![]() |
Pertempuran Kedung Cowek |
Dentuman meriam terdengar di Benteng Kedung Cowek kemarin (5/11). Suara tersebut bisa jadi mirip suara yang terdengar pada peristiwa 71 tahun silam.
Itulah saat-saat Batalyon Sriwijaya menghadang pasukan Inggris pada 10 November 1945. Setelah dentuman meriam yang pertama, kini suara tembakan yang bersahut-sahutan.
Pasukan Sriwijaya yang dipimpin oleh Jansen Rambe –diperankan oleh Komandan Sekolah Pasukan Katak Letkol Yudo Ponco Ari– mengadakan kontak senjata dengan tentara Inggris.
Sejumlah pejuang terlihat bergelimpangan. Pada pertempuran tersebut, diperkirakan, lebih dari 200 pasukan Sriwijaya gugur.
Sepenggal teatrikal pertempuran di Benteng Kedung Cowek itu merupakan pertunjukan yang disajikan Komunitas Roodebrug Soerabaia dan Sekolah Pasukan Katak.
Aksi tersebut merupakan rangkaian peringatan Parade Juang Surabaya yang puncak acaranya berlangsung Minggu (6/11).
Pendiri Komunitas Roodebrug Soerabaia Ady Setyawan menyatakan, aksi teatrikal itu bertujuan melakukan reka ulang pertempuran di Benteng Kedung Cowek yang menewaskan sepertiga anggota Batalyon Sriwijaya.
Dengan adanya reka ulang tersebut, Ady berharap Arek Suroboyo tidak lupa dengan peristiwa di benteng yang dibangun di pesisir pantai pada 1900 itu.
”Jangan sampai anak muda Surabaya tidak tahu tentang sejarah kotanya,” kata Ady. Penulis Benteng-Benteng Surabaya tersebut berharap aksi teatrikal itu dapat menggelitik pemerintah kota untuk memperhatikan kondisi benteng.
Pada 2015 aksi serupa dilakukan untuk memperingati Hari Pahlawan pada 10 November. Namun, tahun lalu temanya adalah Perang di Alun-Alun Contong. ”Kalau tahun ini, temanya Perang di Benteng Kedung Cowek,” jelas Ady.
Ya, kondisi Benteng Kedung Cowek memang cukup memprihatinkan. Bangunan sepanjang 1,6 kilometer itu tidak terawat. Hampir semua permukaan dinding ditumbuhi lumut. Belum lagi, akses menuju benteng juga tidak dirawat.
Jalan menuju benteng ditumbuhi rimbunan rumput liar. Selain mengadakan aksi teatrikal di Benteng Kedung Cowek, Komunitas Roodebrug Soerabaia menyerahkan plakat replika prasasti perjuangan Arek Suroboyo di benteng tersebut.
Ady mengungkapkan, kurangnya perhatian pemerintah terhadap peninggalan-peninggalan sejarah membuat kondisi benteng-benteng di Surabaya semakin memprihatinkan. Aksi vandalisme tidak terkendali dan banyak peninggalan sejarah yang hilang.
”Mudah-mudahan setelah ini pemkot semakin care dengan peninggalan sejarah di Surabaya. Sebab, menjaga peninggalan sejarah sama dengan menjaga sejarah itu sendiri,” ucapnya. (rst/c20/git)
Sumber : http://www.jawapos.com/read/2016/11/06/62568/reka-ulang-pertempuran-kedung-cowek-berharap-pemkot-beri-perhatian-/3
Itulah saat-saat Batalyon Sriwijaya menghadang pasukan Inggris pada 10 November 1945. Setelah dentuman meriam yang pertama, kini suara tembakan yang bersahut-sahutan.
Pasukan Sriwijaya yang dipimpin oleh Jansen Rambe –diperankan oleh Komandan Sekolah Pasukan Katak Letkol Yudo Ponco Ari– mengadakan kontak senjata dengan tentara Inggris.
Sejumlah pejuang terlihat bergelimpangan. Pada pertempuran tersebut, diperkirakan, lebih dari 200 pasukan Sriwijaya gugur.
Sepenggal teatrikal pertempuran di Benteng Kedung Cowek itu merupakan pertunjukan yang disajikan Komunitas Roodebrug Soerabaia dan Sekolah Pasukan Katak.
Aksi tersebut merupakan rangkaian peringatan Parade Juang Surabaya yang puncak acaranya berlangsung Minggu (6/11).
Pendiri Komunitas Roodebrug Soerabaia Ady Setyawan menyatakan, aksi teatrikal itu bertujuan melakukan reka ulang pertempuran di Benteng Kedung Cowek yang menewaskan sepertiga anggota Batalyon Sriwijaya.
Dengan adanya reka ulang tersebut, Ady berharap Arek Suroboyo tidak lupa dengan peristiwa di benteng yang dibangun di pesisir pantai pada 1900 itu.
”Jangan sampai anak muda Surabaya tidak tahu tentang sejarah kotanya,” kata Ady. Penulis Benteng-Benteng Surabaya tersebut berharap aksi teatrikal itu dapat menggelitik pemerintah kota untuk memperhatikan kondisi benteng.
Pada 2015 aksi serupa dilakukan untuk memperingati Hari Pahlawan pada 10 November. Namun, tahun lalu temanya adalah Perang di Alun-Alun Contong. ”Kalau tahun ini, temanya Perang di Benteng Kedung Cowek,” jelas Ady.
Ya, kondisi Benteng Kedung Cowek memang cukup memprihatinkan. Bangunan sepanjang 1,6 kilometer itu tidak terawat. Hampir semua permukaan dinding ditumbuhi lumut. Belum lagi, akses menuju benteng juga tidak dirawat.
Jalan menuju benteng ditumbuhi rimbunan rumput liar. Selain mengadakan aksi teatrikal di Benteng Kedung Cowek, Komunitas Roodebrug Soerabaia menyerahkan plakat replika prasasti perjuangan Arek Suroboyo di benteng tersebut.
Ady mengungkapkan, kurangnya perhatian pemerintah terhadap peninggalan-peninggalan sejarah membuat kondisi benteng-benteng di Surabaya semakin memprihatinkan. Aksi vandalisme tidak terkendali dan banyak peninggalan sejarah yang hilang.
”Mudah-mudahan setelah ini pemkot semakin care dengan peninggalan sejarah di Surabaya. Sebab, menjaga peninggalan sejarah sama dengan menjaga sejarah itu sendiri,” ucapnya. (rst/c20/git)
Sumber : http://www.jawapos.com/read/2016/11/06/62568/reka-ulang-pertempuran-kedung-cowek-berharap-pemkot-beri-perhatian-/3