Menhan dan Panglima TNI |
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, patroli bersama Indonesia, Filipina, dan Malaysia untuk mencegah penyanderaan awak kapal belum sepenuhnya berjalan. Alasannya, karena belum ada latihan bersama. Padahal, latihan bersama itu untuk menghadapi kelompok Abu Sayyaf yang terus menyandera warga Indonesia.
"Kan harus ada latihan dulu. Jadwal latihan terkendala perayaan Lebaran. Jadi latihannya sehabis Lebaran," ujar Ryamizard di kompleks Istana Kepresidenan, Senin, 11 Juli 2016.
Pencegahan penyanderaan mendesak dilakukan mengigat total ada 10 warga Indonesia yang ditawan kelompok Abu Sayyaf di perairan Filipina dan Malaysia. Tiga di antaranya disandera dua hari lalu saat melaut di Malaysia.
Sebelum penyanderaan itu terjadi, sesungguhnya Indonesia sudah menjalin kesepakatan kerjasama dengan Filipina dan Malaysia dalam hal patroli bersama. Namun, hingga penyanderaan pekan lalu, patroli bersama itu belum terlihat wujudnya.
Ryamizard memperkirakan latihan bersama akan berlangsung paling cepat pekan ini dan paling lamban pekan depan. Adapun lokasinya akan mengambil lokasi-lokasi rawan penyanderaan.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo punya pandangan berbeda tentang patroli bersama itu. Menurut dia, latihan bersama tidak perlu ada lagi mengingat angkatan laut tiap negara sudah terlatih.
"Yang lebih penting adalah apabila ada kejadian penyanderaan, di manapun tempatnya, angkatan laut terdekat bisa masuk duluan. Kalau latihan doang, ngapain?" ujar Gatot.
Opsi lain yang tak kalah penting, kata dia, adalah memasukkan anggota TNI di kapal yang berlayar di perairan Filipina dan Malaysia. Namun, hingga saat ini, belum ada keputusan soal itu. "Patroli sekarang pun masih di perbatasan masing-masing, belum masuk ke dalam," ujarnya.
Panglima TNI Sesalkan Hanya WNI yang Disandera dari Kapal Berbendera Malaysia
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyesalkan mengapa kelompok bersenjata hanya menyadera para ABK yang memiliki paspor asal Indonesia di kapal nelayan berbendera Malaysia tersebut.
"Suasana yang sangat saya sesalkan adalah mereka memilih, di dalam kapal nelayan itu ada tujuh. Dicek semuanya yang punya paspor Indonesia, ini yang diculik," jelas Gatot di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (11/7/2016).
Gatot mengatakan TNI akan melakukan upaya apapun untuk membebaskan WNI yang diduga disandera oleh kelompok Abu Sayyaf. "Sampai masuk ke sana pun akan saya lakukan apabila sudah ada izin. Karena ini sudah sangat keterlaluan," tegas Gatot.
Pemerintah Indonesia hingga saat ini masih menunggu izin dari pemerintah Filipina untuk ke masuk ke perairan guna melakukan operasi pembebasan.
Selain itu, TNI juga menawarkan opsi pengawalan kepada kapal-kapal yang membawa produk komoditas baik dari RI maupun dari Filipina guna mencegah penyanderaan kembali terjadi.
"Atau kita patroli bersama. Yang penting TNI bisa naik di kapal untuk masuk ke sana, untuk mengawal. Kita sudah menawarkan semuanya, tapi kan keputusannya di Filipina," jelas Gatot.
Gatot mengatakan, pihaknya sedang melakukan operasi intelijen untuk memantau keadaan WNI yang disandera di Filipina selatan. "Saya lakukan operasi intelijen, tujuannya untuk mempersiapkan segala kemungkinan. Begitu kita diizinkan Filipina, kita masuk. Apapun kita lakukan dan siap," terang Gatot.
Sebelumnya pada Minggu 10 Juli telah terjadi penculikan kepada tiga dari tujuh anak buah kapal ikan asal Malaysia di perairan Lahad Datu Negeri Sabah, Malaysia. Menurut keterangan majikan kapal, Chia Tong Len, para penculik memilih target warga yang akan disandera.
Tiga nama WNI yang diculik yaitu Lorence Koten (34) selaku juragan kapal, Teodorus Kopong (42) dan Emanuel (40).
Sumber : https://nasional.tempo.co/read/news/2016/07/11/078786768/hadapi-abu-sayyaf-menhan-dan-panglima-tni-beda-pendapat