Fokker 50 Maritime Enforcer, Peletak Standar Pesawat Patmar Asia Tenggara - Radar Militer

17 Agustus 2016

Fokker 50 Maritime Enforcer, Peletak Standar Pesawat Patmar Asia Tenggara

Fokker 50 Maritime Enforcer
Fokker 50 Maritime Enforcer
Kalau mau menyebut diri negara maritim atau bahkan poros maritim, jelas harus siap sedia mengamankan wilayah dan batas-batas perairannya. Kalau tidak punya aset yang siap menjaga, tak perlulah tepuk dada. Tengok saja Singapura. Negara yang cuma satu pulau ini punya aset pesawat patroli maritim nan digdaya.
Singapura boleh dibilang merupakan operator pesawat patroli maritim terbanyak di Asia Tenggara. Walaupun negerinya tidak memiliki wilayah perairan yang luas, namun Singapura memiliki kepentingan untuk mempertahankan kelancaran arus kapal dagang yang melewati Selat Malaka atau berlabuh di Singapura.
Maklum saja, pelabuhannya adalah salah satu pelabuhan paling ramai di Asia Tenggara, bahkan seluruh Asia. Oleh karena itu, mereka merasa wajib untuk dapat menjawab segala tantangan yang mungkin timbul, mulai dari ancaman perompakan sampai dengan konflik kewilayahan yang makin ke sini makin menggejala.
Pada dekade 1970-an dan 1980-an awal, Angkatan Bersenjata Singapura mempercayakan tugas patroli maritim kepada pesawat angkut ringan Short Skyvan SC.7. Seiring dengan meningkatnya kompleksitas tugas patroli maritim, AU Singapura pun segera mencari pesawat baru untuk menggantikan Skyvan. Setelah mempertimbangkan beberapa kandidat, pilihan jatuh kepada Fokker F50 Troopship Mk2.
Fokker 50 merupakan penyempurnaan dari Fokker F27 yang populer digunakan di Asia, termasuk Indonesia baik dari sisi sipil maupun militer. F50 menggunakan desain airframe serupa dengan F27, tetapi beberapa bagian struktur diperkuat dan material komposit diperkenalkan sehingga bobot pesawat lebih ringan. Model F50 ini disempurnakan dengan penggantian mesin menjadi Pratt & Whitney Canada PW125B dengan enam bilah baling-baling yang menawarkan tingkat kebisingan rendah.
Fokker menyasar pasar militer dengan menawarkan F50 dalam varian patroli maritim, yang dibagi ke dalam dua versi. F50 Maritime Mk2 dengan andalan sistem sensor yang dapat dipergunakan untuk patroli di dalam zona ekonomi eksklusif (ZEE) dan operasi SAR laut, serta F50 Enforcer Mk2 yang merupakan varian yang dapat dipersenjatai dengan beragam senjata antikapal permukaan dan kapal selam.
Daftarnya meliputi Torpedo Mk44, Mk46, Stingray, A244/S, rudal anti kapal AM39 Exocet, AGM-84 Harpoon, atau Sea Eagle. F50 juga dapat menjatuhkan sonobuoy untuk mendeteksi kapal selam. Untuk membopong sekian banyak senjata ini, F50 dilengkapi dengan dua pylon di bawah tiap sayap dan satu pylon di setiap sisi fuselage sehingga total ada enam pylon yang siap digunakan untuk membabat habis sasaran di permukaan atau bawah permukaan.
Fokker F50 Maritime Enforcer Mk2 juga mendapatkan modifikasi besar pada bagian fuselage. Berbeda dengan versi penumpang, kaca jendela disisakan hanya tiga unit di bagian belakang untuk spesialis misi, yang dapat didesain untuk dibuka pada saat pesawat terbang untuk memotret permukaan laut. Ada juga jendela kaca berukuran besar tepat di depan pintu utama untuk mengamati permukaan secara lebih jelas.
Untuk sistem sensor, andalan utama F50 Enforcer Mk2 adalah radar maritim pulse doppler AN/APS-134(v)7 yang terpasang di blade antenna pada perut fuselage. Radar ini merupakan versi komersial dari radar APS-116 yang menggunakan teknologi 512 x 512 x 8 bit digital signal converter. Antena pada AN/APS-134 berputar dengan kecepatan tinggi, 150rpm untuk memampukannya mendeteksi objek kecil di permukaan laut seperti periskop kapal selam atau kapal pembajak.
Radar ini dapat dioperasikan dalam tiga moda, Moda I yaitu frekuensi dan resolusi tinggi sampai jarak 32nm, cocok untuk mencari objek kecil di permukaan laut. Moda II yaitu pencarian jarak jauh dan navigasi yang dioperasikan dalam resolsui sedang dengan frekuensi rendah, sehingga jaraknya dapat diperluas sampai 150nm. Sementara untuk Moda III adalah pengoperasian untuk surveilans maritim dengan frekuensi repetisi rendah 500pps dengan kecepatan putar rendah, 40rpm dan jarak deteksi 150nm, cocok untuk mendeteksi kapal seukuran kapal cepat dan kapal nelayan, dengan resolusi sampai sasaran sebesar 1m2 pada jarak 22nm dalam kondisi Sea State 3.
Fokker tercatat memesan enam unit radar APS-134(v)7 tersebut dengan nilai 26 juta dolar AS pada tahun 1992 untuk melayani pesanan AU Singapura dengan penyerahan terakhir pada 1996.
