![]() |
Tim Eagle Art Unesa |
Tim Universitas Negeri Surabaya (Unesa) memang baru kali pertama mengikuti Komurindo-Kombat 2016. Tim Eagle Art Unesa memilih kategori roket electric ducted-fan (EDF). Persiapan matang membawa tim ini memborong juara ide terbaik.
INDRA Bayu Wardana, Bunga Lestari, Baasito Trimarwan Putra, dan Shodiq Hermawan terlihat semringah.
Belum lama ini, para mahasiswa teknik elektro semester V itu mengikuti Kompetisi Muatan Roket dan Roket Indonesia (Komurindo)-Kompetisi Muatan Balon Atmosfer (Kombat) 2016.
Mereka harus bersaing dengan 24 tim lain. Dalam event yang diselenggarakan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)-Kemenristek Dikti pada 24–27 Agusus lalu di Bandung tersebut, mereka belum berhasil menjadi juara 1, 2, atau 3.
Meski demikian, predikat juara ide terbaik kategori roket EDF menjadi pelecut mereka untuk lebih baik. M. Syariffuddin Zuhrie, dosen pembimbing, menyatakan bahwa tim optimistis dalam kategori roket EDF.
Sebab, itu merupakan divisi atau kategori baru. Semua peserta memulainya dari nol. Dalam kompetisi tersebut, peserta harus meluncurkan roket menuju gawang sejauh 200 meter dengan ketinggian maksimal secara parabolik.
Tim Eagle Art Unesa membuat peluncur roket yang berbeda dari tim lain. ”Selama ini, banyak tim yang peluncurnya statis. Namun, kami ubah setting-nya,” ungkapnya.
Peluncur roket itu didesain sedemikian rupa dengan dilengkapi busur. Dengan begitu, kemiringan derajat bisa diketahui. Syarif menjelaskan, jarak terjauh di lintasan parabola adalah sudut 45 derajat.
Panitia mensyaratkan roket meluncur dengan lintasan yang cenderung vertikal untuk menuju titik sasaran atau gawang. Artinya, tim harus meluncurkan roket melalui sudut 75 derajat.
Padahal, ada faktor angin yang mengganggu jangkauan gerak roket. Panitia tidak memperkenankan sudut yang lebih rendah dari 75 derajat.
Tim Eagle Art Unesa tetap mendesain peluncur roket 45 derajat. Sesuai ketentuan panitia, peluncuran tidak dilakukan pada sudut tersebut, melainkan sudut 75 derajat.
”Pada sudut 45 derajat motor bergerak menuju derajat yang diinginkan. Ada pemanasan. Setelah mencapai 75 derajat, baru start meluncur,” jelasnya.
Tampaknya, inovasi setting gerakan sesuai derajat yang ditentukan menarik perhatian juri. Tim Eagle Art Unesa pun berhasil meraih juara ide terbaik.
Selain itu, juri tertarik pada motor. Baasito, anggota tim, menyebutkan bahwa roketnya menggunakan dua motor. Sementara itu, peserta lain hanya menggunakan satu motor.
”Ini mempengaruhi daya dorong. Dengan dua motor, daya dorong menjadi dua kali lipat,” ungkapnya. Betapa tidak? Roket seberat 1.060 gram tersebut berdiri pada sudut 90 derajat.
Karena itu, motor dobel menjadi inspirasi tersendiri agar roket bisa meluncur parabolik ke sasaran. ”Dua motor ini juga termasuk ide terbaik,” katanya. (puj/c18/nda/sep/JPG)
Sumber : http://www.jawapos.com/read/2016/09/17/51722/tim-eagle-art-unesa-unggul-bikin-roket-inovasi-dua-motor-lebih-bertenaga/3
INDRA Bayu Wardana, Bunga Lestari, Baasito Trimarwan Putra, dan Shodiq Hermawan terlihat semringah.
Belum lama ini, para mahasiswa teknik elektro semester V itu mengikuti Kompetisi Muatan Roket dan Roket Indonesia (Komurindo)-Kompetisi Muatan Balon Atmosfer (Kombat) 2016.
Mereka harus bersaing dengan 24 tim lain. Dalam event yang diselenggarakan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)-Kemenristek Dikti pada 24–27 Agusus lalu di Bandung tersebut, mereka belum berhasil menjadi juara 1, 2, atau 3.
Meski demikian, predikat juara ide terbaik kategori roket EDF menjadi pelecut mereka untuk lebih baik. M. Syariffuddin Zuhrie, dosen pembimbing, menyatakan bahwa tim optimistis dalam kategori roket EDF.
Sebab, itu merupakan divisi atau kategori baru. Semua peserta memulainya dari nol. Dalam kompetisi tersebut, peserta harus meluncurkan roket menuju gawang sejauh 200 meter dengan ketinggian maksimal secara parabolik.
Tim Eagle Art Unesa membuat peluncur roket yang berbeda dari tim lain. ”Selama ini, banyak tim yang peluncurnya statis. Namun, kami ubah setting-nya,” ungkapnya.
Peluncur roket itu didesain sedemikian rupa dengan dilengkapi busur. Dengan begitu, kemiringan derajat bisa diketahui. Syarif menjelaskan, jarak terjauh di lintasan parabola adalah sudut 45 derajat.
Panitia mensyaratkan roket meluncur dengan lintasan yang cenderung vertikal untuk menuju titik sasaran atau gawang. Artinya, tim harus meluncurkan roket melalui sudut 75 derajat.
Padahal, ada faktor angin yang mengganggu jangkauan gerak roket. Panitia tidak memperkenankan sudut yang lebih rendah dari 75 derajat.
Tim Eagle Art Unesa tetap mendesain peluncur roket 45 derajat. Sesuai ketentuan panitia, peluncuran tidak dilakukan pada sudut tersebut, melainkan sudut 75 derajat.
”Pada sudut 45 derajat motor bergerak menuju derajat yang diinginkan. Ada pemanasan. Setelah mencapai 75 derajat, baru start meluncur,” jelasnya.
Tampaknya, inovasi setting gerakan sesuai derajat yang ditentukan menarik perhatian juri. Tim Eagle Art Unesa pun berhasil meraih juara ide terbaik.
Selain itu, juri tertarik pada motor. Baasito, anggota tim, menyebutkan bahwa roketnya menggunakan dua motor. Sementara itu, peserta lain hanya menggunakan satu motor.
”Ini mempengaruhi daya dorong. Dengan dua motor, daya dorong menjadi dua kali lipat,” ungkapnya. Betapa tidak? Roket seberat 1.060 gram tersebut berdiri pada sudut 90 derajat.
Karena itu, motor dobel menjadi inspirasi tersendiri agar roket bisa meluncur parabolik ke sasaran. ”Dua motor ini juga termasuk ide terbaik,” katanya. (puj/c18/nda/sep/JPG)
Sumber : http://www.jawapos.com/read/2016/09/17/51722/tim-eagle-art-unesa-unggul-bikin-roket-inovasi-dua-motor-lebih-bertenaga/3