Tambah Gertakan ke China, Presiden Dukung Sistem Pertahanan Natuna - Radar Militer

24 Juni 2016

Tambah Gertakan ke China, Presiden Dukung Sistem Pertahanan Natuna

Presiden Dukung Sistem Pertahanan Natuna
Presiden Dukung Sistem Pertahanan Natuna
Usai menjalankan rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo, Menteri Luar Negeri Retno L.P Marsudi mengungkapkan bahwa sang presiden menginginkan adanya pengembangan ekonomi di Kepulauan Natuna. Rapat terbatas ini digelar hanya tiga hari setelah insiden penangkapan kapal ikan berbendera China oleh TNI AL.
Dalam ratas tersebut Presiden mendengarkan paparan dari semua menteri terkait rencana pengembangan Natuna.
"Beliau meminta agar perkembangan ekonomi di wilayah Kepulauan Natuna dan sekitarnya dikembangkan terutama dua hal, yaitu untuk perikanan dan kedua migas," ujar Retno di Natuna, seperti dikutip dari pernyataan tertulis tim komunikasi presiden, Kamis (23/6).
Menlu Retno menambahkan adanya isu pengembangan pertahanan di wilayah Natuna juga menjadi bahasan rapat kali ini. Presiden menyutujui rencana pertahanan yang dibuat oleh TNI. Akan ada tambahan anggaran selain Rp 450 miliar yang sudah disetujui DPR pada 2014 lalu guna memperkuat pangkalan TNI di Natuna.
"Nah poin yang ketiga, selain pengembangan ekonomi di bidang perikanan dan migas, Panglima TNI juga menyampaikan rencana pengembangan pertahanan di wilayah Natuna dan sekitarnya," tambah Menlu Retno.
Selain Menlu Retno, hadir juga dalam ratas tersebut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said yang memberikan informasi terkait 16 blok migas yang ada di sekitar wilayah produksinya.
"11 Lainnya sedang dalam tahap eksplorasi," kata Said.
Sementara Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti menambahkan rencana untuk pembangunan sentra kelautan dan perikanan secara terpadu di wilayah Natuna.
Dalam rapat di atas Kapal Perang KRI Imam Bonjol-383 hadir pula Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Panglima TNI Gatot Nurmantyo, serta Kepala Badan Keamanan Laut Arie Soedewo.
Kantor berita Reuters sebelumnya menafsirkan rapat khusus di Natuna sebagai isyarat Indonesia agar China menghormati kedaulatan Zona Ekonomi Eksklusif Natuna. Beijing sebelumnya berusaha melindungi nelayan mereka dengan menyebut penangkapan itu terjadi di kawasan tangkap ikan tradisional China. Klaim Beijing itu dibantah oleh Kemenlu RI karena tak sesuai UNCLOS.
Selain menggelar rapat di atas KRI Imam Bonjol-383, Presiden dan rombongan dijadwalkan menyaksikan penenggelaman kapal asing yang tertangkap mencuri ikan di Natuna.

China Jangan Berani-Berani Usik Kedaulatan Indonesia!

Armada laut China lagi-lagi bikin ulah di Perairan Natuna. Tak hanya mengintervensi upaya penangkapan kapal nelayan yang dilakukan aparat Indonesia, tapi juga sudah melanggar batas wilayah.
Saat insiden pertama, Indonesia tidak tinggal diam. Tujuh kapal perang Indonesia langsung diterjunkan ke lokasi, bahkan sejumlah pesawat tempur dikerahkan lebih dekat ke Pulau Natuna agar lebih dekat dengan Laut China Selatan.
Tidak mau kejadian serupa terulang kembali, Indonesia sebenarnya telah menerjunkan tujuh Kapal Republik Indonesia (KRI) untuk memberi deterrence effect, terutama pada China. Bahkan, Indonesia juga mengeluarkan kebijakan menenggelamkan setiap kapal asing yang mencuri ikan.
Kepala Dinas Penerangan Lantamal IV/Tanjung Pinang, Letkol Josdy Damopolii menegaskan, TNI AL tak mau tinggal diam menghadapi insiden tersebut. Mereka langsung mengerahkan armada lautnya menuju Laut Natuna dan menghadapi langsung kapal perang China.
"Berapa jumlah kekuatan kita, di mana posisi pengamanan, tidak boleh dibeberkan. Tetapi yang pasti pengamanan di perairan perbatasan kita kuat," tegas Josdy di Pangkal Pinang, Selasa (22/3).
Lebih jauh Josdy memaparkan, seluruh kebijakan terkait permasalahan muncul akibat intervensi kapal penjaga pantai terhadap petugas TNI AL dan KKP di perairan Natuna diputuskan Kementerian Luar Negeri dan KKP.
"Kami sudah mendapat arahan dari pusat," katanya singkat seperti dilansir kantor berita Antara.
Di atas kertas, kekuatan Indonesia memang terpaut cukup jauh jika dibandingkan China, di mana kekuatan militernya berada di peringkat kedua. TNI AL memiliki 74 ribu personel aktif. Situs Global Firepower mencatat kekuatan laut Indonesia mencapai 221 kapal perang. Sayangnya, Indonesia belum memiliki kapal induk mengingat biaya operasionalnya yang sangat mahal.
Jumlah tersebut terdiri atas 2 kapal selam, 6 kapal frigat, 10 korvet, 16 korvet antikapal selam serta 21 kapal misil. Sementara, terdapat 51 kapal patroli, 12 kapal penyapu ranjau serta 4 kapal transport amfibi.
Sedangkan China bak raksasa dengan kehadiran kapal induk kelas Kuznetsov yang diberi nama Liaoning. Liaoning dapat mengangkut sejumlah pesawat terbang, khususnya buatan negeri sendiri, antara lain 24 unit pesawat tempur Shenyang J-15, 6 unit helikopter Changhe Z-18, 4 unit helikopter Ka-31, dan 2 unit helikopter Harbin Z-9.
China juga memiliki kapal tempur jenis frigat yang jumlahnya mencapai 47 unit, kapal destroyer 26 unit, dan kapal jenis korvet 25 unit. Sedangkan kapal selam yang dimiliki China berjumlah 69 unit. Setengah dari kapal selam tersebut ditugasi untuk mengawasi laut selatan, termasuk Laut China Selatan.
Selain itu, mereka juga masih mengoperasikan 4 kapal transport amfibi, 32 kapal pengangkut tank, 31 kapal pengangkut medium, 109 kapal misil, 94 pemburu kapal selam, 17 kapal patroli, 29 kapal penghancur ranjau serta 11 kapal perbantuan.
Angka tersebut belum termasuk 255 personel yang berada di bawah perintah Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat (AL PLA), serta lebih kurang 710 pesawat untuk mendukung operasi di laut.
Soal kekuatan Indonesia sudah kalah jauh, tapi jika sampai mengganggu kedaulatan, China sebaiknya jangan main-main.
Sumber : http://www.merdeka.com/dunia/tambah-gertakan-ke-china-presiden-dukung-sistem-pertahan-natuna.html

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

- Berkomentarlah yang sopan dan bijak sesuai isi artikel/ berita;
- Dilarang berkomentar SPAM, SARA, Politik, Provokasi dsb