Story : Pengadaan Pesawat Tempur A-4 Skyhawk dari Israel dan Sejarah Pertahanan - Radar Militer

09 Maret 2018

Story : Pengadaan Pesawat Tempur A-4 Skyhawk dari Israel dan Sejarah Pertahanan

Pesawat Tempur A-4 Skyhawk
Pesawat Tempur A-4 Skyhawk 

Cerita yang beredar di sekitar pesawat tempur A-4 Skyhawk bukan saja penuh drama dunia intelijen. Akan tetapi, banyak hal tentang pertahanan udara yang bisa dipelajari.
Setelah masa keemasan di akhir Orde Lama dengan pesawat-pesawat dari blok timur, seperti MiG-21 dan Tu-16, di era pertengahan 1970-an kekuatan TNI AU tidak optimal. Padahal, saat itu ada sejumlah operasi penting, seperti di Timor-Timur.
Pada 1976, memang hadir pesawat OV-10F yang dikerahkan untuk operasi di Timor-Timur. Namun, pemerintah tetap merasa perlu membeli jet tempur.
Adalah Benny Moerdani yang saat itu Kepala Badan Intelijen Strategis ABRI yang mencetuskan pembelian pesawat bekas A-4 Skyhawk dari Israel.
Doktrin pertahanan Israel yang mengandalkan angkatan udara sebagai penjaga pertahanan membuat posisi pesawat tempur amat penting. Ini membuat Israel terus meningkatkan kemampuan udara, antara lain dengan melepas A-4 Skyhawk untuk diganti yang lebih modern.
Dilepasnya sebagian A-4 Skyhawk ini menjadi peluang Indonesia. Masalahnya, Indonesia tidak punya hubungan diplomatik dengan Israel sehingga diadakanlah operasi intelijen Alpha untuk membawa 32 pesawat A-4 Skyhawk ke Indonesia.
Ini juga berarti harus melatih puluhan penerbang dan teknisi untuk menangani pesawat itu. Misi ini berhasil membawa 7 angkatan, masing-masing 10 orang. Dimulai pertengahan 1979, enam angkatan pertama terdiri atas para teknisi, sementara angkatan terakhir terdiri atas 10 pilot pada awal 1980-an. Mereka dilatih sekitar 4,5 bulan.
Operasi intelijen
Operasi intelijen Alpha ini berhasil menutupi pengadaan A-4 Skyhawk hingga akhirnya dipamerkan di HUT ABRI pada 5 Oktober 1980.
Gelombang pertama terdiri dari dua pesawat tempat duduk tunggal dan dua tempat duduk tiba di Pelabuhan Tanjung Priok dengan memakai pembungkus F-5 E/F Tiger pada 4 Mei 1980.
Ini membuat mereka yang melihat banyak yang mengira sepaket dengan F-5 E/F Tiger yang datang keesokan harinya dengan pesawat angkut Angkatan Udara AS.
Bahkan, di lingkungan TNI AU, tidak banyak yang benar-benar tahu apa yang terjadi.
Salah seorang pilot, F Djoko Poerwoko, dalam buku autobiografinya, Fit Via Vi, menceritakan bagaimana mereka jalan-jalan di Amerika Serikat setelah latihan di Israel. Semua hal yang menandakan mereka pernah dilatih di Israel harus dimusnahkan.
Sementara foto-foto yang dibawa ke Indonesia adalah foto-foto dari Disneyland, Washington DC, New York, bahkan termasuk kenang-kenangan dan ijazah dari US Marine Corps, Yuma Air Station.
Dalam buku yang terbit 25 tahun kemudian itu, Djoko menulis, seorang atasannya di TNI AU bahkan pernah berkata," Saya kira kamu belajar A-4 di Israel, enggak taunya malah di Amerika. Kalau begitu isu tersebut enggak benar, ya."
Dalam peresmian monumen A-4 Skyhawk, 14 Maret, sejumlah pensiunan menceritakan serunya perjalanan mereka di Israel. Bagyo, seorang perwira teknik A-4 Skyhawk, bagaimana namanya diganti menjadi Boris.
"Di sana sebentar-sebentar digeledah, nonton bioskop juga digeledah," cerita Bagyo.
Ia bahkan pernah didatangi dinas rahasia Israel, Mossad, yang memintanya segera ke Jerman karena pangkalan Israel akan kedatangan tamu.
