Story: Ketika SR-71 Blackbird Dibuntuti MiG-25 Foxbat: Bagaimana Mungkin Pilot Soviet Gagal - Radar Militer

22 Mei 2019

Story: Ketika SR-71 Blackbird Dibuntuti MiG-25 Foxbat: Bagaimana Mungkin Pilot Soviet Gagal


Satu hari, Desember 1976, langit begitu cerah di atas Pulau Okinawa, Jepang. Bagi Kolonel (Pur) Richard Graham, itulah hari terbaik untuk menerbangkan SR-71 Blackbird dengan RSO (Reconnaissance Systems Officer) Don Emmons yang duduk di bangku belakang.
Saat itu mereka menjalankan misi khusus pengintaian dan mengumpulkan data intelijen di wilayah fasilitas nuklir dan sejumlah pangkalan besar kapal selam nuklir Uni Soviet. Lokasi yang akan diendus berada di ujung selatan Semenanjung Kamchatka, dekat kota Petropavlovsk yang selanjutnya disingkat Petro.
SR-71 Blackbird
SR-71 Blackbird  
Jarak dari Okinawa ke Petro sekitar 2.400 mil, yang mengharuskan sekali pengisian bahan bakar di udara di atas Samudera Pasifik untuk sekali jalan. Tiga pesawat tanker KC-135Q juga sesuai jadwal.
Richard membawa SR-71 bermanuver untuk memasuki posisi terhubung dengan tanker. Operator boom memberi lampu hijau bahwa ia sudah siap menuju ke posisi pengisian. Begitu boom tersambung, saat bersamaan pula kedua pesawat bisa saling tersambung melalui sistem boom-interphone. “You’re tanking gas,” ujar operator boom melalui radio. Sebanyak 80.000 pon bahan bakar JP-7 mengalir ke tangki SR-71.
Kemudian Richard membumbung ke ketinggian 71.000 kaki.
Begitu berada di ketinggian 60.000 kaki, pesawat berada pada rute yang telah diplot. Mission planner bekerja sangat apik memetakan jalur darat yang akan diintip. Ketelitiannya diperlukan agar sensor canggih yang dibawa pesawat bekerja efektif mengumpulkan data yang diinginkan Pentagon.
Penerbangan direkam setiap tiga detik secara elektronik. Jika melenceng dari black line (istilah ground track di peta), secara otomatis akan dibatalkan. Dengan karakternya yang rumit dan misi berbahaya, SR-71 bukanlah pesawat yang bisa diterbangkan oleh pilot jagoan (hot shot) yang mau ugal-ugalan. “Anda harus memiliki sikap mental dan kedisiplinan tinggi untuk terbang secara presisi pada jalurnya serta ketinggian tertentu sesuai jumlah bahan bakar. Jika terbang terlalu tinggi, Anda tidak akan bisa membuat putaran kedua. Sebaliknya jika terlalu rendah, bahan bakar tidak akan cukup untuk bisa menyelesaikan misi,” urai Richard.
Pesawat mempertahankan ketinggian di 71.000 kaki, ketinggian normal untuk terbang jelajah dengan kecepatan Mach 3. Pada ketinggian ini langit sangat cerah dengan jarak pandang lebih 300 mil. Pesawat tepat di jalurnya menuju Semenanjung Kamchatka. Setelah 20 menit terbang dengan Mach 3, panas permukaan badan pesawat sudah mencapai sekitar 500-600 derajat Fahreinhet. Dengan kata lain bisa diartikan bahwa pesawat dalam kondisi sangat oke untuk diajak meneruskan misi.
Dibuntuti MiG-25
Memasuki wilayah sensitif, Richard meningkatkan kewaspadaan. Segala sesuatu di luar perkiraan bisa terjadi. Bisa dengan tiba-tiba pesawat pencegat Soviet berada di sebelah, atau tembakan rudal permuaan ke udara (SAM).
Salah satu yang mereka monitor adalah frekuensi radio HF untuk mendengarkan informasi penting. Jika sistem reconnaissance nasional lainnya merasa SR-71 keluar dari black line, kru menerima pesan peringatan melalui kode rahasia di HF yang berisi perintah untuk memeriksa-ulang sistem navigasi.
Terbang di wilayah udara sensitif mengharuskan penerbang men-set pesawat pada batas tertinggi kemampuannya, disebut tactical limits. Pesawat harus bisa sewaktu-waktu diajak berlaga.
Memasuki wilayah udara Soviet, di ketinggian sekitar 76.000 kaki, Richard mengalihkan pandangan ke kiri. Alangkah kagetnya ketika melihat tiga jet tempur Soviet terbang searah di bawahnya. Sangat tidak mungkin melihat keberadaan ketiga pesawat Soviet ini dari ketinggian terbang, jika tidak ada jejak asap (contrails) yang memungkinkannya terlihat karena cerahnya langit.
