Maneuver Combat Vehicle (MCV) Andalan Pasukan Darat Bela Diri Jepang - Radar Militer

10 Juli 2016

Maneuver Combat Vehicle (MCV) Andalan Pasukan Darat Bela Diri Jepang

Maneuver Combat Vehicle (MCV)
Maneuver Combat Vehicle (MCV)
Lain padang lain ilalang, lain Jepang yang siap perang. Pemerintahan PM Abe yang progresif memang telah mengarahkan kebijakan luar negerinya menjadi lebih aktif. Hal ini juga membawa implikasi kepada JSDF (Japan Self Defense Force) yang bertugas menjaga keamanan negeri.
Jepang memang layak mawas diri. Tetangga Jepang seperti China telah menemukan kemakmuran dan memanfaatkan sebagian dari hasilnya itu untuk meningkatkan kapabilitas militernya dan mulai memperlebar pengaruhnya ke kawasan. Jepang, yang memiliki sejarah panjang imperialism dan penindasan terhadap China dalam Perang Dunia II, memandang bahwa langkah China ini merupakan ancaman terhadap kebijakan pasifis yang ‘terpaksa’ diadopsi Jepang setelah kekalahannya. China dan Jepang juga terlibat atas seteru perbatasan di kepulauan Senkaku (disebut Diaoyu oleh RRC) dan telah beberapa kali saling tangkap kapal Nelayan.
Di sebelah Barat ada bola liar yaitu Korea Utara dengan ambisi nuklirnya yang sukar diprediksi, dan berulangkali menunjukkan manuver laut yang sangat agresif bahkan menjurus ke provokasi setiap kali Jepang menyelenggarakan patroli atau latihan gabungan dengan Amerika Serikat. Sementara itu, di sisi Utara ada Rusia yang menjadi seteru dalam perebutan pulau Kuril dan Sakhalin, dimana dalam setahun Jepang bisa ratusan kali scramble mencegat penerbangan provokasi yang dilakukan oleh Rusia. Dengan hubungan yang cenderung panas-dingin dengan tetangga-tetangganya, seluruh kepulauan Jepang yang membujur dari Timur Laut sampai Barat Daya, garis pantai kepulauan Jepang boleh dikata rawan dengan serbuan amfibi dari kekuatan musuh.
Di sisi lain, JGSDF sebagai unsur kekuatan militer yang bertanggungjawab atas matra darat tidak memiliki alutsista dalam jumlah yang memadai untuk mempertahankan seluruh pulau. Kekuatan penggebuk utamanya terpusat pada 2 jenis tank tempur utama, yaitu Type-90 dan juga Type-10 yang lebih baru. Kedua tank ini bila digabungkan jumlahnya tidak sampai 500 unit, dan boleh dibilang tidak sesuai untuk beroperasi di medan perkotaan Jepang yang berkarakter lebar jalan sempit karena kota-kota besar Jepang merupakan evolusi sejak jaman Abad pertengahan. JGSDF sendiri kedepannya hanya akan memusatkan kekuatan MBT di Pulau Hokkaido (Utara) dan Kyushu (Selatan). Jumlahnya juga akan dirasionalisasi, dengan mengurangi Type-74 dan menambah Type-10.
Untuk alasan yang sama, JGSDF ternyata juga tidak sanggup menggelar Type-90 dan Type-10 ke segala penjuru Jepang. JASDF tidak memiliki armada angkut yang mampu menggotong MBT dengan bobot yang aduhai, hanya bermodalkan pesawat angkut taktis C-130H Hercules dan pesawat angkut berat jarak pendek Kawasaki C-1. Sementara itu, JMSDF hanya memiliki 14 kapal LST (Landing Ship Tank) kelas Osumi tanpa kemampuan beaching untuk mendaratkan MBT dan hanya mampu mengangkut 2 LCAC. Dihadapkan pada fakta tersebut, JSDF sebenarnya boleh dibilang tidak memiliki kemampuan proyeksi kekuatan bahkan untuk kebutuhan keamanan di dalam negeri.
