AAV-7SU |
Sejak dibatalkannya program EFV (Expeditionary Fighting Vehicle), Korp Marinir AS ditinggalkan tanpa opsi platform untuk menyediakan dukungan pendaratan amfibi. Padahal doktrin pendaratan amfibi Korp Marinir AS terus harus dipertahankan. Setelah sempat berencana untuk menjual sepertiga armada AAV-7A1nya (Amphibious Assault Vehicle, sebelumnya LVTP-7), Korp Marinir AS akhirnya malah harus mempertahankan AAV-7 yang umurnya sudah mencapai 40 tahun dan meningkatkan kemampuannya karena sudah tidak ada pilihan.
Jika dirunut-runut, AAV-7 memang salah satu kendaraan perang Korp Marinir AS yang boleh dikata kurang kasih sayang. Penambahan kemampuan terakhir yang diterimanya adalah kit EAAK (Enhanced Applique Armor Kits) yang merupakan sistem proteksi pasif buatan Rafael Armament Development Authority, dan dipesan pada 1993. EAAK sendiri dikembangkan dari basis produk Armor Shield P. Kit berbahan baja balistik ini menggunakan teknik ruang kosong antara lapisan EAAK yang berbentuk seperti sandwich dengan kulit AAV-7 sehingga ledakan yang terjadi di permukaan EAAK tidak akan menembus sampai ke dalam.
Dengan 20 tahun tanpa pengembangan yang berarti dan status sebagai kuda beban yang harus dipertahankan, sudah pasti harus ada langkah koreksi apabila AAV-7 ingin didayagunakan sampai tahun 2040. Apalagi target dari Korp Marinir AS adalah ketersediaan armada kendaraan amfibi ini untuk mobilisasi secara simultan enam batalion tempur dari 12 batalion infantri yang dimiliki.
Tidak hanya memikirkan peningkatan proteksi di tengah level ancaman yang semakin tinggi, daya gerak sang tuna can ini juga harus dipikirkan matang-matang. Jangan sampai penambahan beban justru menghilangkan daya apung dan kemampuan olah gerak di permukaan airnya yang sangat prima.
Keinginan Korp Marinir AS untuk memodernisasi AAV-7 tersebut dilakukan dengan menggelar program bertajuk AAV SUP (Amphibious Assault Vehicle Survivability Upgrade Program). Kontraknya mencakup modifikasi dan peningkatan kemampuan untuk 392-396 unit AAV-7A1, suatu jumlah yang sangat menggiurkan untuk pabrikan manapun. Dari tender yang digelar, akhirnya Korp Marinir AS menggandeng perusahaan SAIC yang juga memenangkan kontrak ACV 1.1 berbasis Terrex 2 bersama dengan ST Kinetics.
Hanya butuh satu tahun bagi SAIC untuk membuat dan menyerahkan purwarupa produksi pertama atau yang dikenal sebagai artikel EMD (Engineering & Manufacturing Development) ke Korp Marinir AS dari pabriknya di Charleston, Carolina Selatan. Seluruh komponen AAV-7 dibongkar ulang sampai komponen terkecil, jejak-jejak karat di-sandblast, dipasangi pelat baru apabila perlu, dirakit ulang, dan diberikan lapisan anti karat, lalu modifikasi pun dilakukan.
SAIC sendiri menamai AAV hasil modifikasinya sebagai AAV-SU, dengan modifikasi pada sejumlah faktor. Salah satu titik fokus adalah pada proteksi. Jika pada modifikasi terakhir AAV-7A1 disebut memiliki sandwich armor, maka pada AAV-SU pelat tersebut dilepas dan digantikan dengan panel-panel keramik untuk bagian sisi, atas, dan depan sebanyak 49 panel yang didesain ringan, memiliki ruang kedap air dan memiliki daya apung. Sebagian ruang kosong yang tersisa antara panel dan kulit kendaraan dimanfaatkan untuk penempatan tangki bahan bakar ekstra, mengurangi resiko kebakaran di dalam kendaraan.
Di darat, panel keramik tersebut berfungsi untuk menyerap dan menyebar energi serta panas hasil ledakan agar tidak menembus kulit AAV-7. Panel-panel tersebut diikat dengan mur dan rivet, membuat AAV-SU jadi kelihatan seperti kendaraan luar angkasa dari film fiksi ilmiah tahun 1960an. Sebagai akibatnya, sosok AAV-SU pun jauh lebih gambot dibandingkan dengan AAV-7A1.
