Arsenal SAGL 40mm |
Jagad maya sempat dibuat heboh dengan beredarnya broadcast whatsapp yang menceritakan detail mengenai kedatangan sejumlah senjata berikut amunisinya melalui jalur udara. Dibawa dengan pesawat angkut, senjata yang dipesan dari perusahaan Arsenal JSC Bulgaria itu kemudian diketahui sebagai pelontar granat 40mm SAGL (Stand Alone Grenade Launcher).
Polri sendiri sampai kemudian perlu mengadakan jumpa pers untuk menjelaskan duduk persoalan, bahwa pelontar granat 40mm tersebut sudah pernah dibeli sebelumnya, dan dalam proses kedatangannya sudah pula berkoordinasi dengan Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI. Penulis tak hendak ikut berspekulasi atau mengipasi keadaan. Penulis hanya ingin membahas sesuai ketertarikan terkait alutsistanya saja.
Dalam konferensi pers Polri yang diwakili Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto, Polri memamerkan produk-produk pelontar granat yang sudah dimiliki oleh Polri. Dari empat jenis pelontar granat yang dijejerkan, ternyata ada jenis yang ditempelkan ke senapan atau UGL (Underbarrel Grenade Launcher) dan ada pula yang merupakan pelontar granat yang berdiri sendiri atau SAGL (Stand Alone Grenade Launcher).
Untuk jenis SAGL, Arsenal JSC sendiri selaku pabrikan memiliki dua lini produk yaitu UGGL-M1 dan SAGL. Polri sendiri dalam konferensi pers menunjukkan varian UGGL-M1 yang sudah dimiliki oleh Brimob kepada para wartawan. Bentuknya simpel, dan senapas dengan desain pelontar granat tunggal buatan pabrikan lainnya.
Antara UGGL-M1 dan SAGL sebenarnya memiliki desain yang mirip, yaitu pelontar granat 40mm yang dilengkapi dengan pistol grip dan popor serta alat bidik berupa leaf sight untuk menembakkan granat. Hanya bedanya pada SAGL sudah dilengkapi dengan rel Picattinny serta posisi sight base yang lebih tinggi untuk alat bidiknya, ditambah slide yang menutupi seluruh laras.
UGGL-M1 dan SAGL menggunakan breech slide, dimana untuk mengisikan peluru granat, maka pengunci laras ditekan dan digeser pada relnya ke arah depan, peluru dimasukkan, dan slide kemudian dikembalikan ke belakang sekaligus mengokang pelatuk. Mekanisme ini mirip dengan pelontar granat M203 yang legendaris atau SPG (Senapan Pelontar Granat) buatan PT. Pindad.
Walaupun namanya pelontar granat, jangan lantas mengasosiaksikan kalau ini melulu senjata yang hanya punya kemampuan mematikan dan dipergunakan dalam perang atau konflik bersenjata semata.
Format pelontar granat 40x46mm dari berbagai pabrikan juga populer digunakan di Dinas Kepolisian berbagai negara di seluruh dunia untuk menembakkan gas air mata, peluru baton berbahan karet padat atau kayu, serta amunisi bean bag untuk melumpuhkan sasaran yang mengancam tanpa perlu melukai karena kecepatannya yang relatif rendah.
Di sisi lain, militer juga menggunakan amunisi tipe HEDP (High Explosive Dual Purpose) untuk sasaran pasukan infantri atau kendaraan taktis. Bentuknya yang kompak dan ringan lebih disukai dibandingkan harus membawa mortir komando 60mm. Yang jelas, jangan harap menggunakan pelontar granat ini untuk melawan panser atau tank karena memang tidak akan tembus.
Nah, mengenai amunisi RLV HEFJ yang juga dibeli dalam jumlah besar, tipe granat ini adalah granat airburst atau didesain untuk meledak, pecah di udara, dan menyiram sasaran di bawah yang tak terlindungi dengan pecahan logam kecil yang panas dan berkecepatan tinggi, khusus untuk menyasar manusia dengan jarak efektif 40 sampai 400 meter.
Granat ini bisa meledak pada ketinggian 0,5 sampai 2,5 meter, dan biasanya dipakai untuk melumpuhkan lawan yang bersembunyi di balik perkuatan sehingga sukar ditembus dengan peluru dari senapan serbu dari arah depan. Jarak efektifnya adalah 6 meter dari titik ledakan.
Kenapa Polri membutuhkan amunisi seperti RLV HEFJ? Ya karena Satuan Pelopor di bawah Brimob Polri yang seringkali melaksanakan operasi perang rimba dalam rangka mengejar teroris butuh daya gempur pada saat-saat kritis seperti saat harus menghadapi penjebakan. Pelontar granat 40mm bisa menyelesaikan kontak tembak dalam sekejap dan membalikkan keadaan. (Aryo Nugroho)