Tank Medium Pindad |
Setelah kerja keras selama lima tahun lebih berkutat dengan konsep, desain, dan kemudian wujud nyata tank medium Pindad yang sementara menyandang nama Harimau Hitam, ucapan selamat memang layak dihaturkan kepada TNI, PT. Pindad, KKIP, Departemen Pertahanan, dan pihak lain yang membantu mewujudkan tank medium Pindad di hadapan khalayak dalam HUT TNI 5 Oktober 2017.
Namun di tengah pencapaian alutsista karya anak bangsa tersebut, tetap saja bisa terselip ucapan-ucapan iseng yang sepertinya diutarakan tanpa pertimbangan terlebih dahulu. “Yah, kok cuma tank medium, bukan Main Battle Tank?” “Bikin tank kok nanggung begini, tank medium itu konsep usang.” “Mana bisa tank medium Pindad menghadapi ancaman MBT lawan?” Semua seolah sok tahu dan merasa paling ahli.
Nah, bagi yang skeptis, ketahuilah bahwa Angkatan Darat Amerika Serikat sendiri sedang melakukan riset dan pembelajaran akan tank ringan dan dampak yang bisa diberikannya kepada konsep pasukan reaksi cepat. Resep dari pasukan reaksi cepat adalah meminimalkan profilnya seringan mungkin, tetapi memaksimalkan daya gebuknya agar mampu bertahan dan menusuk garis pertahanan lawan sebelum pasukan konvensional yang lebih besar bisa menyusul dan memperkuat pasukan gelombang pertama ini.
Di masa Perang Dingin, Uni Soviet dan penerusnya Rusia sudah sejak lama memelihara kemampuan ini; Amerika Serikat tidak pernah benar-benar menemukan formula yang pas karena kagok dan ingin terlalu banyak AD. AS tidak pernah bisa menerima bahwa pasukan dengan tipikal air mobile ya memang harus berani mati dan spartan, hidup dengan dukungan minimal tetapi hasil maksimal.
Setelah bertahun-tahun meninggalkan konsep tank ringan AD AS nampaknya kembali melirik alutsista yang satu ini. Pada akhir bulan Agustus 2016, AD AS memanggil sejumlah pabrikan untuk menjelaskan konsep MPF (Mobility Protected Firepower) yang dijabarkan sebagai “kendaraan tempur ringan yang menyediakan kemampuan tembakan langsung jarak jauh bagi IBCT (Infantry Brigade Combat Team) yang menjamin kebebasan gerak dan aksi dalam manuver ekspedisioner gabungan dan operasi antar kecabangan.”
Pendeknya, AD AS ingin tank ringan dengan daya gempur besar, dalam hal ini mengusung kanon 105 atau 120mm. AD AS menganggarkan US$9,7 juta pada 2017 untuk melakukan studi awal atas kelayakan konsep ini. Sejauh ini ada 3 pabrikan yang berminat dan sudah siap menunjukkan purwarupa produk mereka: British Aerospace Land Systems, SAIC- ST Kinetics, dan GDLS (General Dynamics Land Systems).
Di antara ketiga kandidat ini, produk yang ditawarkan oleh British Aerospace paling mendekati desain tank medium PT. Pindad dengan konfigurasi mesin di belakang. British Aerospace hadir dengan konsep M8 Expeditionary Light Tank (ELT) yang sebenarnya hanya merupakan pembaruan dari M8 Buford AGS yang gagal diadopsi walau sudah dipilih pada 1992. M8AGS sendiri didesain dengan seluruh hull dan kubah dibuat dari alumunium, dengan desain modular yang dapat ditingkatkan proteksinya dengan penambahan panel balistik dan sistem balok reaktif (ERA).
Dalam kondisi standar bobot M8 AGS ada di bawah 20 ton, namun setelah penambahan balok dan panel balistik, bobotnya naik signifikan nyaris menyentuh 30 ton, dekat dengan bobot Tank Medium Pindad. Terdapat beberapa konfigurasi proteksi yang dapat disesuaikan – idenya adalah memasang panel modular sesuai tingkat ancaman, tetapi ternyata di lapangan terbukti bahwa sistem ini terlalu kompleks.
M8 AGS sendiri dalam operasinya mengandalkan mesin Detroit Diesel 6V-92TA yang terkenal bandel, dan saat dikawinkan dengan sistem transmisi otomatik HMPT-500-3EC mampu menyemburkan daya mencapai 580hp. Untuk daya mesin, Tank Medium Pindad jauh lebih unggul karena daya mesin yang digunakan juga jauh lebih besar.
Suku cadang mesin ini 65% sama dengan truk M977 HEMTT yang merupakan standar truk angkut berat AD AS Mesin ini mampu menenggak bahan bakar JP8 atau diesel DF2. BAe sendiri nampak memodernisasi konsep M8 AGS menjadi M8 ELT dengan perubahan jenis kanon, naik kelas ke 120mm. Tentunya sistem kendali penembakan dan optiknya diperbarui agar mampu bersaing dalam kompetisi HMP.
Jadi, dengan melihat pada spesifikasi yang ditawarkan oleh British Aerospace tersebut, sudah kentara bahwa desain ideal dari sebuah tank medium (atau ringan menurut ukuran AS) akan menjadi suatu standar baru teknologi militer dalam 10 tahun mendatang. Dibandingkan dengan AS yang masih berkutat mencari yang terbaik, Indonesia sudah punya satu yang pasti, tinggal masalah sertifikasi. Artinya, Indonesia lebih visioner bukan? (Aryo Nugroho)