TNI AL Usir Kapal China yang Bergerombol Masuki ZEE Laut Natuna - Radar Militer

22 Juni 2016

TNI AL Usir Kapal China yang Bergerombol Masuki ZEE Laut Natuna

TNI AL Usir Kapal China
TNI AL Usir Kapal China
Kapal ikan China, Han Tan Cou 19038, hanya satu dari 12 kapal ikan China yang masuk di perairan zone ekonomi eksklusif Indonesia di Laut Natuna, Kepulauan Riau, Jumat (17/6), dan ditangkap armada kapal perang TNI AL.
Kapal-kapal ikan berukuran ratusan ton itu juga dikawal kapal Penjaga Pantai China, yang bahkan masuk hingga sekitar 100 mil laut dari batas terluar zone ekonomi eksklusif Indonesia.
Panglima Komando Armada Indonesia Kawasan Barat TNI AL, Laksamana Muda TNI Achmad Taufiqoerrohman, mengungkap hal-ihwal pengejaran dan penangkapan kapal ikan China itu kepada pers, di Jakarta, Selasa.
Dia menegaskan, "taktik" seperti itu mereka lakukan untuk menyiasati pengamanan laut oleh TNI AL. "Ini strategi mereka, jadi kalau ditangkap satu, kapal lainnya bisa kabur," kata Taufiqoerrohman.
Temuan dan tangkapan atas kapal ikan ilegal China itu berawal dari patroli Komando Armada Kawasan Barat Indonesia TNI AL menemukan 12 kontak mencurigakan di sekitar Laut Natuna.
Sesuai prosedur identifikasi standar, kapal-kapal patroli TNI AL itu membuka kontak radio dan berusaha menghentikan kapal-kapal ikan ilegal China itu. Mereka sempat berusaha kabur dan diberi tembakan peringatan ke udara, ke haluan, dan akhirnya bisa dihentikan.
Satu kapal yang ditangkap, Han Tan Cou 19038, sedang menebar jaring pukat harimau sehingga tidak sempat melarikan diri dan akhirnya bisa ditangkap KRI Imam Bonjol. "Di zone ekonomi eksklusif, siapapun boleh melintas damai. Tapi saat sudah mengeksploitasi secara ekonomi tanpa ijin, baru kami tindak," katanya.
Ketika akan digiring KRI Imam Bonjol, lalu datanglah kapal Penjaga Pantai China yang mengawal Han Tan Cou 19038. Kapal Penjaga Pantai China meminta agar kapal ikan berbendera China itu dilepaskan dengan alasan kapal ikan itu masih melakukan penangkapan ikan di wilayah penangkapan ikan tradisional China.
"Mereka cukup provokatif datang dengan kecepatan tinggi dan tiba-tiba berhenti di depan kita. Tapi pasukan tetap tenang, meski dia ikuti kami sampai keluar, kami tidak mau menyerahkan ABK sampai kami bawa ke Pulau Natuna," kata Taufiqoerrahman.
Pada rentang Mei-Juni 2016 saja, sudah dua kapal China yang ditangkap TNI AL di perairan tersebut.
Indonesia Harus Konsisten Tolak Klaim China
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengatakan, Indonesia sudah sepatutnya memposisikan diri sebagai negara yang berkeberatan secara konsisten (persistent objector) atas okupasi China, berdasarkan Sembilan Garis Putus-putus yang mereka ajukan.
"Sementara protes oleh Kementerian Luar Negeri pada setiap penangkapan kapal nelayan asal China adalah dalam rangka Indonesia tidak mengakui Sembilan Garis Putus-putus berikut wilayah perikanan tradisional mereka, " ujar Juwana dalam keterangan tertulis yang diterima, di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, penangkapan kapal-kapal nelayan China di ZEEI oleh kapal-kapal instansi Indonesia, di antaranya TNI-AL, selain untuk penegakan hukum juga ditujukan untuk penegakan hak berdaulat.
"Dari sejumlah insiden yang terjadi dan terakhir yang dikejar oleh KRI Imam Bonjol Jumat kemarin para nelayan asal China memasuki wilayah ZEEI bukannya secara tidak sengaja. Bagi para nelayan tersebut sebagian ZEEI dianggap sebagai wilayah tradisional mereka untuk menangkap ikan," ujar dia.
Pemerintah China pun mendukung tindakan para nelayannya dengan mengistilahkan daerah yang dimasuki sebagai perairan perikanan tradisional China.
China tidak menandatangani UNCLOS 1982 dan mereka memberlakukan dokumen sepihak yang menyebutkan perairan di utara dan barat laut Kepulauan Natuna sebagai perairan perikanan tradisional mereka. Sementara UNCLOS 1982 dan semua hukum laut internasional tidak mengenal istilah perairan perikanan tradisional mereka.