Yang mungkin tidak terlihat oleh mata telanjang adalah penambahan perlindungan di sisi bawah, atau perut kendaraan. Hal ini dilakukan sebagai antisipasi dari pengalaman penggunaan AAV-7 di Irak yang beberapa kali rusak karena melindas IED (Improvised Explosive Devices). Perlindungan itu terwujud dalam pemasangan pelat alumunium setebal nyaris 6cm di seluruh sisi bawah kendaraan yang bisa menyerap impak ledakan dari ranjau anti tank.
Bagian lain yang juga dibenahi tapi tak langsung terlihat adalah pada kabin dan ruang awak. Kursi penumpang yang tadinya hanya terdiri dari kursi kain biasa diganti dengan kursi khusus yang mampu menyerap impak ledakan ranjau, begitu pula kursi untuk awaknya yaitu komandan dan juru tembak. Bukan hal mudah untuk mendesain sistem kursi tersebut yang harus bisa menampung 18 prajurit infantri, tidak boleh kurang dari kemampuan awalnya.
Selain kursi anti ranjau, seluruh dinding dalam kabin AAV-7 juga dilapis ulang dengan material kevlar yang berfungsi sebagai spall liner, menjaga agar jangan ada serpihan ledakan yang menembus masuk ke dalam kabin. Penataan yang optimal juga memampukan AAV-SU untuk mengakomodasi perbekalan tempur untuk dua hari, sehingga secara total prajurit infantri bisa berpatroli selama tiga hari penuh.
Nah, untuk mengakomodasi sekian banyak perubahan tersebut, sudah pasti ada harga yang harus dibayar. Soal bobot sudah pasti melonjak. Oleh karena itu butuh mesin yang lebih bertenaga, baik itu mesin penggerak utama ataupun sistem water jet yang mendorongnya di permukaan air. Untuk mesin yang posisinya ada di depan, mesin asli VT903 dicopot dan dibangun ulang dengan sistem turbo dan transmisi baru, sehingga daya yang disemburkan naik dari 525hp menjadi 675hp. Kecepatannya pun bisa naik menjadi 60-70km/ jam di jalanan mulus. Di ruang mesin juga ditambahkan sistem pemadam otomatis buatan Kidde yang dapat mendeteksi bila ada api atau kenaikan suhu yang sangat ekstrim.
Selain mesin, sistem waterjet pada AAV-SU juga diganti dengan sistem axial flow yang baru, dengan kemampuan untuk memusatkan dorongan sehingga kecepatan arung permukaan air jadi lebih baik. Sistem PTO (Powered Take Off) yang mengubah tenaga mesin dan menyalurkannya ke sistem water jet dipasang dengan jenis baru, plus kemampuan pengaturan secara elektronik sehingga lebih akurat dan handal. Sejumlah perubahan tersebut berhasil mengangkat reserve buoyancy yang naik menjadi 22% dari yang tadinya 18%.
Yang paling disayangkan dari item upgrade yang jumlahnya seabrek ini adalah tidak adanya program untuk meningkatkan daya gempur dari AAV-SU. Sistem kubah sederhana senjata ganda buatan Cadillac Gage dianggap cukup, lagipula penambahan dan peningkatan senjata akan menambah beban yang terlalu signifikan. Sejauh ini, SAIC dan ST Kinetics sudah menyerahkan 10 purwarupa yang sedang diuji di seantero Amerika Serikat, termasuk uji balistik dan ranjau yang rencananya dilaksanakan pada kuartal kedua tahun 2017. 10 AAV-SU ini akan diikuti dengan 52 AAV-SU versi LRIP (Low Rate Initial Production). Korp Marinir AS sendiri menjadwalkan bahwa IOC (Initial Operational Capability) untuk AAV-SU akan dimulai pada tahun 2019.
Penggelaran secara penuh diharapkan dapat mulai dilakukan pada 2023 dan harus terus mampu bertahan dengan kesiapan tertinggi setidaknya sampai tahun 2030. Sisa dari AAV-7 yang tidak kebagian modernisasi secara bertahap akan dipensiunkan, digantikan oleh ACV sehingga Korp Marinir AS akan mengoperasikan tiga jenis kendaraan berat: AAV-SU, ACV, dan LAV-25. AAV-SU tersebut akan dibagikan ke dua Assault Amphibian Batallion, Combat Assault Battalion dari 3rd MarDiv, dan Combat Assault Battalion dari 3rd Marine Regiment. (Aryo Nugroho)