Pasukan Khusus SASR Australia |
Di tengah Dili yang terus diamuk perang saudara pasca referendum, pemerintah Indonesia pada 12 September 1999 akhirnya mengijinkan pasukan penjaga keamanan PBB untuk masuk Timor Timur dan menstabilkan keadaan. Atas prakarsa Sekjen PBB Kofi Annan, Australia ditunjuk untuk mengoordinasikan operasi kemanusiaan dan pemulihan keamanan di Timor-Timur.
Tugas ini jatuh ke pundak INTERFET di bawah pimpinan Jenderal Peter Cosgrove yang menamai operasi ini sebagai operasi Stabilise. 3 SAS Squadron sendiri di-BKO ke bawah INTERFET dimana Mayor McOwan ditunjuk sebagai Special Operations Commander, bersama 1 detasemen NZ SAS dan SBS. Tugas mereka yang utama adalah pencegahan penyusupan dari garis perbatasan dan mengawal pengungsi kembali ke rumahnya.
Inilah penugasan besar skala internasional pertama untuk SASR setelah dua dekade berlalu tanpa prahara. Kesempatan pembuktian bagi SASR bahwa kemampuan mereka setara, dan bahkan melebihi kesatuan khusus lainnya dari negara maju.
Dengan tim patroli yang tersebar di seluruh Timor-Timur, 3 SAS Squadron menempati posisi unik sebagai pasukan komando yang independen. Mereka langsung menerima tugas dari INTERFET, tanpa struktur ke brigade yang lebih besar. Kemampuan ini menjadikan SASR di Timor-Timur sebagai elemen pemukul yang sangat mobil, tetapi juga rawan.
Mereka benar-benar sendiri, tanpa dukungan pasukan reguler yang bisa dipanggil sewaktu apabila SASR kewalahan. Area terberat yang menjadi tanggung jawab SASR adalah perbatasan, dimana secara teratur milisi pro integrasi menerima pasokan amunisi dan persenjataan.
Pertempuran mementukan di Aidaba Salala
Pada 13 Oktober, satu tim patroli berkekuatan enam orang ditugaskan patroli jarak jauh ke pedalaman dengan dipimpin oleh Sersan Steve Oddy, seorang veteran SAS yang sudah bertugas selama 12 tahun di resimen. Pembawaannya tenang dan disukai oleh para prajurit, dan juga bijak. Misi mereka adalah pengintaian jalur suplai milisi, dan mereka menghabiskan seharian di pinggir desa tanpa ketahuan.
Pada pagi hari tanggal 16 Oktober tim mencoba melintasi sungai Moto Meukuli yang kering. Alur sungai tersebut selebar 10 meter, dengan pinggiran ditutupi oleh perdu selebar 2 meter dan rerumputan tinggi. Alur sungai ini seringkali digunakan sebagai rute pelarian oleh milisi untuk menyelamatkan sendiri ke Timor Barat.
Pada saat pasukan tengah membersihkan pos pengamatan mereka, tiba-tiba di kejauhan muncul sekelompok orang yang menyandang senjata. Pemimpin kelompok itu bergerak dengan hati-hati, tidak seperti kelompok milisi lain yang pernah ditemui Sersan Oddy. Bermaksud menghindar dan mengundurkan diri, scout tim patroli LCpl Keith Fennel kepergok oleh kelompok milisi. Mungkin mengira menang jumlah, milisi melepaskan tembakan ke arah Fennel. Bukannya takut, Fennel masih percaya diri melihat milisi yang menembak tanpa membidik, dari jauh pula.
Menunjukkan ketenangan yang luar biasa, Fennel balas menembak dengan karabin M4A1nya, mengenai tiga orang milisi yang hanya berdiri. Sersan Oddy yang melihat anak buahnya kesulitan, segera menyusul ke samping Fenell. Ia membidikkan leaf sight pelontar granat 40mm yang terpasang di bawah M4A1nya, segera menekan kunci untuk membuka laras dan mengisi peluru berikutnya begitu granat melayang di udara. Milisi langsung kocar-kacir begitu granat mendarat di dekat para milisi, dan mereka segera melarikan diri ke arah Timor Barat.