Sensor lain yang tersedia di Fokker F50 Enforcer adalah sensor elektro optik yang menggabungkan antara FLIR (Forward Looking Infra Red), kamera televisi, dan kamera termal dalam satu bola yang kompak dan dapat berputar 360 derajat. Pemasangan bola optik ini diposisikan tepat di bawah kokpit di belakang ruang roda pendarat depan.
Di ujung-ujung sayap dan ekor belakang terdapat antena ESM (Electronic Surveillance Measure) untuk menangkap emisi radar kapal permukaan atau pesawat terbang di sekitar area dengan cakupan 360 derajat, walaupun informasi tipe antena ESM yang dipakai oleh F50 Maritime Enforcer Mk2 tidak dibuka dengan jelas. Selain itu, masih ada dua tonjolan di fuselage seksi belakang pada beberapa F50 ME Mk2, yang kemungkinan besar adalah tempat untuk antena RWR (Radar Warning Receiver).
Aset patroli maritim Singapura dipusatkan di 121st Squadron “Brahminy Kite” yang berpangkalan di Changi (West) dengan total 5 unit Fokker F50 Maritime Enforcer Mk2 dan 4 unit F50 MPA/ UTA (Utility Transport Aircraft) yang dibeli pada 1994 dan dinyatakan operasi penuh pada 1997. Proses integrasi seabrek sistem dan sensor dikerjakan sendiri oleh Defence Technology Group yang merupakan badan di bawah Kementerian Pertahanan Singapura, dengan biaya hanya setengah jika dibandingkan apabila pekerjaan ini diserahkan kepada kontraktor swasta.
Singapura menerapkan strategi yang unik untuk pesawat patroli maritim mereka, dimana pesawat dipiloti oleh personel AU Singapura, tetapi spesialis sensor dan misi diambil dari AL . Hal ini memungkinkan koordinasi dengan AL Singapura terus terjaga terutama karena operasi maritim tentunya adalah domain AL Singapura sendiri.
Satu pesawat F50 ME Mk2 dioperasikan oleh satu set kru yang terdiri dari satu pilot, satu kopilot, satu teknisi, satu analis, dua operator sensor, dan satu orang spesialis misi yang bertugas mengambil foto udara. Dua operator sensor masing-masing menangani satu konsol misi yang bisa diganti-ganti mulai dari radar, sistem ESM, atau sensor elektro optik. Konsol misi ini menempel ke dinding sebelah kanan dari kabin, sehingga aisle/ gang dan kursi untuk operator ada di sisi kiri kabin.
Spesialis misi mengambil foto kapal permukaan untuk dikirimkan ke analis foto menggunakan fitur wi-fi yang langsung memeriksa hasil jepretan saat itu juga di komputernya. Spesialis misi yang menggunakan kamera DSLR dapat memotret dari jendela belakang, depan, atau satu jendela hadap bawah yang disediakan di lantai pesawat.
Pada awalnya, RSAF begitu merahasiakan kapabilitas F50 yang mereka beli dan melabelinya dengan kode UTA atau pesawat angkut/ transpor. Maklum saja, pesawat canggih selalu jadi isu sensitif bagi tetangga Singapura yang acap krisis percaya diri. Secara diam-diam Singapura mengajukan pembelian 24 unit AGM-84 Harpoon yang merupakan varian Harpoon yang diluncurkan dari pesawat udara pada 1996.
Uji tembak pertama dilakukan secara rahasia pada 1999, lalu akhirnya RSAF baru terbuka menampakkan AGM-84 yang terpasang pada F50 Maritime Enforcer Mk2 pada 2004 dan mengakui bahwa pesawat ini mampu melakukan penindakan langsung atas sasaran permukaan, suatu kemampuan langka yang di Asia Tenggara hanya Singapura yang memilikinya. RSAF tercatat juga menembakkan Harpoon dari F50 ME Mk2 dalam latihan bersama RIMPAC 2013.
Walaupun negaranya kecil, Singapura juga terbukti mampu memproyeksikan kekuatannya ke luar negeri. Untuk menunjukkan kepedulian atas kasus pembajakan kapal yang marak di Somalia, pada 2011 RSAF mengirimkan detasemen yang terdiri dari sebuah Fokker F50 ME Mk2 ke Djibouti lengkap dengan 38 awak pendukung untuk melaksanakan patroli di Teluk Aden bersama dengan Combined Task Force 151.
Empat tahun sebelumnya, dua F50 MPA juga dikirimkan untuk membantu mencari pesawat Adam Air Boeing 737-400 KI-574 yang jatuh di Teluk Makassar. Pada tahun 2004 F50 MPA juga menjadi bagian dari komitmen Singapura untuk membantu Indonesia yang baru dilanda musibah Tsunami pada Desember 2004.(Aryo Nugroho)

Spesifikasi F50 Maritime Enforcer Mk2:

  • Awak: 2 pilot, 1 teknisi, 2 operator sensor, 1 spesialis misi; 
  • Panjang: 25,25 m; 
  • Tinggi: 8,32 m; 
  • Bobot kosong: 13.314 kg; 
  • Bahan bakar: 7.257 kg; 
  • Mesin: 2x P&W Canada PW125B @ 1.864kWt; 
  • Jarak tempuh: 2.224 km; 
  • Ketahanan terbang: 10-12 jam. (Aryo Nugroho)

Sumber : http://angkasa.co.id/

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

- Berkomentarlah yang sopan dan bijak sesuai isi artikel/ berita;
- Dilarang berkomentar SPAM, SARA, Politik, Provokasi dsb