasi bahwa pihak dari China sudah mengakui bahwa Natuna itu adalah wilayah NKRI," kata Wieko, usai buka bersama dengan awak media di Mabes AU Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat, 24 Juni 2016.
Meski mendengar kabar seperti China mengakui Natuna milik Indonesia, namun pihaknya masih belum mengetahui bagaimana kebijakan pemerintah ke depannya.
Wieko menegaskan, apapun kebijakan pemerintah pihaknya akan selalu siap mendukung. Wieko juga mengatakan, saat ini belum ada pengerahan alat utama sistem pertahanan (Alutsista) di wilayah perairan Natuna.
Saat ini, menurut Wieko, pihaknya sedang fokus pada pembangunan-pembangunan di Natuna.
"Belum mengerahkan alutsista ke sana, kami hanya ingin memperhatikan pembangunan di base yang ada di wilayah-wilayah perbatasan dan Natuna hanyalah salah satunya. Wilayah sebenarnya ada beberapa, namun salah satunya itu Natuna," ujar Wieko.

Kapal Perang TNI AL Akan Selalu Hadir di Laut Natuna

Panglima Komando Armada Barat TNI Angkatan Laut, Laksamana Muda Achmad Taufiqoerrochman, menyambut baik respons positif Presiden Joko Widodo terkait pembangunan pangkalan militer dan penambahan kekuatan militer di Natuna.
"Beliau sangat setuju untuk kita menambah dan membangun pangkalan," kata Taufiq di Mako Lantamal 3, Gunung Sahari, Jakarta Utara, Jumat, 24 Juni 2016.
Rencana pembangunan itu disetujui Presiden setelah beberapa hari lalu mengunjungi perairan Natuna dan menggelar rapat koordinasi di atas Kapal Republik Indonesia (KRI) Imam Bonjol di perairan Natuna.
Menurut Taufiq, kunjungan Presiden Jokowi itu menegaskan perhatian pemerintah dalam keamanan di perairan Laut China Selatan. "Prinsipnya beliau ingin menunjukan bahwa perhatian beliau sangat tinggi di Laut China Selatan," ujar Taufiq.
Kendati pembangunan pangkalan militer di Natuna itu masih sebatas rencana, TNI AL kata Taufiq, masih rutin melakukan patroli pengamanan di wilayah tersebut. Jenderal bintang dua ini menjamin armada kapal perang TNI AL akan selalu hadir menjaga kemanan laut di perairan Natuna.
"Indonesia tidak menjadi claim state dalam kasus Laut China Selatan, namun kita selalu lakukan naval presence, dengan cara hadirkan kapal perang. Yang jelas akan selalu ada kapal di sana," kata mantan Komandan Satgas operasi pembebasan sandera kapal MV Sinar Kudus di Somalia ini.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan dalam kunjungan kerja Presiden Joko Widodo ke Natuna, ada dua pokok yang menjadi perhatian adalah pemanfaatan sisi ekonomi serta peningkatan pertahanan dan keamanan di wilayah perbatasan tersebut.
"Kami tidak ingin (ada yang) mengganggu stabilitas keamanan di kawasan ini," kata Luhut.
Luhut juga memastikan bahwa Kawasan Natuna sebagai wilayah terluar Indonesia yang berbatasan langsung dengan kawasan negara lain seperti Malaysia, Vietnam maupun perairan Laut China Selatan akan ditingkatkan pertahanannya dengan membangun pangkalan TNI Angkatan Laut (Lanal).
"Ya pastilah itu dilakukan (peningkatan Lanal). Sedang dalam perencanaan, tentu tidak bisa kami buka semua," lanjut Luhut.
Sumber : http://nasional.news.viva.co.id/news/read/790052-ketegangan-di-natuna-tni-au-belum-kerahkan-alutsista

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

- Berkomentarlah yang sopan dan bijak sesuai isi artikel/ berita;
- Dilarang berkomentar SPAM, SARA, Politik, Provokasi dsb