Type 89, Senapan Serbu Paling Mahal di Dunia - Radar Militer

25 Agustus 2017

Type 89, Senapan Serbu Paling Mahal di Dunia

Senapan Serbu Type 89
Senapan Serbu Type 89 

Walaupun Jepang sanggup untuk mengembangkan beragam teknologi konsumer yang canggih, nyatanya untuk teknologi alutsista mereka harus bergantung kepada teknologi negara lain. Untuk senapan serbu, JGSDF memang mandiri dengan Type 89, tetapi ternyata bukan rancangan sendiri.
Jepang memang serba susah untuk urusan pertahanan. Harus menahan diri akibat tanggungan dosa nafsu imperialisme di masa lalu, kebijakan proteksionisme dan pembatasan menyebabkan keharusan untuk membeli alutsistanya dari luar. Untuk senjata ringan Jepang memang bisa mengadakan sendiri, dan sejak usainya Perang Dunia II pun Jepang selalu mengembangkan sendiri senjata ringannya. Acuan yang dijaga hanya menyamakan jenis peluru yang digunakan oleh Amerika Serikat sebagai patronnya.
Upaya pertama pasukan bela diri Jepang (JGSDF) untuk menstandarisasi senjata ringan adalah dengan menggunakan senapan tempur 7,62mm Type 64 buatan pabrik senjata Howa Machinery, Ltd. yang berlokasi di Nagoya. Type 64 boleh dikata menjadi bencana, dengan peluru 7,62mm dengan isian khusus karena ringannya Type 64 sehingga tidak bisa menahan hentakan munisi 7,62mm dengan isian penuh standar NATO.
Kala Amerika Serikat dan NATO akhirnya beralih ke peluru 5,56x45mm, Jepang pun memutuskan ikut serta karena juga tidak punya pilihan. Karena peluru berganti, maka senapan yang melesatkannya pun harus berubah juga. Belajar dari mahalnya mengembangkan Type 64, JGSDF kapok dan mencari senapan serbu dengan format yang pas untuk postur orang Asia. Mengadopsi M16A1 yang digunakan oleh Amerika Serikat kala itu dianggap bukan pilihan karena Amerika Serikat menolak untuk memberikan lisensi manufaktur di dalam negeri pada akhir dekade 1960an.
Opsi yang tertinggal hanya AR-18, yang saat itu ternyata dibuat secara lisensi juga oleh Howa. Adalah pabrikan ArmaLite yang memberikan lisensi kepada Howa Jepang dan Sterling Inggris untuk memproduksi AR-18. AR-18 buatan Jepang sendiri diproduksi untuk dijual di pasar dalam negeri Amerika Serikat, karena di masa itu Jepang merupakan basis produksi yang murah. Howa membuat sejumlah purwarupa yang diberi kode HR-10, HR-11, HR-13, HR-15, dan HR-16 untuk diuji oleh JGSDF. Akhirnya setelah evaluasi, purwarupa HR-16 dapat diterima sebagai basis produksi, dan Howa diperintahkan untuk produksi massal dari HR-16 tersebut, yang akhirnya dirilis dengan kode resmi Type 89.
Sebagai senjata hasil adopsi, Type 89 sendiri tidak plek meniru AR-18 habis-habisan. Bentuk akhirnya sendiri justru lebih mirip gabungan beberapa senapan serbu. Bagian lade atau pegangan tangan misalnya, tidak menggunakan plastik hitam seperti AR-18, diganti dengan model pegangan tangan mirip FN FNC, dengan dua handguard alumunium dibungkus plastik thermoset yang berfungsi sebagai pegangan tangan. Handguard ini bisa dibuka menjadi dua bagian kiri dan kanan dengan melepas satu pivot pin di bagian depan. Handguard ini juga memiliki lubang-lubang untuk pembuangan panas yang dibuat pada bagian atas dan bawah di setiap sisi, untuk menjamin sirkulasi panas tetap optimal.
