Ranjau Limpet MDM-7, Andalan Kopaska TNI AL untuk Sabotase Bawah Air - Radar Militer

14 Oktober 2017

Ranjau Limpet MDM-7, Andalan Kopaska TNI AL untuk Sabotase Bawah Air

Ranjau Limpet MDM-7
Ranjau Limpet MDM-7 

Dalam Perang Dunia II, salah satu yang paling ditakuti oleh Angkatan Laut adalah ranjau limpet, yang dibawa oleh pasukan demolisi bawah air. Kapal-kapal perang yang perkasa bisa dikaramkan di pelabuhan begitu saja hanya oleh sekelompok penyelam, bukan saat melawan kapal perang lain hanya dengan bermodalkan ranjau limpet (limpet mine).
Ranjau limpet sendiri adalah ranjau yang didesain untuk ditempelkan oleh penyelam menggunakan magnet pada penampang lebar ranjau. Seorang penyelam bisa membawa sampai dua atau tiga ranjau limpet, berenang masuk melewati mulut pelabuhan, menempelkan ranjau limpet ke haluan kapal, dan berenang keluar tanpa terdeteksi sebelum akhirnya ledakan susul menyusul yang menenggelamkan kapal di sarangnya sendiri.
Dewasa ini penggunaan ranjau limpet sudah menurun, selain karena perang skala besar antar negara sudah jarang terjadi, namun juga karena teknologi deteksi semakin modern. Sudah ada alat seperti jaring anti penyelam dan sistem sonar pendeteksi manusia yang bisa dipasang di pelabuhan. Namun begitu, bukan berarti kapabilitas sabotase bawah air ini ditinggalkan begitu saja.
TNI AL adalah buktinya. Pada tahun 2016 lalu TNI AL masih membeli ranjau limpet seri MDM-7B dan MDM-8-A dari Bulgaria yang dibuat oleh Institute of Metal Science, berdasarkan dokumen Pemerintah yang didapatkan oleh penulis dan telah dirilis secara resmi. Dana akuisisi yang disiapkan untuk proses pembelian ini adalah sekitar Rp 15 Milyar.
Ranjau limpet MDM-7 sendiri dikatakan sebagai sebuah senjata bawah air dengan generasi baru, yang mampu ditempelkan ke lambung baja kapal, atau bisa dilengkapi dengan adaptor apabila lambung kapalnya menggunakan model non feromagnetik sehingga sesuai untuk menyabotase kapal perang modern atau kapal selam yang dilengkapi anechoic tile.
Bentuknya memang lucu, seperti baskom air dengan tutup, serta tali nilon pembawa untuk membantu memasangnya ke permukaan kapal. MDM-7 dilengkapi dengan timer elektronik untuk mengatur kapan ranjau akan meledak, minimal 30 menit dan maksimal adalah 48 jam. Dengan hululedak plastik dengan daya ledak setara 7kg TNT, MDM-7 sanggup melubangi baja sedalam 50mm, jadi diperlukan beberapa ranjau limpet di titik terlemah haluan untuk memastikan agar kapal sasaran karam.
MDM-7 juga dibangun dengan sistem anti tampering yang canggih, atau sukar dijinakkan lawan. Saat musuh mencoba untuk melepaskan ranjau yang sudah terpasang, maka ranjau ini akan langsung meledakkan diri apabila waktu pengamanannya sudah habis. MDM-7 juga dilengkapi dengan sensor cahaya yang melindungi pemicu, jadi jika penyelam lawan menyinarinya dengan senter bawah air dengan kecerlangan di atas 250 lumen, maka MDM-7 otomatis akan meledakkan diri.
Sementara untuk MDM-8-A, ranjau limpet yang ini lebih besar sedikit dibandingkan kakaknya MDM-7, dengan daya ledak setara 8 kg TNT untuk menghancurkan sasaran yang lebih besar. Dengan keberadaan ranjau ini, ditambah dengan kepemilikan SSBA (Senapan Serbu Bawah Air), tampak benar bahwa pasukan elit Kopaska TNI AL didesain untuk memelihara kemampuan tempur sempurna di bawah dan di atas permukaan. (Aryo Nugroho)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

- Berkomentarlah yang sopan dan bijak sesuai isi artikel/ berita;
- Dilarang berkomentar SPAM, SARA, Politik, Provokasi dsb