Perlindungan pulau terluar
Sejak pemerintahan Abe naik ke tampuk kekuasaan, sejumlah inisiatif telah diluncurkan untuk mengembalikan kehormatan militer Jepang, atau dalam jargon Abe, disebut ‘normalisasi’. Perubahan UU dilakukan, seperti memungkinkan Jepang melakukan intervensi atau bantuan militer kepada negara sahabat yang berada dalam ancaman. Perkuatan terhadap pulau-pulau terluar pun menjadi fokus, karena kemungkinan besar negara-negara yang mengambil sikap bermusuhan dengan Jepang dalam keadaan terburuk dapat melancarkan serbuan dalam bentuk operasi amfibi. Sejalan dengan hal tersebut, Jepang pun meluncurkan inisiatif pengembangan alutsista di darat, laut, dan udara dengan fokus pada pertahanan terluar.
Kunci mobilisasi tercepat sudah tentu hanya dapat dilakukan oleh udara. Oleh karena itu, JSDF membiayai pengembangan Kawasaki C-2, pesawat angkut berat jarak pendek yang sangat cocok untuk profil misi dalam negeri yang island hopping atau loncat kodok dari pulau ke pulau. Pesawat angkut dengan kemampuan STOL (Short Take-Off & Landing) ini punya kapasitas angkut sampai dengan 26 ton, atau nyaris dua kali lipat kapasitas angkut C-130. Beres urusan sarana mobilisasi angkut, tinggal mengembangkan ranpur yang sesuai untuk profil misi pertahanan pulau terluar. Saat ini, arsenal yang paling sesuai untuk diangkut pesawat sekelas C-2 adalah Type-89 atau lengkapnya Mitsubishi 89-shiki soko-sento-sha. Rapuh dengan kanon tembak cepat 35mm ini sayangnya punya bobot 27 ton, di luar batasan MTOW (Maximum Take-Off Weight) Kawasaki C-2.
Untuk pengembangan kendaraan tempur yang sesuai untuk pertahanan pulau terluar, Kementrian Pertahanan Jepang menugaskan TRDI (Technical Research & Development Institute) yang berpusat di Sagamihara, perfektur Kanagawa untuk mengerjakan spek kendaraan tempur idaman tersebut. TRDI melalui Ground System Research Centre bertanggungjawab atas pengembangan hampir seluruh kendaraan tempur dan tank yang digunakan JGSDF saat ini. Proyek pembuatan kendaraan untuk pertahanan pulau terluar tersebut diberi nama HMCV (High Mobile Combat Vehicle) yang kemudian berubah menjadi MCV (Maneuver Combat Vehicle).
Bentuk yang dipilih adalah panser kanon, secara spesifik adalah Tank Destroyer dengan penggerak roda ban 8×8. Kenapa panser kanon? Rupanya JGSDF masih beranggapan bahwa kanon kaliber besar atau kanon tank masih memiliki kans yang lebih baik dalam menghancurkan apapun kendaraan tempur lawan dalam sekali pukul, serta masih mampu mengimbangi tank musuh baik dalam hal daya gempur maupun daya gerak yang lebih baik.
MCV mampu memenuhi bobot minimal yang disyaratkan dengan penggunaan material komposit dan desain hull yang sangat kompak. Selain kompak, siluetnya juga sangat rendah, dengan glacis yang sangat landai untuk membantu memantulkan peluru. Hullnya dibuat dari alumunium yang kemudian dilapis lagi dengan pelat-pelat komposit yang dipasang di sekujur tubuhnya. Pemasangan pelat komposit inipun dibuat panel per panel dengan dimensi persegi panjang, dipasang pada dudukan dengan dibaut, untuk memudahkan penggantian hanya pada bagian yang rusak langsung di lapangan. Desain panel pun dibuat modular, siap dipasangi panel komposit yang lebih tebal apabila dibutuhkan proteksi yang lebih baik. Kesamaan bentuk panel di sisi kiri dan kanan hanya diganggu oleh grille tempat inlet udara untuk pasokan mesin yang berbentuk segi enam. Penulis memperkirakan proteksi MCV pada bagian frontal dan sisi memiliki rating perlindungan dari hantaman peluru 12,7x99mm, serta 7,62x51mm pada bagian belakang.