Dalam waktu dua jam, Bagyo sudah punya paspor Vietnam dan dengan nama Vietnam. Ia harus mengaku sebagai pebisnis restoran Vietnam yang mau membuka usaha di Jerman. Sempat khawatir jika ada yang mengajaknya bicara bahasa Vietnam di Imigrasi Jerman, Bagyo akhirnya lolos.
Supriyatmo, juga perwira teknik, mendapat nama Charlie. Ia masuk Israel tanpa bagasi setelah berkeliling AS selama 40 hari. Walau tentara Israel di pangkalan tahu, para pegawai negeri sipil Israel percaya kelompok Supriyatmo berasal dari Singapura.
Masalah muncul ketika ada pertanyaan sederhana: Singapura-nya di mana? Boleh titip beli lensa kamera?
"Padahal, ada anggota yang ke Singapura saja belum pernah. Ya, bisu. Jadi, dia tanya ke perwira lain pakai bahasa Jawa," ceritanya.
Kemampuan
Supriyatmo menceritakan tingginya kesadaran orang Israel, baik tentara maupun sipilnya, tentang kerahasiaan.
Dua kali ikut pelatihan di Israel, dia tidak bisa tahu jumlah A-4 Skyhawk yang dimiliki Israel. Namun, yang paling rahasia adalah perangkat avioniknya.
Walau membeli A-4 Skyhawk dari AS, modifikasi segera dilakukan Israel, terutama untuk avionik-nya. Modifikasi itu bisa dilihat di pesawat A-4 Skyhawk Indonesia yang berpunuk dan knalpot pesawat yang diperpanjang untuk mengecoh penjejak panas.
Walaupun paket pembelian termasuk dengan senjata, Israel tidak memberikan teknologi avioniknya.
"Jadi, yang ada di Indonesia, punuknya itu kosong," kata Supriyatmo.
Meski tidak memiliki peralatan avionik canggih, A-4 Skyhawk punya fasilitas pilot otomatis yang pertama dalam jajaran TNI AU.
Dengan kemampuan mengisi bahan bakar di udara, A-4 Skyhawk bisa terbang lebih lama. Menurut buku F Djoko Poerwoko, dengan 8 bom terpasang dan tangki cadangan terisi, A-4 Skyhawk mampu terbang 2.000 mil.
Ditambah dengan pengisian bahan bakar di udara, pesawat itu bisa terbang 3.000 mil selama 4 jam 30 menit. Sebagai perbandingan, kalau ditarik garis lurus, jarak Banda Aceh ke Jayapura adalah 3.180 mil.
Di Indonesia, A-4 Skyhawk didistribusikan ke beberapa wilayah. A-4 Skyhawk adalah skadron pertama pesawat tempur yang ada di luar Pulau Jawa.
Markas pertamanya dari Skadron Udara 11 Lanud Iswahjudi, Madiun, Jawa Timur, kemudian pindah ke Skadron Udara 11 di Lanud Sultan Hasanuddin, Makassar, dan Skadron Udara 12 Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru.
Kepala Staf TNI AU Marsekal Hadi Tjahjanto bercerita, A-4 Skyhawk pernah melaksanakan berbagai operasi, seperti Operasi Rencong, Operasi Halau di kawasan Natuna, Operasi Tetuko di Sulawesi, dan Operasi Seroja di Timor-Timur.
A-4 Skyhawk kini telah jadi monumen. Namun, pelajaran di masa lalu penting untuk masa depan.
A-4 Skyhawk telah berkontribusi membuat TNI AU disegani pada masanya. Tidak saja karena alatnya canggih, tetapi juga karena semangat dan pengabdian semua pihak yang terlibat.
Hadi Tjahjanto menggarisbawahi, untuk inilah monumen itu diadakan.
Seiring dengan keberadaan monumen A-4 Skyhawk, kini TNI AU terus menambah kekuatannya, di antaranya dengan penambahan pesawat F-16 dan pesawat tempur generasi 4,5 untuk menggantikan F-5. (Edna C Pattisina)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

- Berkomentarlah yang sopan dan bijak sesuai isi artikel/ berita;
- Dilarang berkomentar SPAM, SARA, Politik, Provokasi dsb