Australian Army of Skill Arms at Meeting |
Selama satu dekade terakhir terhitung sejak 2008, kontingen petembak TNI AD sudah mendominasi dan merajai kompetisi menembak yaitu AASAM (Australian Army of Skill Arms at Meeting) di Australia, dan juga kompetisi menembak di regional yaitu AARM (ASEAN Army Rifle Meet). Kedua kejuaraan tersebut sudah berulangkali diselenggarakan, dan berulangkali pula Indonesia ada di tampuk juara umum.
Kemenangan kontingen petembak TNI AD tersebut tidak lepas dari kolaborasi apik industri pertahanan dalam negeri yaitu BUMN strategis PT. Pindad dalam menyediakan dukungan logistik berupa senjata yang diciptakan secara khusus untuk kompetisi dan peluru untuk latihan. Penulis pernah melihat dari dekat latihan tim yang disiapkan untuk AASAM, jadi kurang lebih mengerti betapa berat latihannya dan rumitnya persiapan senjata yang diikutkan.
Ada tiga senjata Pindad yang rutin digunakan dalam kompetisi ini yaitu senapan serbu SS2-V4HB (Heavy Barrel) kaliber 5,56x45mm NATO, pistol G2 kaliber 9x19mm, dan senapan mesin sedang SM2 kaliber 7,62x51mm NATO. Sementara untuk senapan runduk tim petembak TNI AD masih belum menggunakan senapan penembak runduk produk PT. Pindad.
Sekedar menyegarkan ingatan, SS2-V4HB adalah varian laras tebal untuk penembak jitu yang dikembangkan dari basis SS2-V4. Senapan ini dilengkapi popor khusus yang menyediakan sandaran pipi, dan dilengkapi dengan optik Trijicon ACOG untuk kompetisi.
Sementara pistol, digunakan G2 Elite yang merupakan varian khusus untuk kompetisi. G2 sendiri dikembangkan dari dasar pistol P2, dengan ergonomi yang diperbaiki dan laras baru yang lebih akurat. Sementara SM2 atau Senapan Mesin-2 merupakan senapan mesin sedang buatan PT.Pindad yang dibuat berdasarkan lisensi dari senapan mesin legendaris FN MAG 58. Senapan mesin ini memiliki fitur ganti laras cepat, serta dilengkapi optik ACOG untuk kompetisi AASAM.
Ketiga jenis senjata dan pelurunya ini merupakan senjata yang digunakan dalam operasional TNI AD sehari-hari, namun untuk menyambut kompetisi tentunya ada persiapan-persiapan khusus yang dilakukan oleh PT. Pindad dalam mempersembahkan senjata terbaik untuk menghadapi lomba.
Masing-masing senjata itu di-tune atau dikalibrasi secara khusus agar mekanisme tidak mudah macet dan naiknya peluru dari magasen atau sabuk peluru lancar. Laras pun dipilihkan yang terbaik dari lini produksi agar akurasinya mantap dari tembakan ke tembakan.
Peluru yang akan dibawa ke ajang kompetisi juga ditimbang secara khusus agar deviasi akurasi tidak terlalu jauh. Dan terakhir, anggota tim petembak juga menghamburkan ribuan peluru setiap harinya dalam sesi latihan pagi, siang, dan sore yang diintensifkan menjelang lomba.
Bagi yang skeptis mungkin bergumam, “Ah, AASAM kan pesertanya hanya dari negara-negara di sekitar Asia Pasifik, negara seperti Eropa saja tidak banyak mengirim kontingennya, Amerika Serikat cuma mengirim tim petembak cabutan dari unit militer yang standby di Pasifik, bagaimana senjata buatan Pindad bisa diakui kelas dunia?”
Jangan lupa, walaupun mungkin dari kepesertaan tidak banyak negara yang ikut, namun senjata yang digunakan oleh masing-masing negara sudah mewakili kepemilikan senjata dunia. Penulis contohkan, ada senapan serbu dan karabin seperti Diemaco C7 dari Kanada, Howa Type-89 dari Jepang, Colt M4A1, L85A2 dari Inggris, FAMAS dari Perancis, EF88 Austeyr dari Australia, AR-15 Sporter dari Amerika Serikat.
Jangan lupakan pula, tidak banyak negara seperti Indonesia yang memiliki industri senjata dalam negeri, penuh percaya diri dan mau memberikan kepercayaan untuk membawa produk hasil industri pertahanan dalam negeri sendiri ke ajang kompetisi ini. Padahal, di luar sana banyak pilihan, dan membawa senapan apapun, selama kalibernya sejenis, juga tidak dilarang.
Ambil contoh Singapura, yang militernya menggunakan senapan serbu SAR-21 buatan dalam negeri sendiri. Setiap kali AASAM diadakan, tim Singapura malah membawa AR-15 Match buatan Amerika Serikat yang merupakan senapan yang memang diciptakan khusus untuk lomba ke ajang kompetisi, dan sudah begitu masih kalah pula dari senapan buatan PT. Pindad yang notabene adalah senjata organik TNI.
Thailand juga sama, punya pabrik di dalam negeri yang melisensi Heckler & Koch HK33, nyatanya mereka pun membawa M16A4 sporter (dengan rel di atas receiver) untuk berlaga dalam lomba. Malaysia pun begitu, industri dalam negerinya yang memproduksi Steyr AUG berdasar lisensi hanya dianggap angin lalu.
Tim petembak Tentara Diraja Malaysia malah membawa senapan AR-15 flat top yang dipadukan dengan optik canggih Elcan Spectre yang harganya mahal. Tim penyelam AL Australia yang notabene sebenarnya adalah juga tuan rumah malah membawa Colt M4A1 dan bukannya EF88 Austeyr yang merupakan senapan serbu buatan negeri sendiri.
Nah, dari sini dapat disimpulkan, bahwa kombinasi dari kecakapan penembak yang baik dan juga senjata yang prima menjadi faktor penentu kemenangan dalam lomba, mengharumkan nama negara Indonesia dan juga membawa nama PT. Pindad sebagai pabrik senjata kelas dunia. Harapannya tentu negara lain juga tertarik untuk membeli senjata-senjata buatan PT. Pindad, sekaligus segan dan tidak berani mengganggu Indonesia. (Aryo Nugroho)