Antara Krimea, Sukhoi Su-35, dan Ancaman Sanksi AS Terhadap Negara yang Berhubungan Bisnis dengan Rusia - Radar Militer

10 Agustus 2018

Antara Krimea, Sukhoi Su-35, dan Ancaman Sanksi AS Terhadap Negara yang Berhubungan Bisnis dengan Rusia

F 16 TNI AU
F 16 TNI AU 

Pada 2014, secara sepihak Rusia berhasil menguasai Krimea, yang semula merupakan wilayah Ukraina.
Meski kembalinya Krimea yang dulunya merupakan wilayah Uni Soviet itu dilaksanakan melalui referendum dan militer Ukraina tidak melakukan perlawanan, negara-negara Eropa dan AS merasa tidak terima.
Pasalnya, begitu referendum dilakukan dan penduduk Krimea memilih bergabung dengan Rusia, pasukan Rusia dalam jumlah besar segera ‘menyerbu’ Krimea dan mengusir pasukan Ukraina.
Dalam waktu singkat kekuatan militer Rusia yang digelar di Krimea bahkan menunjukkan seperti mau bertempur dengan negara-negara Barat.
Pasukan NATO dan AS pun kemudian segera dikirim ke Ukraina dalam jumlah besar dan saat ini antara kedua pasukan yang mencerminkan perseteruan ala Perang Dingin itu bahkan sudah saling berhadap-hadapan.
AS dan negara-negara Barat tidak hanya menyiagakan pasukan dan persenjataannya dalam kondisi siap tempur tapi juga menerapkan embargo ekonomi kepada Rusia.
Embargo ekonomi itu tidak hanya membuat Rusia mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokoknya seperti pangan, tapi juga berimbas kepada negara-negara yang melaksanakan hubungan dagang dengan Rusia.
Negara tertentu, seperti Indonesia yang berusaha melakukan kegiatan perdagangan dengan Rusia, bisa ‘ditegur’ AS dengan menggunakan sanksi CAATSA bila nekat menjalin hubungan perdagangan atau bisnis (termasuk pembelian alutsista) dengan Rusia. India telah mendapat pengecualian secara resmi (waiver) dari AS, mereka boleh membeli peralatan tempur dari Rusia. Kini tinggal Indonesia dan Vietnam masih menunggu keputusan resmi dari Presiden dan Kongres AS untuk mendapat pengecualian itu.
Kebetulan ketika Rusia sedang mendapatkan embargo ekonomi, Indonesia berniat membeli sebanyak 11 jet tempur Su-35 untuk menggantikan jet-jet tempur F-5E/F Tiger II TNI AU yang sudah tidak lagi operasional.
Harga sebelas Su-35 yang senilai 1,14 Triliun itu akan dibayar Indonesia dengan cara imbal beli menggunakan bahan-bahan komoditi Indonesia yang dibutuhkan oleh Rusia.
Bahkan soal rencana barter ini dulu sempat menjadi sorotan masyarakat karena disebutkan salah satu bahan pangan yang akan ditukar adalah kerupuk.
Pemerintah AS yang menilai pembelian Su-35 oleh Indonesia itu sebagai upaya ‘menolong’ Rusia secara ekonomi jelas tidak mau terima.
AS pun kemudian berupaya menggagalkan pembelian sebelas Su-35 itu meski pertimbangannya bukan hanya masalah embargo eknomi yang sedang diterapkan kepada Rusia.
Sialnya, potensi sanksi dari AS bisa datang dari mana saja, seperti keinginan Indonesia untuk membeli Su-35 Rusia.
Yang jelas jika Indonesia tetap ngotot membeli pesawat tempur Su-35 buatan Rusia sebelum mendapatkan waiver/pengecualian resmi dari Presiden dan Kongres AS, maka sanksi kepada negara yang masih berurusan bisnis dengan Rusia oleh AS bisa terjadi, salah satu akibatnya bisa dihentikannya pasokan suku cadang terhadap pesawat-pesawat buatan AS yang dipakai TNI seperti F-16, C-130 Hercules dan helikopter AH-64E Apache Guardian. Tentu hal ini akan berakibat serius bagi kemampuan alutsista TNI kedepan. (AW)

Bagikan artikel ini

2 komentar

  1. Ooooo... Embargo yah??

    BalasHapus
  2. memberi embargo kepada indonesia dan vietnam terjadi itu adalah blunder politik terbesar amerika, amerika dipastikan akan kehilangan miliaran dolar dr hasil penjualan alutsista, kerjasama ekonomi dan perdagangan lainnya, selain itu amerika menambah daftar musuh yg mempunyai pengaruh kuat dr segi politik dan ekonomi,,,amerika tak akan melakukan ketololan itu.

    BalasHapus

- Berkomentarlah yang sopan dan bijak sesuai isi artikel/ berita;
- Dilarang berkomentar SPAM, SARA, Politik, Provokasi dsb