Kemampuan gerak MCV disediakan oleh mesin diesel Mitsubishi dengan empat silinder, mampu menyemburkan daya 570hp pada torsi 2.100rpm yang mampu membawa MCV ngebut dengan kecepatan 100km/ jam di jalan raya. Jarak tempuh MCV dalam sekali isi bahan bakar mampu mencapai 450km. Mesin dipasang di sisi kiri depan, dengan pengemudi duduk di sebelah kanannya. Desain mesin yang terpasang di depan ini juga membantu menambah proteksi pada kendaraan. Knalpot untuk mesin disediakan di sisi kiri kendaraan, berbentuk empat persegi panjang. Pengemudi memiliki pintu palkanya sendiri yang dilengkapi dengan tiga periskop, dengan periskop tengah bisa dipasangi perangkat pandang malam untuk membantu pengemudian. Palka ini juga bisa dipasangi rangka dengan kaca anti peluru untuk mengemudi di jalan raya. Transmisi diperkirakan otomatik, dan dari kedelapan ban yang terpasang, dua ban paling depan di setiap sisi dapat digerakkan untuk membantu memberikan radius putar yang kecil. MCV menggunakan ban 395/85R20 yang sesuai untuk musim panas maupun dingin. Satu fitur istimewa dari MCV adalah suspensinya yang hidropneumatik, sehingga MCV bisa ‘direbahkan’ ke salah satu sisinya untuk membantu membidik sasaran di ketinggian, atau membidik sasaran di lembah saat MCV berada di titik ketinggian.
Sistem persenjataan untuk MCV dipusatkan pada kubah kendaraan. Berlawanan dengan konfigurasi pada kubah modern yang sudah menggunakan sistem pengisi otomatis, MCV masih menggunakan kubah dengan tiga awak: komandan, juru tembak, dan pengisi peluru. Komandan dan juru tembak duduk di sebelah kanan kendaraan (kiri bila dilihat dari depan), dan juru pengisi di sebelah kiri. Baik di sisi kiri maupun kanan terdapat palka tempat keluar dari kendaraan. Komandan memiliki sistem kamera (day camera - thermal camera) panoramik yang bisa berputar 360o dan independen terhadap gerak kubah sehingga bisa difungsikan sebagai hunter alias pemburu, juru tembak bertindak sebagai killer alias eksekutor. Sementara untuk juru tembak tersedia sistem pembidikan yang terstabilisasi di sebelah kanan. Kalau sudah begini, pantas diduga pula bila komandan memiliki view channel yang bisa melihat apa yang dilihat oleh juru tembaknya.
Apabila sistem bidik rusak masih ada teleskop bidik manual dengan port di sebelah kanan Meriam utama. Sementara itu, kekuatan penggebuk utama dari MCV diserahkan pada Meriam 105mm berulir (rifled) yang merupakan produksi lisensi dari Meriam Royal Ordnance L7A1, dibuat di Jepang oleh JSW (Japan Steel Works). Meriam ini aslinya digunakan oleh tank Type-74 yang populasinya masih 500an unit di dalam JGSDF, sehingga untuk logistik amunisi tentu tidak menjadi masalah. Jenis peluru yang tersedia pun bisa melalap berbagai macam sasaran, dari perkubuan, kendaraan tempur, sampai tank. Ada Type-93 105mm APFSDS (Armor Piercing Fin Stabilised Discarding Sabot) untuk melawan ranpur dan tank, Type-91 HEAT-MP (High Explosive Anti Tank-Multi Purpose) untuk anti bangunan dan perkubuan. Sebagian besar peluru disimpan pada bagian bustle kubah yang memanjang ke belakang. Selebihnya disimpan di hull belakang, yang dimasukkan melalui pintu akses di pantat kendaraan.
