KRI Teluk Lampung-540 |
Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih, setelah dilakukan upaya evakuasi penarikan dengan kapal tunda, sejak dilaporkan mengalami insiden akibat cuaca buruk pada 29 November lalu, akhirnya kapal patroli legendaris KRI Sibarau-847 dilaporkan telah tenggelam di Perairan Sumatera Utara pada 2 Desember 2017. Titik tenggelamnya kapal perang buatan Australia ini berada pada koordinat 03.45.38U - 098.57.55T. Dalam musibah ini tidak ada korban jiwa, penyebab sementara akibat mati listrik dan lier jangkar mati dalam kondisi gelombang setinggi lima meter.
Cuaca buruk tentu tak pandang bulu menerpa setiap kapal, sebelum insiden KRI Sibarau-847, kilas balik ke tahun ke tahun 1994, tepatnya pada 4 Juni 1994, LST (Landing Ship Tank) KRI Teluk Lampung nyaris tenggelam di Teluk Biscay, lokasinya berada di sebelah utara Spanyol. Peristiwa itu terjadi Jumat dinihari pukul 01.26 waktu setempat atau pukul 08.26 waktu Jakarta.
Awal kisahnya, sesudah direparasi di galangan Peenemunde, Wolgast - Jerman, kapal itu berlayar dari Laut Baltik melewati Belanda dan Perancis. Nah, ketika memasuki perairan Spanyol, KRI Teluk Lampung-540 dihadang taifun dengan kabut tebal. Haluannya yang datar dan rendah dihajar ombak besar yang kemudian menerjang pintu (ramp) hingga jebol. Air laut pun masuk sehingga kapal terencam tenggelam.
Di saat gawat, kapal tersebut mengirimkan SOS, yang kemudian didengar oleh tim SAR (Search And Rescue) Perancis, SAR Perancis lalu meneruskan ke SAR Spanyol, yang segera mengirimkan dua helikopter untuk menyelamatkan 51 awak kapal KRI Teluk Lampung. Kemudian, sebuah kapal tunda milik Spanyol melego jangkar dekat KRI Teluk Lampung-540 dan berupaya menyeret LST itu dari tempat kejadian. “Ya, mesti ditarik agar posisinya kembali seimbang. Posko penyelamatan kapal ini sudah dibentuk dan dipimpin langsung oleh Presiden Soeharto dari kediamannya di Jalan Cendana. Tim dari Jerman pun segera diberangkatkan,” ungkap sebuah sumber dari majalah Tempo yang mengikuti proses pembelian kapal itu.
Insiden KRI Teluk Lampung mendapat perhatian besar karena LST ini adalah salah satu dari 39 kapal perang yang dibeli oleh B.J. Habibie (saat itu menjabat Menteri Negara Riset dan Teknologi). Habibie menuding ombak setinggi 10 meter yang menghantam pintu kapal selama berjam-jam sebagai penyebab musibah. “Akibatnya, pintu terbuka karena memang tidak dilas mati, kata Habibie. Air pun masuk tanpa bisa dicegah. Tapi, Deputi Analisis Industri Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Sulaeman Wiriadidjaja berpendat bahwa sebab musibah karena titik berat kapal bertumpu pada satu sisi. Hal itu dimungkinkan karena bertumpuknya kargo disitu milik TNI AL padahal kargo itu mestinya tidak bergeser kalau dicantelkan ke tubuh kapal. Ternyata, prosedur ini tidak dipenuhi, hingga akhirnya mengubah titik berat kapal. Sebagai informasi, perpindahan titik berat kapal bisa berbahaya, terutama saat kapal dihantam ombak terus-menerus, akibatnya kapal bisa terguling.
Pada insiden di Teluk Biscay, KRI Teluk Lampung-540 yang dikomandani Letkol Laut Jospeh Sutrasman itu masih bisa dilaso oleh kapal Spanyol. Menurut Dinas Penerangan TNI AL, pada Sabtu pagi KRI Teluk Lampung-540 dapat diamankan di Gijion, Spanyol.
Dan setelah 23 tahun berlalu, kini KRI Teluk Lampung-540 di bawah Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil) masih terus beroperasi dengan normal dalam jadwal pemeliharaan berkala. (Haryo Adjie)
Sumber : http://www.indomiliter.com/