Senjata Bantu Infanteri Korps Marinir TNI AL |
Salah satu doktrin tempur Korps Marinir adalah adanya elemen Senjata Bantu Infanteri (Senbanif), dimana pada satuan setingkat batalyon terdapat senjata-senjata pemukul yang dalam penggelarannya dapat digunakan pada satuan peleton dan kompi. Dalam terminologi Infanteri Marinir TNI AL, Senbanif terdiri dari mortir 60/81 mm, senapan mesin regu FN GPMG (General Purpose Machine Gun)/Pindad SM-1 kaliber 7,62 mm dan granat berpeluncur roket RPG-7.
Dan terkait Senbanif, pada Senin (16/10/2017) kemarin, Brigade Infanteri 3/Marinir yang bermarkas di Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, Lampung, melaksanakan kursus Senbanif 2017. Kegiatan tersebut dibuka Komandan Pusat Latihan Tempur (Danpuslatpur) Teluk Ratai Lampung, Letnan Kolonel Marinir Nandang Permana Jaya. Kursus yang akan berlangsung satu bulan ini melibatkan 30 peserta yang terdiri dari 5 personel Pasmar-2, 20 personel Brigif-3 Mar, dan 5 personel Kolatmar, serta didukung oleh 25 personel pendukung dan pelatih.
Brigif-3/Mar membawahi beberapa satuan, yakni Batalyon Infanteri 7 di Padang Cermin, Batalyon Infanteri 8 di Medan, Sumatera Utara, Batalyon Infanteri 9 di Padang Cermin, dan Batalyon Infanteri 10 di Setoko, Batam. Dan masih dalam momen yang sama, 1.095 prajurit Brigif-3 Marinir dari keempat batalyon melaksanakan Latihan Satuan Lanjutan (LSL) II dan Ujian Nilai Satuan (UNS) II Tri Wulan III (TW III) Brigif-3 Marinir TA. 2017, di medan latihan Pantai Caligi, Teluk Pandan.
Dan terkait Senbanif Korps Marinir, berikut paparannya:
1. Mortir 60/81 mm
Mortir dengan larasnya yang halus (smoothbore) dan tekanan penembakan lebih rendah (low pressure), tak ayal menempati posisi sebagai senjata dukungan jarak dekat andalan bagi infanteri. Meski sudah digunakan sejak era Perang Dunia I, nyatanya perkembangan teknologi turut mempertahankan keberadaan mortir sebagai unsur bantuan tembakan infanteri yang cukup diandalkan hingga kini.
Mortir 60/81 mm |
Diantara kaliber mortir yang ada, mortir paling populer adalah di kaliber 81 mm. Ada beberapa alasan mengapa mortir 81 mm sangat populer. Pertama, mortir 81 mm memiliki jangkauan memadai sehingga kru mortir ada di luar line of sight lawan, alhasil lebih sulit untuk dibalas, daya hancurnya luar biasa relatif terhadap ukuran kalibernya, dan mempunya bobot yang masih ideal untuk penggelaran berpindah-pindah.
2. FM GMPG/SM-1
Senapan ini menggunakan sistem gas piston panjang dengan regulator gas yang terletak di bawah laras. Bipod yang melekat pada ujung tabung gas dapat dilipat untuk disesuaikan ketinggiannya. FN MAG dapat menembakan 650-1.000 peluru tiap menitnya. Kecepatan tembak senapan (Rate of fire) dapat dipilih antara “rendah/low” (~ 650 rpm) dan “tinggi/high” (~ 950 rpm), tergantung pada situasi taktis, dan senapan menembak dalam moda full otomatis. Kecepetan luncur proyektil 840 meter per detik, dengan energi pada ujung laras 335 gm. Ketika bipod dilipat, maka fungsinya berperan sebagai pegangan tangan, sesuai digunakan pada posisi menembak dari posisi pinggang (Rambo Style).
FM GMPG/SM-1 |
Untuk pembidik mempergunakan skala bertingkat setiap 100 meter, mulai dari 300 meter sampai 800 meter pada sisi lain dan skala 800 - 1000 meter pada sisi lainnya. Dengan penyesuaian pada bidikan, jenis peluru, penggunaan tripod dan kondisi lingkungan, jarak tembak maksimumnya bisa mencapai 1.800 meter.
Laris manisnya FN MAG di berbagai kesatuan TNI tentu tak lepas dari pemberdayaan produksi dalam negeri. Pasalnya PT Pindad sejak tahun 2003 telah mengambil lisensi untuk produksi FN MAG di Indonesia, dan jadilah FN MAG versi Indonesia dengan label SPM2. Ada dua varian SPM2 yang diproduksi Pindad, yakni SPM2-V1 (dengan tripod) dan SPM2-V2 (dengan bipod). Varian V2 dicipitakan tahan hingga 3600 tembakan peluru tanpa harus mengganti laras.
3. RPG-7
Di sekitaran tahun 2003 – 2004, Korps Marinir TNI AL menjadi operator RPG-7. Meski menyandang identitas RPG (Rocket Propelled Grenade)-7, tapi sejatinya nama asli senjata yang digunakan Marinir TNI AL adalah ATGL-L (Anti Tank Grenade Launcher-Light). Bila RPG-7 aslinya diproduksi di Rusia, maka ATGL-L adalah buatan pabrik amunisi Arsenal dari Bulgaria. Artinya satu pabrik dengan pelontar granat pesanan Korps Brimob yang beberapa waktu lalu sempat menjadi polemik. Di lingkungan Korps Marinir TNI AL, ATGL-L disebut sebagai RPG-7, tentu dengan alasan efek psikologis lebih kuat.
RPG-7 |
Dalam gelar operasinya, Korps Marinir menempatkan RPG-7 ke dalam kompi infanteri senjata bantuan bersama dengan FN MAG 7,62 mm dan mortir 81 mm, yang pada akhirnya unit infanteri Marinir punya daya gempur besar bagi peleton senapannya. (Haryo Adjie)
Sumber : http://www.indomiliter.com/