Tentara Nasional Indonesia |
Gelar kekuatan pengawal republik tanggal 5 Oktober 2017 di Cilegon Banten menjadi ajang pameran pembangunan kekuatan militer Indonesia yang saat ini sedang giat-giatnya menggagahkan dirinya. Militer Indonesia sedang berada di ruang belanja alutsista selama delapan tahun terakhir ini untuk memenuhi kekuatan “gizi” alutsista, sebuah syarat utama yang harus dipenuhi untuk mendapat predikat gagah perkasa.
Ketika tentara belanja alutsista saat ini maka anggaran yang diperlukan tidak lagi bilangan berapa trilyun tetapi sudah memasuki kuantitas ratusan trilyun rupiah. Menghebatkan sosok militer dari sebuah negara kepulauan terbesar didunia memang perlu stok anggaran besar. Karena selama puluhan tahun militer kita hanya mendapatkan “gizi” alutsista seadanya dengan alasan lebih mengutamakan pembangunan sektor lain.
Maka ketika era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memaklumatkan modernisasi militer kita tahun 2010, anggaran yang dikucurkan selama lima tahun terakhir pemerintahannya mencapai 150 trilyun rupiah dengan aneka ragam pengadaan alutsista yang dijelaskan dengan cerdas oleh Kementerian Pertahanan. Publik dapat mengetahui informasi pengadaan berbagai alutsista dengan terang benderang.
Misalnya program pembelian 103 unit tank Leopard 2, program pengadaan 24 unit jet tempur F-16C/D yang ditingkatkan avioniknya menjadi setara Block 52, membeli 16 unit EMB-314 Super Tucano, membeli 16 unit T-50i Golden Eagle, membeli 36 unit MLRS Astros II, membeli 37 unit Nexter CAESAR, membeli peluru kendali berbagai jenis, pengadaan 3 kapal selam dengan transfer teknologi dan banyak lagi ragam alutsista yang dibeli semuanya dipublikasikan. Alutsista yang dibeli utuh atau melalui kerjasama transfer teknologi atau yang sudah bisa dibuat sendiri dapat diketahui publik dengan jelas dan cerah.
Kita bisa melihatnya sekarang dan utamanya di ajang gelar kekuatan militer pada HUT TNI ke 72 tanggal 5 Oktober 2017 di Banten. Tiga matra TNI menampilkan berbagai jenis alutsista berteknologi yang membuat kita merasa bangga. Bangga punya tentara yang gagah dengan derap langkap tegap, bangga punya alutsista yang canggih dan berteknologi. Tiga matra ini menampilkan model simulasi pertempuran modern di hadapan Presiden dan para undangan lain.
Membangun kekuatan militer dari sebuah negara kepulauan terbesar di dunia memerlukan anggaran besar. Tetapi ini bukan biaya alias beban untuk republik melainkan investasi yang melekat dari sebuah perjalanan ber eksistensi NKRI. Militer adalah penjamin kelangsungan bernegara, berteritori yang bermarwah dan bagian dari kewibawaan berbangsa disamping tentu saja kesejahteraan ekonomi.
Perkembangan situasi yang dinamis di sekitar wilayah teritori Indonesia mengharuskan kita memperkuat barikade teritori, dan itu belum terlambat. Pembangunan pangkalan militer tiga matra berkarakter sarang lebah di Natuna saat ini sedang berlangsung. Nantinya diharapkan mampu “membela dirinya sendiri” dari serbuan asing sebelum bala bantuan datang dari Jawa, Sumatera dan Kalimantan.
Demikian juga pangkalan angkatan udara di Medan, Tarakan, Kupang, Morotai dan Biak akan dikembangkan terus dan menjadi home base jet tempur, pesawat intai, drone dan paskhas untuk memastikan kewibawaan teritori Indonesia yang indah ini. Ini pekerjaan besar dan memerlukan waktu. Itu sebabnya program MEF yang sudah dimulai tahun 2010 dan kita saat ini ada di program MEF II yang berkelanjutan dengan rezim yang berbeda tetap konsisten dengan modernisasi tentara kita. Kita apresiasi dua rezim yang berbeda dengan program berkelanjutan.
Sesungguhnya kita butuh waktu yang lebih cepat untuk perkuatan alutsista kita. Maka sangat disayangkan terjadinya proses yang bertele-tele dari pengadaan jet tempur Sukhoi Su-35. Anggaran sudah disediakan pemerintah namun banyaknya campur tangan berbagai pihak membuat proses pengadaan jet tempur gahar itu menjadi gunjingan publik. Sama halnya ketika para petinggi negeri ini gaduh soal senjata milik salah satu institusi. Masing-masing mengedepankan egonya. Lebih lucu lagi sore membantah ada barang datang, malamnya baru mengakui.
Pertunjukan silat argumen diantara para petinggi itu sejatinya akan kalah hebat dengan pertunjukan kehebatan hulubalang republik yang dipertontonkan pada hari jadinya di Cilegon Banten. Dentuman demi dentuman dari berbagai alutsista gahar yang memperlihatkan sinergi pertempuran modern di hadapan Presiden Jokowi mestinya menjadikan renungan bathin. Bahwa kita ini ber NKRI, kita ini ber Indonesia, kita ini bersaudara sebangsa, kita ini bangsa hebat, kita ini bangsa besar, kita ini bangsa kaya.
Maka wahai petinggi perbaguslah koordinasi dan sinergi, komunikasi dan hirarki, silaturrahmi dan introperability. Pertempuran modern ditentukan oleh interoperability dan kekuatan alutsista yang dimiliki. Bukan oleh omongan yang tak bersinergi dan hobby membantah. Publik pasti akan mentertawakan para pemimpinnya. NKRI perlu militer yang kuat, anggaran sudah sedang dan akan terus dipenuhi pemerintah. Maka percepatlah proses pengadaannya, jelaskanlah ke publik, buanglah ego sektoral. Jangan sampai publik sampai pada kesimpulan : kalau bisa dipersulit untuk apa dipermudah.
Selamat Hari Ulang Tahun TNI ke-72. Adrenalin NKRI adalah TNI, Kewibawaan NKRI adalah TNI, Marwah teritori NKRI adalah TNI.
Sumber : TSM - Jagarin Pane