Sersan Oddy memerintahkan agar Fennel dan mediknya untuk kembali ke seberang yang tanahnya lebih tinggi untuk mengintai. Benar saja, milisi-milisi itu kembali, seolah tak kapok. Medik tim yang melihat dua orang mengendap membidikkan senapannya dan mengikuti pergerakan lawan yang tak mengira kalau mereka sudah dibidik. Begitu masuk jarak 300 meter, sang medik yang bertiarap segera menarik pelatuk. Seorang milisi langsung saja roboh begitu peluru 5,56mm menembus dadanya. Yang satu lagi langsung lari secepat kilat.
Sersan Oddy yang melihat bahwa musuh berniat untuk terus mencoba menembus pertahanan SASR akhirnya mengumpulkan seluruh regunya dan membuat zona pertahanan dimana setiap prajurit memiliki bidang tembak yang terukur. Setiap lawan yang masuk jarak tembak segera harus dihabisi, tanpa ampun. Musuh kali ini kembali, namun mereka juga berstrategi. Jika awalnya mendekat dari arah alur sungai, musuh kini berpencar jauh dan mendekat dengan mengendap. Wakil komandan tim membuka tembakan pertama, merobohkan dua orang sementara milisi balas menembak.
Sersan Oddy memanggil bala bantuan dari Immediate Reaction Force yang standby di Dili, karena sadar kali ini musuhnya tidak berniat mundur dan maju terus bertempur. Musuh semakin banyak, dan dihitung-hitung jumlahnya sudah 30an orang. Milisi tidak berani maju karena tim patroli masih memiliki penembak Minimi yang segera beraksi setiap kali lawan mendekat. Dihitung-hitung, satu prajurit SASR harus menumbangkan enam orang jika mereka mau bertahan. Untuk sementara, mereka masih punya cukup amunisi, tapi Sersan Oddy tak mau berjudi.
Sersan Oddy segera memutuskan untuk break contact, dan ia memerintahkan seluruh anggota tim untuk melepas dan meninggalkan ranselnya yang berat. Ia dan timnya segera menerapkan manuver lompat kodok, memberikan tembakan perlindungan, sementara kawannya mundur, dan begitu terus sampai akhirnya mereka sudah mencapai 300 meter dari titik pertahanan semula. Tiba-tiba terdengar suara “whooop whooop whooop” keras, dan siluet helikopter berwarna tan dan hijau gelap nampak melesat di udara bak burung alap-alap.
UH-70 dari IRF rupanya terbang rendah dan berhasil mencapai titik Sersan Oddy berada. Salah seorang trooper melempar granat asap untuk sinyal mendarat, dan helikopter menjejakkan roda-rodanya di pinggir sungai yang lapang. Dengan tambahan kekuatan IRF, kedua helikopter menerbangkan para anggota SAS ke titik kontak dengan milisi untuk memeriksa kembali. Tidak ada lagi musuh yang nampak, hanya tersisa mayat seorang milisi dan sejumlah senjata berceceran. Korban jelas lebih banyak, tapi dievakuasi oleh rekan-rekannya. Ransel yang tadinya ditinggalkan kemudian diambil kembali, dan seluruh anggota SASR kembali dengan selamat.
Dalam kontak tembak yang berlangsung selama 90 menit tersebut, para personel SASR menunjukkan disiplin tinggi dalam menghadapi lawan. Alih-alih menghamburkan peluru, seluruh tim patroli hanya menghabiskan 67 butir peluru 5,56mm dari karabin M4 dan 200 butir peluru dari F89 Minimi. Bahkan seorang prajurit dalam tim patroli tersebut tidak menembak, karena tidak ada milisi yang masuk ke dalam area bidang tembaknya. Sangat hemat, terarah, dan terukur dalam menghadapi lawan yang jumlahnya lebih besar. Sikap profesional dari pasukan komando yang terbukti kelas dunia.(Aryo Nugroho)
Sumber : https://c.uctalks.ucweb.com