Richard mencoba menahan diri untuk tidak mengatakannya kepada Don. Ia biarkan Don tahu sendiri. Kokpit Don dilengkapi seabrek peralatan elektronik pengacak canggih yang tinggal diaktifkan jika terancam.
SR-71 mulai mendekati pesawat Soviet dengan kecepatan Mach 3. Ketika jarak mereka terpaut 100 mil, tiba-tiba jet tempur Soviet bermanuver dengan posisi langsung mengarah ke SR-71. ”Saya tidak terlalu kaget. Begitu saya tahu jejak asapnya hilang, saat itu saya tahu mereka mulai mengaktifkan afterburner dan bersiap terbang supersonik. Pastinya untuk mengintersep. Sepertinya mereka sudah terbang Mach 4 atau 5, yang dalam waktu kurang dua menit pasti akan menghampiri kami. Saya sangat khawatir, karena saya tahu karakter pilot-pilot Soviet yang bisa jadi akan menembak kami atau mungkin sengaja memancing emosi kami untuk head on dengan mereka,“ ujar Richard.
Tanpa adanya jejak asap, sulit bagi Richard mendeteksi. Tapi ia yakin sedang diburu. Meski dalam kondisi terancam, ia tetap membawa SR-71 terbang pada black line dan meminta Don mengaktifkan view sight untuk mengetahui posisi pesawat Soviet.
Mereka pasti akan lewat di bawah SR-71. Don tiba-tiba buka suara di radio. “Itu yang nomor 1... di sana, nomor 2.... di sana, nomor 3.“ Don bilang bahwa ketiga jet tempur Soviet bermanuver dengan cara berpencar ke tiga arah. Richard berusaha menghindari petaka, meski dalam situasi seperti ini Anda tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi.
Selintas Richard teringat kejadian 6 September 1976, ketika pilot Soviet Letnan Viktor Belenko mendaratkan MiG-25 Foxbat di Jepang. Tak lama kemudian, Belenko membeberkan kisah seorang pilot Soviet yang frustasi berusaha keras menembak jatuh sebuah SR-71.
Kata Belenko, “Pesawat intai Amerika, SR-71, sedang berputar-putar di atas pantai, berusaha tetap di luar wilayah udara Soviet sambil memotret ratusan mil daratan dengan kamera samping. Aksi SR-71 ini memancing Soviet untuk mengirim MiG-25, meski Foxbat tidak akan bisa mencapai ketinggian SR-71.
Soviet memiliki master plan untuk mengintersep SR-71 dengan cara menempatkan satu MiG-25 di depan SR-71 dan satu lagi di bawah. Begitu SR-71 melewati mereka, saatnya melepaskan rudal. Namun rencana ini tidak pernah terjadi. Pasalnya komputer Soviet masih sangat primitif dan tidak ada cara untuk menuntaskan misi seperti ini.
Kenapa? Pertama, SR-71 terbang terlalu tinggi dan terlalu cepat. MiG-25 jelas tidak bisa mencapai kemampuan ini, apalagi untuk menangkap tangan SR-71.
Kedua, rudal yang disiapkan jadi tidak berguna digunakan pada ketinggian di atas 27.000 m (88.500 kaki). Kalaupun MiG-25 mampu mengejar SR-71, rudal-rudal yang ada tidak akan sanggup menyentuh SR-71. Andai pun rudal itu ditembakkan, sistem pemandunya tidak akan mampu mengatur secara cepat untuk mencapai kecepatan tinggi.
Kisah-kisah ini selintas menyergap benak Richard. Ada rasa khawatir namun juga keyakinan berdasar penuturan Belenko. Bahwa ketiga MiG-25 tidak akan bisa mengintersep. Meski begitu, ia tetap waspada terhadap segala kemungkinan yang bisa terjadi.
SR-71 melanjutkan misi ke Petro setelah bayang-bayang ketiga MiG-25 menghilang. Sepertinya mereka, persis cerita Belenko, putus asa membuntuti SR-71. Di Petro, mereka kembali menjalankan misi mengumpulkan data intelijen, lalu kembali ke black line untuk terbang ke Samudera Pasifik. ”Di sini kami sudah janjian dengan pesawat tanker untuk kembali air refueling dan terbang ke Okinawa,“ kata Richard.
Beberapa hari kemudian, mereka diinformasikan bahwa pesawat yang mencoba mengintersep waktu itu adalah MiG-25.
”Saya kaget, namun sekaligus heran, bagaimana mungkin pilot Soviet itu gagal. Saya juga kagum, bagaimana bisa mereka tahu kami ada di atas mereka namun mereka tidak mampu melakukan apapun terhadap kami. Bagi saya, sekali lagi terbukti bahwa SR-71 Blackbird adalah pesawat tak tertandingi,” kenang Richard (Sumber: Majalah Angkasa, Mei 2008)