Receiver atas maupun bawah pada Type 89 terbuat dari lembaran baja, berbeda dengan AR-18 yang menggunakan receiver bawah berbahan plastik. Bentuk receivernya masih mirip pula dengan AR-18, termasuk bentuk lubang magasen yang dangkal, tidak memanjang ke bawah seperti pada M16. Desain ini, ditambah dengan tidak adanya bibir lubang magasen, membuat penggantian magasen baru menjadi sulit karena prajurit harus benar-benar mengepaskan antara magasen dengan lubangnya. Dalam kondisi yang terburu-buru dan di bawah tekanan, proses pemasangan magasen ini tentu menyulitkan karena kurang intuitif. Untuk magasennya sendiri kompatibel dengan magasen STANAG 4569 (tipe M16), tetapi didesain dengan follower yang mengunci bolt ke arah belakang setelah peluru terakhir ditembakkan, jadi ketika magasen baru dimasukkan, cukup tekan tombol rilis bolt dan tidak perlu mengokang lagi.
Kedua sisi atas dan bawah receiver ini dihubungkan dengan pivot pin, sama seperti AR-18. Tuas-tuas setelan pada Type 89 sendiri memiliki ergonomi yang boleh dibilang sedikit kurang bersahabat. Untuk selektor tuas penembakan misalnya, disediakan di sisi kanan dan antara setelan satu dan berikutnya membutuhkan putaran tuas yang cukup lebar sudutnya. Jangan harap bisa memutar tuas ini menggunakan jari yang menggenggam pistol grip.
Pilihan moda penembakannya juga sedikit unik, dari posisi S, langsung ke rentetan panjang atau S-A-3-1. Pilihan tembakan semi auto justru menjadi setelan terakhir. . Noktah penanda posisi tembakan juga terpisah, dengan posisi S dan A dicat pada receiver atas, sementara 3 dan 1 dicat pada receiver bawah. Jadi bagi prajurit yang menyiapkan Type 89nya, hal pertama yang harus dilakukan ya mengatur selektor penembakannya dulu, baru mulai membidik. Untungnya ada modifikasi pada Type 89 yang digunakan oleh prajurit JGSDF yang ditugaskan ke Irak, dimana tuas selektor dan mekaniknya diganti baru sehingga tuas setelannya sudah memiliki putaran seperti tuas selektor M16, dan tersedia secara ambidextrous atau di kiri-kanan receiver. Tombol untuk melepaskan magasen sendiri ada di sisi kanan, di atas trigger guard sehingga mudah diraih oleh jari telunjuk.
Untuk sistem pengoperasian, Type 89 menggunakan sistem yang sama dengan AR-18, yang kemudian diadopsi oleh senapan serbu generasi terkini seperti G36 dan HK416. Sistemnya sendiri menggunakan bolt carrier yang didorong oleh operating rod, yang bergerak ke belakang karena dorongan gas yang dialirkan kembali ke belakang. Hanya bedanya, operating rod pada Type 89 bentuknya masih seperti piston, beda dengan pada G36 dan HK416 yang sudah menggunakan piston berdiameter kecil dengan pegas.
Tuas pengokang pada Type 89 menempel langsung ke bolt carrier dan juga bergerak bersama sesuai siklus penembakan. Kepala tuas pengokang ini dibuat seperti mangkok sehingga memudahkan untuk dipegang dan ditarik ke belakang menggunakan jempol dan telunjuk. Type 89 juga menyempurnakan kekurangan AR-18, berupa penambahan penutup debu di jalur gerak tuas ke arah belakang; pada AR-18 jalur ini dibiarkan terbuka sehingga debu atau kotoran bisa masuk. Penutup debu ini akan bergerak ke belakang setelah terdorong oleh tuas pengokang. Bolt yang digunakan pada Type 89 juga menggunakan tipe bolt kaki seribu (multi lug) sama seperti AR-18, dengan pena pemukul dilengkapi pegas untuk mencegah pena pemukul jatuh dan mengenai primer peluru, sehingga menimbulkan ledakan peluru prematur.
Type 89 sendiri menggunakan laras profil karabin, dengan panjang 420mm dan profil heavy barrel sampai ke batas tiang pejera depan. Twist laras yang digunakan adalah 1:7, sesuai standar NATO yang menggunakan peluru SS109. Bagian kepala laras dihiasi dengan muzzle brake/ flash hider dengan bentuk yang unik. Bentuk muzzle brakenya menggunakan lubang atau slot berganda di sisi kiri dan kanan, yang jamak ditemui pada senjata kaliber besar. Terdapat tiga lubang di setiap sisi, dua pertama berbentuk persegi dan vertikal, dan lubang terakhir berbentuk horisontal. Dengan pembuangan cahaya ke kiri dan kanan, diharapkan bahwa Type 89 jauh lebih terkontrol pada saat ditembakkan dalam rentetan pendek atau panjang. Desain flash hider pada Type 89 sendiri dapat digunakan untuk melontarkan TP (tabung peluncur atau granat senapan).
