F-22 Raptor |
Rusia angkat suara terkait serangan Amerika Serikat (AS) terhadap milisi pro pemerintah Suriah. Rusia mengingatkan AS bahwa kehadiran mereka di Suriah ilegal.
"Kehadiran AS di Suriah benar-benar ilegal," tegas Duta Besar Rusia untuk PBB dalam pertemuan tertutup di Dewan Keamanan PBB.
"Tidak ada yang mengundang mereka di sana," sambung Vasily Nebenzya sembari menekankan bahwa perjuangan keras untuk stabilitas Suriah terancam oleh tindakan AS.
"Mereka (AS) terus-menerus menegaskan bahwa mereka memerangi terorisme internasional di sana, tapi kami melihat bahwa mereka melampaui kerangka kerja ini," tukas Nebenzya seperti dikutip dari Russia Today, Jumat (9/2/2018) .
Dia pun memperingatkan anggota koalisi pimpinan AS bahwa perbuatan kriminal itu hanya melibatkan satu-satunya kekuatan yang benar-benar melawan terorisme internasional di Suriah.
Pada hari Rabu, koalisi pimpinan AS mengatakan bahwa mereka melakukan beberapa serangan udara "defensif" terhadap pasukan Suriah di provinsi Deir Ez-Zor. Serangan itu sebagai pembalasan ata apa yang mereka gambarkan sebagai serangan tidak beralasan terhadap Pasukan Demokratik Suriah (SDF) dan penasihat militer asing.
Menurut Kementerian Pertahanan Rusia, unit milisi Suriah bergerak maju melawan sel tidur teroris ISIS di dekat bekas pabrik pengolahan minyak al-Isba, ketika tiba-tiba berada di bawah serangan udara besar-besaran. Sedikitnya 25 milisi terluka dalam serangan tersebut, kata Menteri Luar Negeri Rusia, yang menjelaskan bahwa pasukan pro-pemerintah yang menjadi sasaran koalisi tidak mengkoordinasikan operasi mereka dengan komando Rusia.
Damaskus menyebut serangan tersebut sebagai kejahatan perang, sementara militer Rusia menegaskan bahwa tujuan sebenarnya Washington adalah untuk menguasai aset ekonomi di Suriah.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova menegaskan bahwa kehadiran militer AS di Suriah menimbulkan ancaman berbahaya bagi proses politik dan integritas teritorial negara tersebut. Sementara Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, menyerukan serangan lain atas kedaulatan Suriah oleh AS.
AS, bagaimanapun, tetap bergeming dan berjanji untuk terus mendukung pasukan sekutunya di Suriah dengan "biaya" apapun.
"Kami terus mendukung SDF untuk mengalahkan ISIS. ISIS masih ada, dan misi kami masih harus mengalahkan ISIS," kata juru bicara Pentagon Dana White.
"Kami akan terus mendukung mereka. Tujuan kami adalah memastikan bahwa diplomat kita dapat bernegosiasi dari posisi yang kuat, sehubungan dengan proses Jenewa," imbuhnya.
Rusia : Tak Hengkang setelah ISIS Kalah, AS Ingin Pecah Suriah
Pemerintah Rusia menganggap Amerika Serikat (AS) ingkar janji dalam tujuan perang melawan ISIS di Suriah. Menurut Moskow, AS ingin memecah negara yang dipimpin Presiden Bashar al-Assad itu.
Tudingan itu disampaikan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov. Dia mengkritik enggannya pasukan Washington untuk hengkang dari wilayah Suriah meski kelompok Islamic State atau ISIS telah kalah.
”Sangat mungkin Amerika telah mengambil jalan untuk membagi negara ini. Mereka melepaskan jaminannya yang diberikan kepada kami, bahwa satu-satunya tujuan kehadiran mereka di Suriah tanpa undangan pemerintah yang sah adalah untuk mengalahkan kelompok Islamic State dan para teroris,” kata Lavrov.
Menurutnya, sikap Washington yang mempertahankan kontingen militer di negara yang dilanda perang saudara itu menunjukkan tujuannya yang sebenarnya secara terbuka.
”Sekarang (orang Amerika) mengatakan bahwa mereka akan mempertahankan kehadiran mereka sampai mereka memastikan proses penyelesaian politik di Suriah dimulai, yang akan menghasilkan perubahan rezim,” ujar Lavrov dalam sebuah konferensi di Sochi, yang dikutip Russia Today, Kamis (8/2/2018). ”Kami tahu tentang mereka.”
AS memiliki hampir 2.000 prajurit yang saat ini ditempatkan di Suriah. Pada bulan Desember, Pentagon mengumumkan bahwa pasukan AS akan tetap berada di wilayah Suriah selama dibutuhkan untuk mendukung sekutunya dalam mencegah kembalinya kelompok teroris.
Pemerintah Suriah menganggap penempatan tentara AS di wilayah kedaulatannya sebagai tindakan ilegal. Namun, Washington membenarkan kehadiran pasukannya dengan dalih memerangi militan ISIS.
Moskow, yang beroperasi di negara tersebut atas permintaan pemerintah Suriah, menegaskan bahwa AS tidak memiliki alasan untuk memiliki kehadiran militer di negara tersebut tanpa seizin pemerintah Assad.
Washington diketahui telah mempersenjatai dan mendanai berbagai kelompok pemberontak atau opisisi Suriah di bawah kelompok Free Syria Army (FSA) dan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang didominasi Kurdi.
”AS, menggoda berbagai segmen masyarakat Suriah yang menentang pemerintah dengan senjata di tangan mereka, ini dapat menyebabkan konsekuensi yang sangat berbahaya,” kata Lavrov memperingatkan.
FSA yang didukung Turki saat ini terlibat dalam pertempuran dengan faksi-faksi SDF seperti Unit Perlindungan Kurdi (YPG), di Afrin. Isu-isu ini telah menyebabkan ketegangan serius antara Ankara dan Washington.
Sementara itu, FSA juga mencoba membujuk AS untuk menghidupkan kembali program CIA berupa bantuan uang tunai, senjata dan instruktur untuk melakukan pemberontakan moderat terhadap rezim Assad. (Berlianto, Muhaimin)
Sumber : https://www.sindonews.com/