Sudah tiga kali nelayan China dipergoki, dikejar, dan ditangkap di perairan zone ekonomi eksklusif Indonesia karena mengeksploitasi kekayaan ekonomi perairan itu tanpa ijin resmi Indonesia. Setiap kali China selalu protes karena mereka memakai prinsip bahwa perairan itu adalah perairan perikanan tradisional mereka.
"Perairan perikanan tradisional inilah yang menjadi dasar bagi China untuk melakukan klaim atas Sembilan Garis Putus-putus atau Nine Dash Line," kata dia.
Presiden Joko Widodo saat kunjungannya ke Jepang, Maret tahun lalu, menyatakan, klaim China atas Sembilan Garis Putus-putus tidak memiliki basis hukum internasional.
Karena itulah kebijakan luar negeri Indonesia harus dinyatakan secara tegas, yaitu tidak mengakui klaim China atas Sembilan Garis Putus-putus. Indonesia juga berharap agar dalam putusan Arbitrase Filipina melawan China, Sembilan Garis Putus-putus dinyatakan tidak sah berdasarkan UNCLOS 1982.
Sebaliknya posisi pemerintah China memposisikan diri untuk menafikan ZEE Indonesia di wilayah yang diklaim sebagai perairan perikanan tradisional
Sebelumnya, KRI Imam Bonjol-383 menangkap kapal ikan China ilegal, Han Tan Cou 19038, di Laut Natuna, Jumat (17/6), yang disertai kawalan kapal Penjaga Pantai China.
Indonesia Tetap Berhubungan Baik dengan China
Menteri Politik Hukum dan Keamanan, Luhut Pandjaitan, mengatakan, meski kapal ikan ilegal China dan Penjaga Pantai China telah berkali-kali melanggar hak kedaulatan wilayah dan penguasaan ekonomi di perairan kedaulatan dan zone ekonomi eksklusif Indonesia, namun Indonesia tetap berhubungan baik dengan China.
Bisa dibilang, gelombang pasang hubungan Indonesia dan China terjadi pada pemerintahan saat ini. Yang terkini adalah pembangunan kereta api cepat dari China, yang dibiayai swasta China dan Indonesia dengan sponsor pemerintahan masing-masing.
"Kapal China mereka masuk ke zona ekonomi ekslusif Indonesia, jadi kita kejar. Itu khan lahan kita, orang lain harus minta izin kalau urusan ekonomi. Tetapi kita tetap berhubungan baik dengan China," kata Pandjaitan, saat dijumpai wartaqan seusai rapat dengar pendapat di Komisi III DPR, Jakarta, Selasa.
TNI AL memergoki, mengejar, dan menangkap kapal ikan ilegal China, Han Tan Cou 19038, di barat daya Kepulauan Natuna, pada Jumat pagi (17/6).
Seperti pada kasus sebelumnya pada kapal ikan ilegal, Gui Bei Yu 27088, kapal Penjaga Pantai China (nomor lambung 3303 dan 2501) juga mengawal mereka dan berlaku cukup provokatif. Satu sumber terpercaya menyatakan, kehadiran kapal-kapal ikan China di perairan Kepulauan Natuna akan semakin sering dan semakin banyak jumlahnya.
"Bisa jadi untuk yang akan datang mereka mengerahkan kapal perang mereka untuk mengawal, bukan sekedar kapal Penjaga Pantai China saja," kata sumber itu.
Mengenai China yang protes karena salah satu kapal nelayannya ditangkap pada Jumat (17/6) lalu, Pandjaitan tidak ambil pusing. "Biarkan saja, nantu kita selesaikan. Kita tidak akan menyerah soal kedaulatan," kata dia.
Pemerintah berencana membentuk tim untuk menyelesaikan sengketa Laut China Selatan yang dipimpin oleh pakar hukum laut internasional, Prof Dr Hasyim Djalal. "Dia yang tepat, nanti akan dibantu beberapa orang untuk membuat rumusan yang jernih," ucap Pandjaitan.
Nanti tim itu diharapkan dapat bertemu pakar hukum laut dari negara lain, untuk membicarakan teritori Laut China Selatan.
Indonesia menandatangani UNCLOS 1982 sebagai konvensi hukum internasional yang diakui PBB. Akan tetapi, China tidak menandatangani UNCLOS 1982 dan memancarkan isyarat berkeras pada ketetapannya bahwa hampir semua Laut China Selatan adalah wilayah sah mereka.
Sumber : http://www.antaranews.com/berita/568822/tni-al-usir-kapal-china-yang-bergerombol-masuki-zee-laut-natuna
← kembali lanjut baca →

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

- Berkomentarlah yang sopan dan bijak sesuai isi artikel/ berita;
- Dilarang berkomentar SPAM, SARA, Politik, Provokasi dsb