Scout Ranger |
Pembaca mungkin mengingat kesatuan elit AD Filipina Scout Ranger dari petaka 30 Agustus 2016. Saat itu Scout Ranger yang diturunkan untuk mengejar militan Abu Sayyaf yang menyandera sejumlah pelaut termasuk dari Indonesia malah jadi bulan-bulanan. 15 prajurit dan seorang Letnan Dua gugur dalam pertempuran di luar kota Patikul, Jolo, melawan lebih dari 120 orang militan Abu Sayyaf.
Cemoohan dari warganet di Indonesia yang harap-harap cemas akan keselamatan warganya pun bertaburan di media sosial, menyalahkan dan meragukan kemampuan militer Filipina. Padahal, di medan tempur segalanya bisa terjadi. Pasukan khusus sekalipun tidak akan sanggup bila musuhnya berjumlah jauh lebih besar. Ketika akhirnya Scout Ranger berhasil membuktikan dirinya dengan menamatkan karir teror Omar Maute dan Isnilon Hapilon, rakyat Filipina pun menyambut dengan sorak sorai.
Adalah Kompi ke-8 Scout Ranger yang memiliki motto"Destruere Hostis Deus" atau hancurkan musuh-musuh Tuhan yang memimpin operasi pamuncak untuk melakukan serbuan yang menentukan dan berakhir gilang-gemilang di Marawi.
Scout Ranger sendiri memiliki sejarah yang panjang di dalam militer Filipina. Berkekuatan empat batalyon, pasukan elit AD Filipina ini selalu jadi andalan dalam berbagai palagan. Pasukan ini dibentuk oleh Panglima Angkatan Bersenjata Filipina Jenderal Rafael Ileto pada 1955 dengan spesialisasi peperangan anti gerilya. Tugas pertama mereka adalah memberantas gerilyawan komunis Hukbalahap.
Para Musang, julukan bagi Scout Ranger yang artinya sama dalam Bahasa Indonesia, memburu pemimpin gerilyawan Huk satu-persatu sampai kelompok itu porak-poranda secara organisasi. Moto Scout Ranger adalah “We Strike” atau kami menyerang, sederhana namun mematikan.
Latihan untuk membentuk seorang Scout Ranger sangatlah berat. Sebagai unit pasukan anti gerilya, mereka dilatih untuk melaksanakan jungle survival atau bertahan hidup dalam waktu lama di hutan. Oleh karena itu, mereka selalu berlatih fisik yang kuat dan kemampuan bela diri agar kuat berpatroli jarak jauh di dalam hutan, dalam format tim kecil.
Sebagai seorang Ranger, pasukan ini dirancang untuk membawa persenjataan dan amunisi dalam jumlah besar sehingga daya tembak seorang Ranger jauh melebihi prajurit biasa. Satu regu biasa dilengkapi dengan senapan serbu M4A1, M16A2, atau Steyr AUG. Juru tembak senapan mesin akan membawa senapan mesin sedang M60 atau dua Senapan Otomatis Minimi. Satu regu bisa memiliki dua sampai empat pelontar granat 40mm.
Setiap partisipan di sekolah pendidikan Scout Ranger di Kamp Tecson, San Miguel, Bulacan harus menghabiskan enam bulan masa latihan yang berat. Badge kualifikasi Scout Ranger atau Tabak Badge bisa diperoleh Polisi maupun tentara Filipina yang berhasil menamatkan Kursus Ranger selama 6 bulan, sama seperti Ranger Course yang diselenggarakan oleh pasukan elit US 75th Ranger Regiment.
Pada 1970an, Scout Ranger disibukkan dengan para gerilyawan yang bercita-cita mendirikan Kesultanan Sulu. Banyak pertempuran yang mempertemukan Scout Ranger dengan pasukan musuh yang jauh lebih besar seperti pertempuran Bukit Sibalu pada 26 November 1972. Pada dekade 1980an, musuh mereka berganti menjadi MILF (Moro Islamic Liberation Front) dengan gerakan separatis Bangsa Moro, dan sisa-sisa kekuatan komunis yang ingin bangkit lagi.
Sejumlah prestasi dan keberanian dicatatkan pada dekade 1990an, seperti keberanian Kopral Romualdo Rubi yang sendirian menghadapi 100 pemberontak komunis yang menyerang detasemen militernya di Claver, Surigao del Norte pada 18 Maret 1991. Walaupun kalah jumlah, Kopral Rubi malah bisa membunuh komandan pasukan komunis yang menyerang tersebut.
Uniknya, kesatuan Scout Ranger yaitu First Scout Ranger Regiment pernah dibubarkan pada 1989 akibat keterlibatan mereka dalam upaya kudeta atas Presiden Filipina Corazon ‘Cory’ Aquino. Namun akibat kebutuhan yang mendesak dan tingginya pemberontakan dan separatisme di dalam negeri, Scout Ranger dihidupkan kembali pada 1991. Siswa Scout Ranger 103 sebagai kelas pertama dari Scout Ranger yang baru bahkan langsung diterjunkan dalam medan pertempuran sebenarnya di Lembah Marag.
