Mengenal Brügger & Thomet MP9, Pistol Mitraliur Terbaru Pasukan Khusus TNI - Radar Militer

31 Oktober 2017

Mengenal Brügger & Thomet MP9, Pistol Mitraliur Terbaru Pasukan Khusus TNI

 Brügger & Thomet MP9
Personel TNI AL WFQR dengan  Brügger & Thomet MP9 

Brugger & Thomet (B&T) bukanlah perusahaan besar. Walaupun berkecimpung di industri pertahanan, B&T justru jauh lebih terkenal dalam pembuatan aksesori senjata tangan ketiga yang berkualitas. Di Indonesia sosoknya kentara pada produk popor MP5K PDW yang digunakan oleh pasukan elit TNI AU, Detasemen Bravo dan Paspampres. Nah, jika pembaca cukup jeli, Kesatuan khusus TNI seperti Kopassus Kopaska, Denjaka, Taifib Marinir, dan Detasemen Bravo Korpaskhas akhir-akhir ini banyak tampil dengan produk SMG (submachinegun) atau pistol mitraliur MP9 buatan perusahaan tersebut.
B&T mungkin melihat potensi (dan sedikit kasihan) dalam produk Steyr TMP (Taktische Maschinen Pistole-Tactical Machine Pistol). Muncul mendahului jamannya dengan balutan polimer yang membungkus keseluruhan mekanisme, TMP sukar dilirik oleh negara-negara yang kadung kesengsem dengan HK MP5 pada era 1990an.
Konon, Malaysia sebenarnya sudah memegang hak untuk memproduksi TMP pada saat SME Ordnance menjalin kerjasama untuk memproduksi Steyr AUG pada 1991 dan direalisasikan pada awal dasawarsa 2000. Sayangnya, karena SMEO memutuskan kontrak secara sepihak dalam kerjasama lisensi tersebut, SMEO akhirnya menarik diri dan Malaysia hanya memiliki desain SMG Berapi yang sangat tidak representatif, tidak ergonomis, dan tidak masuk di akal.
Steyr kemudian memindahkan paten dan produksi atas TMP ke perusahaan di negara tetangganya. B&T, yang memang terkenal dengan kemampuan kustomisasinya, akhirnya mengambil alih produksi. B&T merasa bahwa masih ada ceruk di kelas kebutuhan proteksi VIP, kepolisian, dan intelijen yang membutuhkan senjata yang dapat dipergunakan dari dalam kendaraan, disimpan di balik jaket, dan memiliki kemampuan tembak otomatis yang lebih oke dari pistol, namun profilnya tidak sebesar SMG konvensional.
TMP dianggap cocok, karena dengan ukurannya yang amat kompak, TMP masih bisa disimpan dalam holster taktis yang terpasang di paha. Saat dioperasikan dengan popor terbuka pun, TMP tetap lebih pendek dibandingkan MP5A3 dalam keadaan popor tersorong. Pembaca tentu kenal TMP bukan, sebagai SMG paling murah yang bisa dibeli oleh pihak Counter Terrorist dalam game Counter Strike.
Seluruh paten, cetak biru, dan hak produksi beralih dari Steyr ke Brugger & Thomet pada tahun 2001. B&T kemudian melakukan rebranding, nama TMP pun ditanggalkan dan disematkan nama baru MP9. dengan segudang pengalamannya menambahkan sejumlah perubahan yang bertujuan untuk memaksimalkan faktor ergonomi sehingga TMP lebih nyaman untuk digunakan. Maklum saja, dengan bentuk yang ringkas dan ringan dan bobotnya hanya 1,7kg terisi, MP9 rawan sekali mengalami sentakan ke atas pada saat ditembakkan, sehingga perlu rekayasa bentuk agar pasar yang ditujunya, dalam hal ini kesatuan khusus, percaya dan mau menggunakannya.
Hal ini ditambah dari dimensinya, yang apabila dibandingkan, tidak lebih besar dari selembar kertas A4. Kalau disepadankan, tentu mirip dengan Micro Uzi. Ukurannya yang kecil dan bisa disembunyikan di balik jaket dengan sling khusus cocok untuk operasi klandestin yang beresiko tinggi, atau untuk prajurit yang mengawaki tank, artileri, zeni, dan sebagainya, atau yang dikenal sebagai senjata pertahanan diri (PDW: Personal Defense Weapon).
Namun sedikit berbeda dengan PDW produk perusahaan lain seperti HK MP7A1 dan FN P90 yang memanfaatkan munisi khusus (propietary), B&T MP9 tetap memanfaatkan munisi 9x19mm yang merupakan standar NATO untuk memperluas pasar yang disasar dengan iming-iming mempermudah logistik peluru.
Pemenuhan syarat PDW yang mampu melontarkan SCHV (Small Caliber, High Velocity) dilakukan melalui kemampuan MP9 dalam melontarkan peluru 9mm Parabellum bertekanan tinggi +P (38.500 Psi), vs 9x19mm komersial (35.000 Psi) atau 9x19mm NATO (36.500 Psi), dan prototipe yang mampu melontarkan munisi PDW 4,6mm HK sedang dalam pengembangan.
