Assembly Pesawat Tempur F-16 |
Pada masa Orde Baru, Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) di bawah Menristek Prof. Ing. B.J. Habibie adalah mercusuar teknologi Indonesia. Berbagai proyek canggih terkait aviasi dan maritim dikerjakan, dengan hanya satu tujuan yakni membawa Indonesia ke era tinggal landas, sejajar dengan bangsa-bangsa maju lainnya.
Maka, program canggih seperti pembuatan pesawat pun digagas secara terstruktur dan bertahap, mulai dari merakit secara lisensi CASA 212 Aviocar, dilanjutkan produksi bersama CN-235 bersama CASA Spanyol, dan kemudian berhasil membuat N250 Gatotkaca, walaupun kemudian langkahnya terhenti karena krisis sehingga IPTN menderita kerugian besar.
Dimasa Orde Baru, Indonesia di kala itu adalah Indonesia yang punya nilai tawar terhadap bangsa lain. Sebagai contoh, untuk program pengadaan F-16 TNI AU dalam proyek Peace Bima Sena, Indonesia berhasil meraih ontrak offset senilai 35% dari nilai pembelian F-16A/B Block 15 OCU tersebut.
Untuk melapangkan jalan program Peace Bima Sena, maka Boeing dan General Dynamics kemudian mendatangi PTDI dan menandatangani kontrak kerjasama pada 1982. Hal ini dilakukan agar proyek penjualan senilai US$337 juta tersebut diraih oleh General Dynamics selaku pabrikan, karena saat itu F-16 dibayang-bayangi oleh Mirage 2000 sebagai pesaingnya.
Dan terbukti, kontrak pembelian F-16 pun ditandatangani pada bulan Agustus 1986. Sebagai catatan, 35% dari nilai kontrak tersebut dihitung dari Flyaway Cost, yaitu teknik perhitungan biaya pesawat berdasarkan nilai biaya yang dikeluarkan untuk produksi dan alokasi nilai peralatan dan perlengkapan yang digunakan untuk membuat pesawat tersebut. Biaya operasi selama masa hidup tidak dihitung.
Komponen dari F-16 yang dikerjakan oleh IPTN adalah kulit luar dari sirip vertikal atau sirip tegak, pintu roda depan, pylon untuk dudukan senjata, pylon basah (wet pylon) untuk menggantungkan tangki bahan bakar, kontrol permukaan dalam bentuk flaperon, dan pintu akses mesin depan (front engine bay).
Jumlah yang dibuat pun melebihi kebutuhan F-16 TNI AU, artinya IPTN memang membuat komponen tersebut untuk F-16 negara-negara lain yang menggunakannya. Jumlah yang dikontrak adalah 400 unit lapisan ekor vertikal, 526 pintu ruang depan, 675 pylon senjata, 450 unit flaperon, dan 450 unit pintu akses mesin depan.
Total 3.476 unit komponen tersebut ditebus General Dynamics dengan harga US$57 juta. Perusahaan yang kini diakuisisi Lockheed Martin tersebut mengakui bahwa kualitas buatan IPTN memang sangat berkualitas, sehingga dalam seremoni ekspor produk komponen tersebut, General Dynamics menambah lagi pesanannya untuk proyeksi penjualan sampai dengan tahun 2000. (Aryo Nugroho)