Story : Operasi Wooden Leg, Ketika Zionis Israel Memburu PLO Sampai ke Tunisia - Radar Militer

12 Oktober 2017

Story : Operasi Wooden Leg, Ketika Zionis Israel Memburu PLO Sampai ke Tunisia

Pesawat Tempur Israel
Pesawat Tempur Israel 

Pada 25 September 1985, organisasi PLO (Palestine Liberation Organization) yang dipimpin Yasser Arafat melakukan aksi perompakan pada sebuah kapal yacht Israel yang sedang berlibur di lepas pantai Larnaca, Siprus. Perompakan itu mengakibatkan tiga orang turis Israel dieksekusi dengan darah dingin.
Pemerintah Zionis Israel pun menuntut balas. Mereka mencari cara untuk menyikat habis PLO, yang saat itu sudah melarikan diri dari Lebanon dan menempatkan markas mereka di Tunisia. Berkat jaringan mata-mata Israel di Amerika Serikat, Jonathan Jay Pollard, Israel memperoleh data yang sangat lengkap mengenai sistem pertahanan udara Tunisia.
Tunisia sendiri, yang memberi tempat bagi PLO di negerinya, sebenarnya sudah kuatir kalau Israel akan melaksanakan misi serangan ke negeri itu. Tunisia pun beraudiensi dengan Amerika Serikat, yang meyakinkan Tunisia kalau Israel tidak punya alutsista yang bisa melancarkan misi pengeboman. Dengan jarak nyaris 2.200 kilometer terbentang antara Israel dan Tunisia, memang tidak ada jet pembom di AU Israel yang mampu mencapai negeri itu.
Angkatan Udara Israel, Heyl Ha’avir (IAF - Israeli Air Force) merencanakan serangan ke Tunisia dengan cara yang tidak biasa. Alih-alih mengandalkan pesawat serang atau pembom, IAF justru menggunakan F-15C/D Eagle “Baz” yang baru mereka terima, sebanyak 18 F-15C dan 8 F-15D. Jet-jet tempur ini adalah pesawat superioritas udara, bukan serang, tetapi tanpa diketahui oleh AS, Israel memodifikasi pesawat tempur itu agar bisa menjatuhkan bom-bom ke darat, suatu konsep yang bahkan belum terpikir oleh AS saat itu.
F-15C/D punya kemampuan terbang jarak jauh, karena tangki bahan bakarnya bisa menampung 1 ton bahan bakar lebih banyak. Dengan jarak sejauh Israel-Tunisia, pengisian bahan bakar tetap diperlukan, dan tugas ini diampu oleh dua KC-707 Re’em yang baru dibeli dari Amerika Serikat. Perencanaan yang sangat detil pun dibuat, para perencana IAF membuat rute terbang yang aman dari jangkauan radar Libya, Suriah, dan kapal-kapal Perang AS yang sedang ada di Laut Merah.
Rute yang dibuat jadi berkelok-kelok, dan para penerbang F-15 IAF tidak boleh menyimpang dari rute sedikitpun. Israel menempatkan korvetnya di perairan Malta sebagai penolong kalau-kalau ada masalah dan penerbang Israel harus melontarkan diri. Sebanyak delapan F-15 disiapkan sebagai penyerang utama dan dua cadangan. Pesawat cadangan akan mendampingi sampai titik pengisian bahan bakar pertama, dan kalau semuanya lancar, akan berbalik sementara flight penyerang utama melanjutkan ke point of no return.
Dari delapan pesawat tempur penyerang utanma, enam F-15D dilengkapi dengan bom GBU-15 yang bisa dikendalikan melalui sistem pemandu optik di hidungnya. WSO di kursi belakang bertugas mengarahkan bom itu ke sasarannya melalui pod pengendali yang terpasang di pylon tengah.
Bom ini diluncurkan dari jarak 20 kilometer menuju sasarannya dari ketinggian 25.000 kaki. Sementara dua F-15C paling belakang membawa menu penutup masing-masing berupa enam bom 250kg Mk82. Setiap F-15 membawa rudal AIM-7 Sparrow untuk pertahanan diri.
Pada 1 Oktober 1985, jet-jet F-15 lepas landas dari pangkalan udara Tel Nof di Israel, enam F-15 dari skadron “Edge of The Spear” dan empat dari skadron 102 “Knights of the Twin Tail”. Seluruh jet terbang tanpa marking atau penanda, logo IAF dan bintang David semua dihapus. Sasaran yang ditetapkan adalah kongres PLO di Tunisia, setelah sebelumnya kamp latihan PLO di Yaman sempat dipertimbangkan sebagai sasaran utama. Operasi yang diberi sandi Wooden Leg resmi dimulai.
Pengisian bahan bakar di udara dilangsungkan dengan aman dan grup serang tersebut tiba di Tunisia sesuai waktu yang ditetapkan dalam perencanaan. Flight F-15 itu sempat menghadapi kendala cuaca dimana awan tebal menutupi sasaran, namun kemudian gumpalan awan tersebut menipis dan menghilang, sehingga sasaran yaitu gedung yang dipakai oleh PLO terlihat jelas.
Sempat ada problem mekanik di salah satu F-15 sehingga terjadi pertukaran posisi. Serangan pertama dilakukan oleh tiga F-15 yang melepaskan bom-bom GBU-15, dilanjutkan oleh tiga lainnya yang melepaskan bom GBU-15 lainnya. Gelombang kedua serangan sempat ditunda sebentar karena asap tebal membubung dari lokasi yang dibom habis-habisan tersebut.
Serangan penutup, sesuai rencana dilakukan oleh F-15C yang menjatuhkan bom-bom Mk.82 Snakeye untuk menambahkan kerusakan. F-15 Flight Leader kemudian berputar balik untuk memotret hasil perkenaan atas serangan mereka. Setelah serangan selesai, seluruh F-15 itu menyalakan afterburner dan kembali ke Tel Nof.
Keberhasilan Zionis Israel mengeksekusi serangan jarak jauh tersebut, yang menewaskan setidaknya 60 personil PLO, membuktikan bahwa Israel mampu menjangkau siapapun yang menyakiti mereka, tidak peduli banyak negara termasuk Amerika Serikat mengutuk serangan tersebut. PLO memang tidak hancur sebagai organisasi, namun mereka dapat peringatan keras untuk tidak menyasar orang sipil lagi. Dan Amerika Serikat, yang menyadari bahwa F-15 punya kemampuan serang mumpuni karena aksi Israel tersebut, akhirnya melansir varian yang dikenal sebagai F-15E Strike Eagle. (Aryo Nugroho)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

- Berkomentarlah yang sopan dan bijak sesuai isi artikel/ berita;
- Dilarang berkomentar SPAM, SARA, Politik, Provokasi dsb