Tembakan Sniper Scout Ranger Mengakhiri Duet Bos Teroris Marawi
Perburuan atas Omar Maute dan Isnilon Hapilon sudah menjadi prioritas militer Filipina sedari awal ketika militan Maute dengan brutal menyerbu kota Marawi. Namun pengaruh antar klan dan suku, fanatisme para militan Maute, serta topografi kota Marawi yang berbukit dan banyak dilengkapi dengan lorong-lorong rahasia membuat operasi perburuan terhadap dua dedengkot teror tersebut menjadi salah satu yang tersulit.
Militer Filipina menerapkan sejumlah strategi, di antaranya dengan melakukan blokade jalur darat. Namun Omar Maute dan Hapilon diperkirakan melarikan diri dengan perahu kecil melintasi teluk yang berbatasan dengan Marawi, lepas dari pengawasan militer Filipina. Walau awalnya gengsi, Filipina yang sudah terbentur tembok akhirnya malu-malu mau menerima bantuan militer dari Amerika Serikat dan negara lain berupa senjata dan bantuan alat pengintaian.
Namun pelarian keduanya yang memproklamirkan diri sebagai Emir ISIS Asia Tenggara berakhir dalam operasi serbuan pasukan khusus Scout Ranger AD Filipina yang gemilang. Scout Ranger dikirimkan ke wilayah Barangay Datu sa Dansalan pada 13 Oktober untuk melakukan serbuan untuk mendapatkan Hapilon. Militer mengatakan, bagaimanapun caranya, Hapilon harus tertangkap, baik hidup atau mati.
Operasi kali ini dirancang rapi, dengan penjagaan ketat dan blokade di Danau Lanao untuk mencegah siapapun keluar atau masuk dari Marawi. Jumlah lawan juga diperkirakan sudah sedikit saja, kurang dari 50 orang setelah nyaris 800 militan berhasil ditewaskan di Marawi selama lima bulan ini, yang tidak hanya berasal dari Filipina tetapi juga Malaysia, Indonesia, dan Thailand, orang-orang yang mencari pembenaran atas kekerasan.
Dan, pada pukul 2 pagi 16 Oktober 2017, sejumlah regu dari Kompi ke-8 Scout Ranger dikirimkan untuk melakukan pengintaian dengan bantuan UAV yang dilengkapi dengan kamera termal. Turut serta menjaga dari belakang adalah sejumlah sniper Scout Ranger yang dipersenjatai dengan senapan runduk kelas berat Barett M82A1 yang dilengkapi dengan teropong infra merah.
Berpasang-pasangan dengan spotter yang membawa senapan serbu untuk mengamankan sang penembak, mereka naik ke atap sisa-sisa bangunan tinggi yang hanya menyisakan kerangka bangunan dan dinding penuh lubang peluru, dengan hati-hati memilih tempat sembunyi dimana mereka bisa melihat rekannya di bawah.
Secara hampir bersamaan, regu yang berbeda dihujani tembakan oleh lawan, yang segera dilayani oleh para Scout Ranger yang pantang mundur. Musuh berupaya berpindah-pindah untuk melarikan diri, namun para sniper Scout Ranger jauh lebih cepat. Satu-persatu musuh berhasil dijatuhkan dengan tembakan jitu dari para sniper yang membidik melalui teropong pengindera malam.
Ketika pukul enam pagi dan matahari terbit, jasad para militan dikumpulkan. Para Scout Ranger terkaget-kaget karena satu mayat militan dengan lubang di dada mirip dengan Isnilon Hapilon, sementara satu mayat lagi dengan kepala yang sudah tidak utuh wajahnya sama dengan Omar Maute.
Konfirmasi untuk memastikan identitas jasad tak bernyawa itupun dilakukan dengan menghubungi saudara-saudara klan Hapilon yang tinggal di kota Maluso dan Lantawan, yang akhirnya mengakui kalau Hapilon, teroris buronan buruan militer itu, benar-benar sudah mati.
Kematian keduanya menyisakan tak lebih dari 10 militan asing dari Malaysia dan Indonesia dan 40 orang dari klan Maute yang masih berupaya bertahan di kaki bukit yang menghadap ke danau Lanao. Dengan tewasnya dedengkot teroris tersebut, kini ada secercah harapan bahwa kehidupan Masyarakat Marawi bisa berangsur kembali normal, karena tidak ada seorangpun yang tentu mau hidup terus-menerus dalam peperangan, apalagi menghadapi bangsa sendiri. (Aryo Nugroho)
Sumber : https://c.uctalks.ucweb.com