Penggunaan munisi 9x19mm sebenarnya memang kurang optimal apabila diperuntukkan sebagai PDW, mengingat dengan variasi +P pun kemampuannya menembus rompi anti peluru kategori soft armor seperti Kevlar pun kurang optimal. Tetapi dari segi logistik, munisi 9mm yang terhitung standar NATO mudah didapat dan hampir semua Negara Barat memproduksi dan menyetoknya dalam jumlah besar.
B&T sendiri di dalam manual MP9 menyatakan bahwa PDW mungilnya ini mampu mengakomodasi lebih dari 60 jenis peluru 9x19mm dari berbagai pabrikan utama, dan memiliki ketahanan sampai 6.000 kali penembakan untuk larasnya.
Konstruksi dasar TMP/MP9 terhitung sangat revolusioner, mempercayakan polimer untuk seluruh konstruksi pembuatannya. Gagang depan dicetak menyatu dengan receiver bawah, dan dengan sudut mengarah ke depan untuk memberikan daya genggam yang pasti untuk mengontrol penembakan khususnya dalam moda otomatis.
Fitur-fitur bawaan menyerupai pistol, seperti bolt release yang ditempatkan seperti posisi slide release, mudah dimanipulasi dengan jempol tanpa perlu melepas genggaman. Tombol pengaman pun dibuat ringkas, seperti pada Steyr AUG yang menggunakan kunci model blok dorong.
Manipulasi penembakan tinggal mengatur tekanan pada pelatuk, dimana tarikan penuh maka MP9 akan menembak secara otomatis. Untuk mencegah meletusnya peluru tanpa dikehendaki (accidental discharge), maka disediakan fitur trigger safety seperti pada pistol Glock.
Untuk memaksimalkan potensinya sebagai PDW, MP9 memiliki popor lipat bawaan yang melipat ke kanan saat tak digunakan. Ini jauh lebih baik dari Steyr TMP yang harus menambah popor plastik tambahan. Selain itu, B&T sudah menyediakan beberapa fitur kosmetik seperti rel Picatinny di receiver atas dan kiri-kanan MP9, sesuatu yang tidak ada pada TMP.
Mekanisme operasinya tetap menganut prinsip blowback, namun MP9 selangkah lebih maju dalam menerapkan rotating barrel, atau laras berputar. Dengan membuat mekanisme macam ini, laras jadi tidak perlu bergerak jauh-jauh untuk mengompensasi efek tolak balik, sehingga dimensi senjata bisa dibuat sekompak mungkin.
Proses kerja mekanisme MP9 dimulai saat pengokang ditarik, hammer terkokang dan peluru masuk dalam kamar. Saat Pelatuk ditarik, hammer melesat ke depan. Hammer memukul firing pin (pena pemukul) Firing pin memantik primer (penggalak), pada gilirannya membakar mesiu dalam kelongsong. Gas dari mesiu yang terbakar dan mengembang seketika mendorong peluru, melesat dalam laras. Daya dorong dari peluru yang terus melesat mendorong unit penembakan yang terkunci (laras dan bolt) ke belakang, melawan gaya dari pegas recoil.
Setelah proyektil keluar dari laras, bolt dan laras terus bergerak ke belakang. Laras berhenti bergerak ke belakang, dan berputar pada sumbunya, dikendalikan pin pengunci di barrel guide yang bergerak di dalam kem pengendali laras. Bolt mulai mendorong hammer ke posisi semula. Laras menyelesaikan rotasinya dan terlepas dari receiver. Laras kemudian menyelesaikan rotasinya dan berhenti, sementara bolt terus melanjutkan gerakan ke belakang.
Ekstraktor menarik kelongsong sisa keluar dari kamar peluru, dan melemparnya keluar melalui ejection port. Bolt bergerak ke titik terjauh, sambil mengokang hammer secara penuh sampai ke posisinya. Bolt menekan pegas recoil sampai ke titik jenuhnya, dan pegas melawan, meregang, dan sekaligus mengembalikan bolt ke depan. Bolt yang bergerak ke depan memasukkan peluru dari magasen ke dalam kamar. Bolt mengunci dirinya dengan laras kembali, bersama-sama kembali ke posisi depan. Disconnector melepaskan pelatuk kembali ke posisi semula, dan MP9 siap ditembakkan kembali.
Di luar paket standar yang disediakan, B&T menyediakan beberapa paket aksesoris tambahan seperti peredam suara. Dengan bentuk kaleng yang besar, peredam suara yang terpasang dengan pengunci lug ini memiliki rel Picatinny di bagian bawah untuk menempelkan laser atau senter, mengingat ukuran kompak MP9 memang tidak menyisakan ruang di sisi bawah untuk menempelkan aksesoris lainnya. Peredam suara ini mampu mereduksi suara penembakan lebih kurang sebesar 33dB dengan peluru biasa maupun subsonik. (Aryo Nugroho)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

- Berkomentarlah yang sopan dan bijak sesuai isi artikel/ berita;
- Dilarang berkomentar SPAM, SARA, Politik, Provokasi dsb