Bagikan artikel ini

2 komentar

  1. Disinilah awal soviet mulai mengembangkan rudal hipersonic yg mempunyai kemampuan bermanufer dan jg mempunyai sifat SAM, rudal udara ke udara rusia saat ini mempunyai kemampuan seperti itu yg mempunyai kecepatan hipersonic dan SAM, tp rudal udara ke udara ini tak akan dipublikasikan dan tak akan diperjual belikan.

    BalasHapus
  2. Bagaimana mungkin pilot Soviet gagal? Kan sudah tau bagaimana kemampuan Foxbat sebenarnya setelah pembelotan Balenko berapa bulan sebelumnya. Awalnya AS melihat Foxbat ini ancaman besar. Melihat penampilannya, sepasang mesin besaar yang awalnya dikira punya kemampuan hebat, kecepatan tinggi, mampu terbang tinggi dan punya radius aksi yang jauh. Padahal mesin R15B-300 hanyalah mesin "kuno" seadanya hasil pengembangan mesin R13-300 buat MiG21 yang amit amit rakus bahan bakar sehingga radius aksinya pendek. Apalagi pihak AS kemakan "tipuan" Soviet yang melepas drone supersonik wara wiri di sekitar perbatasan di lanud yang biasa ditongkrongi Foxbat di Polandia lantas mengiranya Foxbat. Gara gara ini pula pengembangan F15 yang awalnya hanya segede F18 jadi segede kayak sekarang buat ngadepin Foxbat. Dan jangan salah sangka, kecepatan maksimum Foxbat dibatasi hanya mach 2,83, selewat itu pesawat bisa rontok. Dan kecepatan segitu hanya dengan konfigurasi kosongan, minus rudal dan drop tank. Bila dilengkapi bawaan standar 4 rudal R40T/TD dan drop tank, kecepatannya hanya mach 2,35 pool. Bagaimana bisa ngejar Blackbird dengan kemampuan segitu? Belum lagi kemampuan avionik dari radar Smerch Foxbat dan rudal R40 nya yang terbatas. Tapi kalo hanya membuat Blackbird mikir panjang buat nerobos wilayah udara, iya. Ancaman Blackbird ini jadi mimpi buruk PVO Soviet. Saat mengembangkan MiG31, spek wajib radar Zaslon (ini radar monster, namun serba pertama. Pertama FCR udara yang phased array, namun bobotnya juga audzubillah, 1 ton!! 2 kali lipat bobot radar FCR terberat AS, AWG-9 untuk Tomcat! Makanya pihak barat gak pakai FCR phased array karena pertimbangan bobot ini, bukan karena gak mampu bikin!! Bandingkan dengan radar N011M Bars pada Su30MKI/I/M yang bobotnya 650-700 kg-an sampai bikin Su30MKI/K/M harus dipasangi canard supaya gak berat di depan) harus mampu mendetek sasaran dalam jarak 180-200km dengan RCS 19 meter persegi. Ini RCS nya Blackbird!! Jadi omongan "bagaimana mungkin pilot Soviet gagal" ini kayak nyindir ato ngejek malah.

    BalasHapus

- Berkomentarlah yang sopan dan bijak sesuai isi artikel/ berita;
- Dilarang berkomentar SPAM, SARA, Politik, Provokasi dsb