![]() |
Dr. Connie Rahakundini Bakrie |
TNI Angkatan Udara telah menyusun dan mengajukan konsep zona identifikasi pertahanan udara (air defense identification zone - ADIZ) yang maksimal, mencakup seluruh wilayah kepulauan dan zona ekonomi eksklusif (ZEE) sejauh 200 mil laut dari garis dasar pantai. Konsep Indonesia ADIZ ini telah disampaikan oleh Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) kepada Panglima TNI sejak tahun lalu dan saat ini menunggu tindak lanjut dengan Kementerian Pertahanan, Kementerian Luar Negeri, serta Kementerian Perhubungan.
ADIZ Indonesia tidak lagi hanya bersifat parsial berupa lingkaran kecil per kepulauan seperti ADIZ untuk Pulau Jawa saat ini, melainkan berbentuk lingkaran besar mencakup ruang udara dari Sabang hingga Merauke. Dengan konsep ini Indonesia dapat mengontrol seluruh ruang udaranya secara maksimal pula. Demikian dikatakan Koordinator Staf Ahli KSAU Marsda TNI Dr. Usra Hendra Harahap, M.Si menjawab pertanyaan wartawan di sela acara Air Power Lecture yang diselenggarakan oleh TNI AU dan AU Australia (RAAF) di Mabesau, Cilangkap, Kamis (15/9/2016). Hadir sebagai pembicara dari RAAF adalah Direktur Air Power Development Center, Dr. Sanu Kainikara.
Menurut Usra, mendeklarasikan ADIZ Indonesia sesungguhnya bukan merupakan hal yang sulit. Negara-negara besar pun sudah lebih dahulu melakukan hal itu seperti Amerika, Kanada, maupun China. ADIZ China, tambah Usra, bahkan tumpang tindih dengan ADIZ Jepang di wilayah Laut China Timur. Ada pula negara yang menetapkan ADIZ hingga jarak 1.000 mil laut.
“Bagi TNI AU memang tidak punya kewenangan untuk mendeklarasikan ADIZ. Kami hanya men-trigger pemerintah, membuatkan konsepnya, dan kami nanti yang akan mengontrol sampai sejauh mana ADIZ kita itu bisa kita jaga,” jelasnya.
Di satu sisi, memang timbul pertanyaan, apabila Indonesia mendeklarasikan ADIZ, lalu apakah TNI AU dapat mengawasi dan menjaganya? Dengan konsep baru ADIZ Indonesia ini, tentu negara harus melengkapi alat-peralatan bagi TNI AU untuk dapat menjaga ADIZ yang akan diterapkan. Seperti diketahui, negara-negara lain yang menerapkan ADIZ, secara otomatis mereka pun konsisten dan berkomitmen melengkapi kekuatan Angkatan Udaranya untuk menjaga dan mengawasi ADIZ masing-masing.
Analis Militer yang juga menjadi pembicara dalam Air Power Lecture di Mabesau, Dr. Connie Rahakundini Bakrie, berpendapat, Pemerintah Indonesia harus segera mendeklarasikan ADIZ Indonesia. Kalau tidak, maka sampai kapan pun Indonesia tidak akan memiliki ADIZ karena selalu terbentur pada pemikiran bahwa kekuatan kita belum mampu untuk menjaganya. “Pemikirannya yang harus dibalik, deklarasikan dulu ADIZ, baru setelah itu kita kepepet dan kekuatan dipenuhi. Di kita kan harus begitu. Kalau tidak, maka Indonesia akan kehilangan potensi dan hak yang sangat besar dalam hal ADIZ,” ujar Connie.
Connie bahkan mengusulkan, ADIZ Indonesia ke depan harus didorong menjadi ASEAN plus China ADIZ di Laut China Selatan. Dengan bersatunya kekuatan di udara, maka paling tidak kepentingan kawasan dapat terjaga. “Bila bersatu di udara, maka negara-negara di kawasan ini dapat mengamankan Laut China Selatan dari konflik di ruang udara dan ruang angkasanya. Saya tidak bicara perang saat ini, yang saya pikirkan adalah perang 20-30 tahun ke depan. Ini yang harus dijaga,” lanjut Connie.
Mengenai penilaian bahwa ASEAN saat ini terkesan tidak kompak karena ada beberapa negara yang beraliansi dengan kekuatan di luar ASEAN, Connie menilai bahwa ASEAN seharusnya kembali kepada spirit ASEAN. “ASEAN jangan mau dibuat tidak kompak. ASEAN harus kembali kepada jati dirinya untuk balancing regional security,” jelasnya.
Momentum untuk segera mendeklarasikan ADIZ Indonesia, tambah Connie, kini tiba dimana pemerintah bulan depan akan segera meluncurkan National Ocean Policy atau Kebijakan Kelautan Nasional. Kebijakan di laut tentu tidak akan maksimal apabila tidak disertai dengan kebijakan di udara. (Roni Sontani)
Sumber : http://angkasa.co.id/