![]() |
Su-35 |
Seperti diberitakan Kompas (5/7), Menkopolhukam Wiranto secara mendadak membentuk tim khusus yang akan menangani mengenai masalah pembelian alat utama sistem pertahanan untuk TNI AU, jet tempur Su-35 Super Flanker.
Secara resmi, alasannya adalah untuk mempelajari seluk-beluk pembelian alutsista Rusia sampai ke detailnya, namun nampaknya ada perkembangan khusus yang tidak dibuka Pemerintah RI kepada publik.
Salah satunya adalah bahwa sanksi CAATSA masih membayangi. Sanksi CAATSA sendiri diberikan AS kepada negara-negara yang nekat menjalin hubungan perdagangan militer dengan Rusia.
Hal ini dapat dilihat pula sebagai suatu bentuk persaingan bisnis antara Rusia melawan Amerika Serikat dan negara-negara NATO produsen senjata seperti Inggris dan Perancis. Namun begitu, ada pengecualian (waiver) terhadap pasal 231 CAATSA.
Sertifikasi atas waiver tersebut harus diajukan Presiden AS, dan disetujui Kongres AS. Dan sejauh ini baru India yang memperoleh surat sakti tersebut. Dua negara Asia lainnya yaitu Vietnam dan Indonesia masih masuk daftar tunggu.
Secara geopolitik AS takut sekali bila India sampai marah karena kena sanksi, karena artinya sekutu menghadapi sang naga akan hilang. Tak heran bila India diprioritaskan untuk pembebasan sanksi dan tetap bisa membeli rudal S-400.
Dalam situasi geopolitik saat ini, Indonesia tidak memiliki pengaruh yang sebesar India. Pembelian Su-35, yang kontraknya sudah efektif dan persiapannya sudah dilakukan pun bisa terancam, kecuali bila Indonesia benar berani putus dengan AS.
Jadi, tim kecil ini nampaknya bertugas untuk membuat komitmen sampai seberapa jauh batas hubungan militer Indonesia dengan Rusia, dan langkah apa yang diambil untuk bisa memuluskan proses pembelian itu? (Aryo Nugroho)
Sumber : uctalks.ucweb.com