KRI Wilhelmus Zakarias Yohannes-332 |
Filipina di dekade 1980an akhir adalah Filipina yang bergejolak. Kekuasaan diktator Ferdinand Marcos menunjukkan tanda-tanda kegoyahannya dan rakyat sudah muak hidup di bawah junta militer. Tokoh oposisi dan demokrasi Filipina, Benigno “Ninoy” Aquino memutuskan kembali ke Manila pada tahun 1983 untuk mengingatkan Marcos. Malang, begitu keluar dari pesawat Ninoy Aquino ditembak oleh sniper suruhan Jenderal Fabian Ver, kepala staf Ferdinand Marcos.
Kemarahan rakyat menggelegak, lahirlah people’s power yang akhirnya mendorong militer Filipina di bawah pimpinan Jenderal Fidel Ramos dan Kolonel Juan Ponce Enrile melakukan kudeta untuk menyelamatkan negara. Janda Ninoy Aquino, Corazon Aquino pun dipilih sebagai Presiden pada 1986, beserta konstitusi baru Filipina. Dalam perjalanannya, pemerintahan Cory Aquino juga tidak aman, ia berulangkali berupaya dikudeta, bahkan oleh Kolonel Gringo Honasan, yang dulu termasuk Perwira yang menaikkannya ke tampuk Kepresidenan.
Pada tahun 1987, ASEAN berencana menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-3 yang akan dihadiri oleh pemimpin negara anggota. Melihat kondisi keamanan Filipina yang tidak memungkinkan, Presiden Soeharto pun mengambil alih tanggung jawab keamanan sebagai kakak tertua ASEAN. Panglima ABRI Jenderal Leonardus Benjamin Moerdani pun dipanggil. Perintah Presiden Soeharto singkat saja, “Amankan!”
Jenderal Benny Moerdani yang terkenal detail dan piawai dalam menjalankan perintah pun menyiapkan suatu gugus tugas pengamanan KTT ASEAN yang melibatkan Angkatan Darat, Laut, dan Udara, serta dibantu oleh Angkatan Laut negara-negara sahabat seperti Singapura yang semuanya tunduk di bawah ABRI khusus untuk penugasan tersebut.
Dari TNI AL, dikirimkan satu fregat dari kelas Tribal KRI Wilhelmus Zakarias Yohannes-332 dengan dibantu oleh kapal BCM (Bantu Cair Minyak) KRI Sorong-911, beserta dua batalyon Marinir yang disiagakan di Teluk Manila dan siap untuk melancarkan operasi pendaratan amfibi apabila perintah turun untuk masuk ke Manila dalam rangka mengamankan KTT ASEAN. Gugus tugas TNI AL ini dipimpin oleh Panglima Armada Timur TNI AL, Laksamana M. Arifin.
Dua minggu sebelum pelaksanaan KTT, satu tim advance Kopassus dikirimkan ke Filipina untuk melatih pasukan pengawalan kepresidenan Filipina. Namun karena dianggap kemampuan paspampres Filipina kurang mumpuni, akhirnya tim Kopassus ini diterjunkan langsung, menyamar sebagai Paspampres Filipina dan mengenakan pakaian tradisional Barong dari Filipina. Mereka ditugaskan sebagai personil yang menjaga lokasi hotel dimana para pemimpin negara ASEAN menginap.
Sementara dari TNI AU, para dokter Kepresidenan RI berlatih untuk melakukan operasi di udara menggunakan kontainer medik khusus yang bisa dimasukkan ke dalam perut C-130 Hercules yang standby untuk misi pengamanan tersebut. Tindakan operasi mungkin diperlukan apabila skenario terburuk terjadi, dimana ada korban VVIP yang butuh penanganan segera dan RS di Manila tidak sanggup menangani. Saking seriusnya, para dokter Kepresidenan RI bahkan berlatih dengan kucing dan anjing sebagai kelinci percobaan operasi.
Selain itu, di Manado juga disiagakan flight A-4 Skyhawk yang dilengkapi dengan MER (Multiple Ejection Rack) dan sudah dimuati dengan bom-bom Mk.82. Andaikata memang ada pasukan pemberontak yang coba memasuki Manila, pilot-pilot TNI AU diberikan tugas untuk menetralisirnya dengan segala konsekuensi yang ditimbulkan.
Selesai dengan pengamanan lokasi, Benny Moerdani tak lupa memikirkan perlindungan untuk Pak Harto. Beliau mengutus Kolonel Teddy Rusdi, asisten terpercayanya, ke Amerika Serikat untuk membeli rompi anti peluru paling canggih yang mampu menahan peluru 5,56mm. Benny tak mau kecolongan, kejadian pada Ninoy Aquino jangan sampai terulang lagi pada Pak Harto. Walaupun enggan, Pak Harto akhirnya menuruti saran Benny untuk mengenakan rompi tersebut.
Maka, ketika pesawat Kepresidenan RI tiba di bandara Ninoy Aquino di hadapan barisan kehormatan, Pak Harto yang turun dari tangga pesawat dan berjalan di karpet merah terlihat sedikit kikuk karena mengenakan rompi yang tebal di balik jasnya. Pada stafnya, Pak Harto sempat mengeluh, “Ada-ada saja si Benny itu.” Berkat penanganan keamanan KTT yang baik dengan dipimpin oleh Indonesia, KTT ASEAN ke-3 itupun sukses melahirkan Deklarasi Manila yang mempererat hubungan anggotanya. (Aryo Nugroho)
Sumber : https://c.uctalks.ucweb.com/