Dan bila melihat dimensi kubah dari MCV, kelihatannya TRDI melakukan modifikasi pada sistem tolak balik Meriam di MCV, dengan memperpanjang jalur recoilnya. Selain itu, moncong Meriam 105mm di MCV juga dipasangi muzzle brake berbentuk lubang-lubang kecil (pepper pots) untuk membantu membuang gas hasil penembakan. Dua fitur ini secara efektif mampu menekan peak recoil force sehingga aman ditembakkan dari panser kanon sekelas MCV, bahkan dalam posisi laras Meriam 90o dari kendaraan atau penembakan samping. Untuk senjata koaksial ada senapan mesin 7,62x51mm Sumitomo (NTK) Type-62 yang diadaptasi dari FN MAG. Senapan mesin ini terpasang di sisi kiri mantlet. Untuk melawan helikopter tempur disediakan senapan mesin Sumitomo M2HB di atas kubah, dioperasikan oleh awak pengisi meriam. Sistem proteksi lainnya dapat dipergoki pada sejumlah lensa kecil di sisi kiri-kanan kubah. Walaupun tidak ada keterangan resmi, dapat diduga ini adalah sistem pendeteksi laser pengarah ATGM. Saat disorot laser, MCV dapat meluncurkan granat asap atau aerosol pengacau laser, walaupun belum terlihat adanya klaster granat asap di kubah MCV.
MCV sendiri saat ini tengah dalam masa pengujian akhir, setelah masa pengembangan yang sudah berlangsung sejak 2008. Sudah ada empat purwarupa yang selesai dibuat, untuk uji mesin, uji tembak, uji integrasi sistem, dan uji endurance. Departemen Pertahanan Jepang berniat memborong 300 unit MCV, dengan yang pertama akan mulai bertugas di tahun 2016 ini. Unit-unit pertama akan mengisi 8th Division di Kumamoto dan 14th Brigade di Zentsuji. Keduanya akan ditunjuk sebagai kesatuan reaksi cepat yang siap digelar dalam waktu 3×24 jam.
Namun di sisi lain juga terbetik kabar, bahwa JGSDF sendiri rupanya tidak begitu yakin dengan kemampuan dari MCV, dan berniat menurunkan jumlah pesanan total. Mungkin ada rasa tidak nyaman untuk menandingkan panser kanon dengan proteksi minimal, melawan musuh yang juga menggunakan kanon kaliber besar. AL China kini menggelar panser amfibi ZTL-01 dengan kanon 105mm yang sebanding dengan MCV. Lagipula, pertanyaan yang paling menohok adalah, darimana JASDF bisa menyediakan cukup C-2 untuk mengangkut setidaknya setengah batalion MCV ke segala penjuru Jepang di masa perang?
Dana yang sedianya akan dipakai mengakuisisi MCV akan dialihkan untuk menambah jumlah Type-10 MBT yang saat ini jumlahnya masih ada di kisaran 100an unit. Kabar terakhir, TRDI juga merilis varian panser roda ban 8×8 dengan basis hull MCV yang ditinggikan untuk kabin pasukan, sejauh ini diberi nama Mitsubishi 8×8 APC MAV (Mitsubishi Armored Vehicle) dengan jumlah awak 3 orang dan kapasitas angkut 8 pasukan. (Aryo Nugroho)
Sumber : http://indomil.com/

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

- Berkomentarlah yang sopan dan bijak sesuai isi artikel/ berita;
- Dilarang berkomentar SPAM, SARA, Politik, Provokasi dsb