Untuk membidik sasaran, Type 89 sendiri disiapkan dengan sistem pisir dan pejera mekanik, dengan pisir berbentuk diopter dan tiang pejera yang dilindungi oleh ‘kuping’ untuk melindungi dari benturan. Berbeda dengan FN FNC, Type 89 sendiri disiapkan dengan desain tiang pejera yang tinggi, tidak langsung menempel di atas laras, oleh karena itu tiang pisirnya pun ditaruh di atas blok untuk mengimbanginya. Pada bagian depan blok tiang pejera diposisikan tuas berbentuk lingkaran untuk mengatur aliran gas yang kembali ke arah belakang; aliran gas dapat dibuka penuh apabila Type 89 digunakan di tempat yang kotor dan berdebu.
Antara blok tiang pisir/ kepala tabung gas dan dudukan bayonet dapat dipasangi bipod yang dipasang dengan model jepit, dan bipodnya sendiri dapat dilipat ke arah belakang sejajar dengan handguard. Bipodnya sendiri tidak memiliki setelan panjang, jadi begitu dibuka ke arah bawah, tinggal pintar-pintarnya penembak untuk cari posisi yang pas untuk menaruh senapannya. Sementara untuk popor, tersedia dua opsi: popor pejal berbahan plastik thermoset berwarna hitam, atau popor rangka yang dapat dilipat ke arah kiri, untuk pasukan linud. Versi popor rangka ini dilengkapi dengan penutup di rangka atasnya yang juga terbuat dari thermoset untuk menempelkan pipi dan membidik.
JGSDF sendiri termasuk sangat konvensional untuk urusan penggunaan optik sebagai alat bidik senapan. Type 89 sendiri tidak didesain dengan sistem rel untuk pemasangan aksesori atau optik secara cepat, dan kondisi ini terbukti menimbulkan hambatan ketika JGSDF mulai membuka diri dan berpartisipasi dalam kontingen pasukan perdamaian PBB. Untuk mengantisipasi penugasan internasional semacam itu, Departemen Pertahanan Jepang pun memesan sejumlah paket modifikasi bagi Type 89. Perubahan yang dilakukan pada 2004 ini memperkenalkan sistem rel Picattinny pada sisi atas receiver, dan sejumlah lainnya dimodifikasi dengan pemasangan rel di bawah handguard untuk menempelkan grip depan.
Sistem optik yang distandarisasi oleh JGSDF meliputi dua tipe optik, yaitu yang pertama adalah Trijicon ACOG TA31 dengan RMR (Ruggedized Miniature Sight) untuk paduan tepat optik jarak menengah dengan pembesaran 4x, dan optik refleks RMR untuk backup atau misi di dalam ruang sempit. Optik kedua yang jadi standar adalah Aimpoint Comp M2 CCO (Close Combat Optic) untuk situasi pertempuran jarak dekat. Namun induksi optik ini di dalam JGSDF berlangsung lambat, dan hanya unit-unit tertentu saja yang menerimanya.
Pada akhirnya, Howa Type 89 memang menjadi senapan serbu yang menjawab kebutuhan yang sangat spesifik, yaitu kebutuhan JGSDF. Walaupun saat ini sudah terbuka kemungkinan bagi Jepang untuk menjual alutsista buatannya ke negara lain. Harga yang sangat mahal, dimana sepucuk senapan Type 89 bisa mencapai 340.000 Yen untuk tahun anggaran 2005 atau sekira Rp 35 Juta. Tidak mengherankan bila populasinya hanya ada di kisaran 100 ribuan unit, hanya cukup dan memang cuma diproduksi untuk kebutuhan pasukan bela diri Jepang semata. (Aryo Nugroho)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

- Berkomentarlah yang sopan dan bijak sesuai isi artikel/ berita;
- Dilarang berkomentar SPAM, SARA, Politik, Provokasi dsb

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)